TANYA: Bagaimana cara yang paling ahsan menasihati seseorang dalam forum sosmed? Apakah boleh dengan sindiran-sindiran yang mungkin akan menambah kerasnya hati atau ungkapan-ungkapan kepada orang lain yang sejatinya ditujukan kepada seseorang?
JAWAB: Pertama, yang perlu dibedakan adalah sindiran dengan celaan, karena memang keduanya jauh berbeda, dan kita pasti sudah tahu bahwa yang namanya celaan pasti buruk. Adapun sindiran, pembeda utamanya adalah niat, kondisi, dan stigma seseorang.
Ada dalil dari hadits yang melarang tentang sindiran,
إنّ في المعاريض لمندوحةً عن الكذب
”Sesungguhnya dalam ucapan tidak terang-terangan (sindiran) terdapat kedustaan” (HR Abu Sa’id bin Al-A’robi dalam Mu’jam I/97 & Bukhori dalam Adabul Mufrod 885)
BACA JUGA: Sindiran Sang Ibu, Isi Hatinya
Namun hadits di atas dhoif, karena dalam sanadnya ada Daud bin Az-Zabarqon yang menurut para ‘ulama hadits adalah pendusta. Sehingga dari sisi dalil tidak ada nash tegas tentang sindirian, karena sekali lagi, pembeda utamanya niat, kondisi dan stigma seseorang.
Karenanya, sindiran itu tergantung niat kita. Jikalau kita menyindir teman dan orang lain dengan tujuan yang baik yaitu agar mengubah sikap dan akhlaknya, atau minimal menyadarkan kesalahannya, sebab seseorang yang tidak mau disalahkan atau tidak pernah menyadari dirinya salah akan susah menerima nasihat, maka hal yang demikian justru dianjurkan oleh agama. Akan tetapi dengan metode yang baik dan tidak menyakitkan hati seseorang.
Pun, kaitannya dengan menyakiti hati seseorang perlu diperjelas lagi, sebab berkaitan hal berikutnya yaitu stigma atau pola pikir seseorang.
Contoh. Jika kita bertemu dengan kawan yang masih membujang sampai saat ini, padahal usianya sudah berumur, lalu saat kita ada di forum diskusi atau kajian yang qoddarulloh di forum tersebut ada kawan kita si bujang tadi, kita sampaikan bahwa orang yang belum nikah-nikah itu biasanya karena lemah syahwat atau ahli maksiat.
Apa yang terjadi? Disini peran stigma berperan.
Jika kawan kita itu justru panas atau emosi, maka pilihannya dua, pertama ia orang yang mudah suudzon, atau yang kedua ia termasuk di antara yang disampaikan, yakni pihak yang merasa lemah syahwat atau ahli maksiat.
Maka mungkin ia akan marah-marah secara langsung, atau meminta salah satu kawannya untuk pura-pura bertanya dan menasihati agar usah nyindir-nyindir, dan lain-lain.
Padahal apa?
Padahal kita saat mengatakan demikian itu murni sebagai nasihat yang tulus dari hati, serta tasyji’ untuk segera menikah, tidak menunda-nunda atau memperlama masa bujang.
Padahal kita tatkala menasihati itu berlandaskan sesuatu yang benar, kita hanya mengemas ulang perkataan ulama dengan bahasa percakapan, sebagaimana perkataan masyhur dari ‘Umar ibn Khattab rodhiallohu ‘anhu
ما يمنعك من النكاح إلا عجز أو فجور
“Tidak ada yang menghalangimu menikah kecuali kelemahan (lemah syahwat) atau kemaksiatan (ahli maksiat).”
Atau contoh sindiran yang lain,
Dikisahkan ketika Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam berjalan melewati pasar bersama para sahabat yang lain dan melewati bangkai anak kambing jantan yang kedua telinganya kecil. Lantas beliau sholallohu ‘alaihi wasallam menyindir dan memberi petuah/nasihat kepada para sahabat yang dari tadi terus melihat ke arah bangkai anak kambing tersebut, Beliau bersabda, “Maukah salah seorang dari kalian membeli bangkai ini seharga satu dirham?” Para sahabat menjawab, “Kami tidak tertarik kepadanya, apa yang bisa kami perbuat dengannya?” Beliau sholallohu ‘alaihi wasallam kembali bertanya, “Apakah kalian mau jika ini menjadi milik kalian?” Namun para sahabat tetap menolak menjawab, Beliau pun akhirnya bersabda:
فوالله للدّنيا أَهْون على الله منْ هذا عليكم
”Demi Alloh, sungguh, dunia itu lebih hina bagi Allah daripada bangkai anak kambing ini bagi kalian.” [HR Muslim 2957]
Perhatikan, bisa saja Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam langsung memberikan poin penting dari hadits itu bahwa dunia ini lebih hina dari bangkai kambing, tapi tidak beliau lakukan. Para sahabat juga ketika terus melihat ke arah bangkai, lalu ditawarkan oleh Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam untuk membelinya tidak marah, para sahabat tidak mengatakan, engkau menyindir kami Yaa Rasululloh??
Disinilah keterkaitan antara niat dan stigma seseorang itu terkorelasikan, karena kondisi seseorang bergantung pada hati, ilmu dan latar belakangnya. Bisa saja ia mudah tersindir karena sedang labil, sensitif, atau jika perempuan sedang haid, atau dia belum faham tentang hakikat dan perintah husnudzon, atau ia tidak terbiasa dilukai, ia bergaul hanya dengan orang yang terus membenarkannya dan ia pun juga tidak biasa disalahkan.
Abu Muhammad Ibnu Hazm Azh Zhahiri rohimahulloh juga menuturkan, “Jika kamu hendak memberi nasihat sampaikanlah secara rahasia bukan terang-terangan dan dengan sindiran bukan terang-terangan. Terkecuali jika bahasa sindiran tidak dipahami oleh orang yang kamu nasihati, maka berterus teranglah!” (Al Akhlaq wa As Siyar, halaman 44)
Sekali lagi, bedakan antara sindiran dengan celaan. Banyak di antara kita yang tergelincir ke dalam suatu keributan karena salah mendefinisikan suatu permasalahan.
BACA JUGA: Hindari Bicara Tanpa Pahala
Namun juga jangan lupa, bila kita menasihati dengan bahasa tidak terbuka (sindiran) itu dengan tujuan atau maksud yang hina yaitu; agar kekurangannya terbuka, ingin membalas dendam dan kedengkian yang tinggi terhadap orang yang kita sindir, atau dengan menyebut nama seseorang yang kita maksud.
Maka hal yang seperti inilah yang tidak dibolehkan agama. Sebagaimana Firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan); dan jangan pula wanita mengolok-olokkan wanita-wanita lain., karena boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan); dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan jangan pula kamu panggil-memanggil dengan gelar yang buruk. Seburuk-buruk gelar ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman..” (QS al-Hujurat 11).
Makanya agar kehidupan kita lebih tenang dan nyaman marilah kita saling menjaga lisan dengan sebaik mungkin, serta saling memahami posisi masing-masing sesama kita. []
SUMBER: BIMBINGAN ISLAM