Oleh: Ust. Nazli, M.A dan Syifa Saputra, M.Pd
Penulis tinggal di Lhokseumawe-Aceh
Ada salah satu fenommena dalam pikiran manusia saat ini adalah pada saat mendefinisakan kata pintar, maka selalu jawabannya sama. Pintar dalam definisi orang modern adalah mereka yang mempunyai IQ mencapai 100, atau mereka yang bisa lompat kelas dari kelas empat SD sampai naik kelas enam SD maka dijuluki pintar atau mereka yang berhasil mencapai gelar doktor, profesor dijuluki pintar.
Atau mereka yang bisa menemukan sebuah ilmu atau sebuah penemuan juga dijuluki pintar bahkan kalau orang menyebut pintar orang akan terbayang nama- nama Albert Einsten, Bj Habibie, leonardo davinci atau dan seterusnya, begitulah definisi pintar dalam pandangan manusia, pintar yaitu mampu menguasai sesuatu dengan cepat. Dan apa yang terjadi disaat orang mendapatkan lebel sebagai orang pintar maka ada sesuatu yang siap di pakai.
Dia lupa akan tujuan hidupnya.
Banyak orang yang sudah mencapai gelar tertinggi, lalu dia mulai menghabiskan waktunya dari satu kota ke kota yang laen, mengikuti satu seminar ke seminar yang laen, satu workshop ke workshop yang laen dan hampir disibukkan setiap harinya dengan membuat jurnal, membuat berbagai macam tulisan, tidak ada lagi untuk tenangkan hati, bahkan salat pun tidak ada waktu lagi maka kita kembali kepertanyaan yang sama, inikah pintar?
Banyak anak yang mampu menghafal tetapi kemudian tidak mampu melaksanakan salat jenazah didepan jenazah orang tuanya, kenapa? Dia tidak bisa mengahafal doanya .
Benarkah itu pintar?
Yang paling tahu hakikat pintar adalah Allah SWT dan itu pasti. Dan Allah memberitahunya kepada syeitan, kepada Rasulnya yang tahu hakikat pintar atau tidak pintar adalah Allah dan Allah membongkarnya melalui orang yang diizinkannya yaitu Rasulullah SAW.
Dan ternyata apa perkataan Rasulullah SAW tentang pintar, Rasulullah mendefinisikan pintar, jauh dari apa yang kita definisikan, tidak pernah ada bahasan dari Nabi tentng pintar yang bisa menghafal ini dan bisa menghafal itu, maka rasulullah SAW bersabda dalam hadist riwayat Tarmizi dengan derajat yang shahih, hassan bagi ulama yang hadist yang artinya :
“Rasulullah bersabda, orang yang pintar orang yang tahu menghisab dirinya sendiri”.
Kebanyakan manusia sangking pintarnya maka akan mendefinisikan bahwa dari melihat manusia yang lainnya semuanya kekurangan, tapi dia lupa seribu orang yang dilihat kekurangan serentak pun orang mengatakan bahwa iapun punya kekurangan. Sayangnya tidak nampak dipelupuk matanya sehingga harus kita umpamakan “kuman diseberang lautan nampak sedangkan dipelupuk matanya tidak nampak” ini pintar dunia.
Pintar secara hakiki adalah orang yang bisa melihat kekurangan dirinya, lalu dia mendapati dirinya penuh dengan kekurangan, semakin manusia merendahkan dirinya semakin tinggi dirinya dihadapan orang lain begitu juga sebaliknya semakin tinggi dirinya dihadapan orang lain maka semakin rendah dirinya di hadapan orang lain. Maka orang pintar yang pertama adalah orang yang disibukkan dengan melihat aib dirinya sendiri, bukan sibuk melihat aib orang lain.
