MEMPERBANYAK puasa di bulan Rajab dibolehkan, bahkan dianjurkan, karena beberapa alasan:
1. Bulan Rajab termasuk bulan-bulan haram yang dianjurkan memperbanyak ibadah dan kebaikan di dalamnya, termasuk puasa.
2. Keumuman disunnahkannya puasa, berdasarkan Hadits-hadits yang menyebutkan keutamaan puasa, selama bukan pada waktu atau keadaan yang diharamkan atau dimakruhkan.
BACA JUGA: Agar Tubuh Sehat Bertenaga, Makanan Apa saja yang Baik saat Puasa?
Di antaranya, Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam riwayat Al-Bukhari dan Muslim:
كل عمل ابن آدم له إلا الصوم
Artinya: “Seluruh amal anak Adam baginya, kecuali puasa.”
Juga Hadits yang menjadi kelanjutan Hadits di atas:
لخلوف فم الصائم أطيب عند الله تعالى من ريح المسك
Artinya: “Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah ta’ala daripada wangi minyak kasturi.”
Bahkan, Imam Al-‘Izz bin ‘Abdis Salam dalam Fatawa-nya menyatakan yang melarang puasa Rajab adalah orang yang jahil terhadap sumber-sumber Syariah. Bagaimana ia bisa dilarang, sedangkan para ulama tidak ada yang memasukkan Rajab sebagai waktu dimakruhkan berpuasa di dalamnya.
Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan Hadits tentang puasa Nabi Dawud ‘alaihis salam:
أحب الصيام إلى الله صيام داود يصوم يوما ويفطر يوما
Artinya: “Puasa yang paling dicintai Allah adalah puasa Dawud, ia berpuasa sehari dan berbuka sehari.”
Hadits di atas menunjukkan Nabi Dawud berpuasa secara selang-seling (puasa sehari, berbuka sehari), tanpa mengecualikan bulan Rajab darinya.
Kesimpulan, memperbanyak puasa di bulan Rajab dianjurkan karena ia termasuk bulan-bulan haram yang dianjurkan memperbanyak amal shalih di dalamnya, juga Hadits-Hadits yang menunjukkan keutamaan puasa secara umum, tanpa mengecualikan bulan Rajab di dalamnya.
Yang melarang, malah yang perlu menunjukkan dalil-dalil pelarangannya. Karena melarang sesuatu yang dibolehkan secara umum, memerlukan dalil. Jika tak ada, maka ia boleh berdasarkan dalil-dalil umum tersebut.
BACA JUGA: Batalkan Puasa Qadha karena Berhubungan, Bolehkah?
Yang terlarang adalah meyakini adanya fadhilah atau keutamaan tertentu dalam puasa di bulan Rajab ini, yang didasari oleh Hadits-hadits palsu atau Hadits-hadits yang sangat lemah (dhaif jiddan), yang tidak bisa dijadikan hujjah. Hadits dhaif dibolehkan dalam fadhail a’mal, dengan syarat-syarat tertentu, di antaranya kedhaifannya ringan.
Yang juga tidak boleh, bahkan harus diberi peringatan keras, adalah mengirim ‘broadcast’ tentang keutamaan memberitahu datangnya bulan Rajab atau puasa di dalamnya, dengan balasan pahala yang terlalu besar, tanpa sanad yang bisa dipertanggung jawabkan, yang mengindikasikan kepalsuan riwayat-riwayat tersebut.
Wallahu a’lam. []
Bahan bacaan: Fatawa Imam Al-‘Izz bin ‘Abdis Salam dan berbagai referensi fiqih lainnya.
Facebook: Muhammad Abduh Negara