Dan ini ternyata kebalikan daripada apa yang kita fikirkan, lalu rasulullah SAW mengatakan yang artinya “ ciri kedua orang pintar, apapun pekerjaannya, apapun yang dia lakukan dia persiapkan untuk kematiannya, kalau dia seorang profesor maka seluruh tulisannya dia hubungkan akan bermanfaat bagi yang orang membacanya setelah kematiannya, bagi orang yang kaya, hartanya dia gunakan agar bermanfaat menjadi sedekah jariyahnya yang mengalir setiap harta yang dikeluarkannya ke dalam alam barzahnya.
Oleh karena itu makna dari pintar adalah pintar memanajemen mana yang abadi dan mana yang tidak abadi. Dia tahu akhirat abadi, dia tahu dunia tidak abadi.
Orang pintar meninggalkan dunianya sebelum dunia meninggalkan dia, dia melihat dunia dalam genggamannya, bukan dunia yang menggemgamnya, ini pintar. Apapun yang dia lakukan dia bisa mensetting yang bermanfaat bagi dirinya di alam yang abadi.
Allah SWT mengatakan yang artinya “akhirat itu lebih kekal, lebih baik dan lebih kekal”.
Seorang yang pintar akan tahu, bahwa yang kekallah yang harus dikejar, bukan yang sementara. Lihatlah gaya hidup hari ini, begitu banyaknya orang yang sabar untuk mendapatkan sesuatu yang akan diraih dan tidak mau bersabar untuk mendapatkan sesuatu yang abadi.
Siang malam bekerja, malam pun tidak sempat memikirkan agamanya, terus-terusan di depan komputer hanya memikirkan pekerjaannya untuk esok harinya, begitu sabarnya menahan rasa kantuk, begitu sabarnya menahan rasa luka yang kadang-kadang muncul disaat mereka dalam perjalanan menuju kantor, dia begitu sabar menghadapai sesuatu yang dia tahu tidak abadi. Apa tujuan dia setelah sabar seperti itu?
Dia berharap memiliki rumah yang bertingkat, yang dihiasi oleh berbagai macam perhiasan, dia berharap bisa membeli mobil, yang mungkin selama ini dia hanya memakai motor saja. Dia berharap bisa memiliki sesuatu yang lebih yang bisa melindunginya dari terik matahari dan bisa melindunginya dari curah hujan. Padahal dia tahu semakin tinggi dan besar rumah yang dia bangun ketika dia sudah tua bangunan yang dia bangun itu tidak bermakna bagi dirinya, dia hanya perlu satu kursi roda, untuk naik ketingkat dua, dia tidak bisa lagi naik dengan sendirinya, seluruh anaknya meninggalkannya.
Jika seandainya dia mempunyai anak laki-laki maka dia akan mencari rumahnya yang baru bersama isterinya dan jikalau anaknya perempuan dijemput oleh suaminya.
Akhirnya rumah yang besar hanya tinggal berdua dengan istri saja, naik tanggapun tidak mampu lagi, hanya perlu satu kursi untuk bisa melangkah ke kamar mandi, dia tahu itu tidak abadi dan ujungnya dia tahu rumahnya akan hancur, tidak hancur waktu gempa di dunia tapi hancur saat kiamat, tapi dia ceria habis-habisan untuk apa? untuk sesuatu yang hancur. Tidak pintar.
Orang pintar rumahnya biasa saja, tapi sedekahnya yang untuk dia bangun rumah disurga luar biasa. Kesabarannya untuk abadi dia habiskan, maka mereka yang berada dalam ramadhan, habis-habisan bersabar untuk melakukan semua ketaatan kepada Allah SWT. Dia tidak mau meluangkan waktu sedikitpun, jangankan yang haram, yang makruh pun tidak mau dia lakukan.
Dia terus bersabar dan bahkan sudah berniat untuk menetapkan dirinya di dalam mesjid-mesjid Allah, sepuluh hari yang terakhir ia kuatkan ikat pingganggnya, ia bangunkan keluarganya, ia tinggalkan sanak keluarganya untuk bisa menghadap Allah SWT.
Bukankah hari ini para keluarga, seorang istri pun kadang-kadang seorang ayah yang mau pergi untuk bekerja dengan gaji yang sangat besar, isteri manapun akan rela ditinggalkan oleh suaminya karena berharap suami pulang dengan membawa uang yang begitu banyak.
Isteri akan megatakan “pergilah bang, saya akan menunggu”. Karena mengharapkan gaji di tempat yang baru dengan berpisah 3 bulan lamanya, sekali pulang mungkin hanya 6 bulan bahkan lebih.
Hari ini kenapa tidak mau berpisah hanya 10 malam saja, hanya 10 malam saja. Untuk apa, hanya untuk mendapatkan yang abadi bernama surga Allah SWT. Dia mendapatkan lailatur qadar yang jarak setara dengan 1000 bulan ibadah. Banyak yang tidak mau melapaskan dirinya dari rumahnya.
Kenapa? Karena tidak pintar, tidak pintar.
Maka orang pintar, sekali lagi apa pun yang dikerjakan ia persiapkan untuk menghadapi kematiannya, silahkan bekerja dalam instansi apapun, selama halal. Kalau kita bisa bekerja dengan anggota tubuh kita, maka lakukanlah untuk persiapan kematian kita walaupun sekecil-kecilnya.
Kalau kita punya kurma tapi kita tidak memiliki harta yang lain, jadikan kurma itu menjadi pembela kita diakhirat kelak. Apa kata rasulullah SAW yang artinya “takutlah kamu akan api neraka, jauhkan dirimu dari api neraka, walaupun hanya sebiji kurma”
Maka dalam ramadhan, Allah menyuruh kita untuk memperbanyak melindungi diri kita dari api neraka. Bagaimana caranya?
Beri makan yang berbuka puasa, habiskan setengah harta kita, berikan kepada fakir miskin yang mungkin di bulan itu saja mereka mendapatkan kesenangan. Cuma ramadhan saja, mereka tahu syawal, mereka akan dilupakan oleh orang-orang kaya.
Waktu kita hidup kita masih bisa mendapatkan pertolongan dari saudara kita, tapi bayangkan bagaimana keadaan kita setelah meninggal dunia.
Pertama sekali, seluruh atribut yang kita miliki akan ditanggalkan dari tubuh kita, pakaian dilepaskan, kita ditelanjangkan lalu diganti dengan satu handuk bahkan mungkin kain basahan dikamar mandi, lalu kita dimandikan, dikafankan, tidak ada apapun, lencana tidak ada, semua bintang-bintang tidak ada lagi ditubuh kita.
Setelah itu, apakah kita masih berbangga? Jangankan untuk berbangga diri, nama yang sudah melekat pada tubuh kita bertahun lamanya, tidak lagi dipanggil dihari dilepaskannya pakaian kita, tidak ada yang memanggil “bawa fulan kesini, bawa fulan kesini” tidak ada.
Semua mengatakannya, “tolong bawa mayat itu kesini, tolong bawa jenazah itu kemari” mari kita letakkan jenazah itu untuk kita salatkan, semua menyebut itu jenazah, apa yang hebatnya kita hari ini mengejar dunia.
Apakah kita setelah meninggal, dunia bersedih pada kita, jabatan yang kita tinggal di kantor-kantor dinas, diisi oleh orang lain, teman atau sahabat yang dulu bersama-sama duduk dikantin, hanya bisa bersedih mungkin hanya dua atau tiga hari saja, hari ke emmpat mereka mulai kekantin yang lain bahkan bersama kawan yang lain.
Mereka lupakan semua kenangan bersama kita, isteri dan anak kita yang paling kita cintai, berapa tahunkah akan mengingat kita, paling hanya memajang foto di dinding, kemudian dia punya pengganti kita. Seorang isteri mempunyai suami yang baru, anak punya ayah tiri yang baru, kita dilupakan. Tentu juga kita didalam lobang 1,5 meter tidak ada apa-apanya.
Di saat itulah kita baru menyadari bahwa, pintarkah selama kita hidup didunia? Kalau kita pintar, tentunya kita telah memberikan bekal yang hebat untuk kita diakhirat. Kalau kita bodoh harta kita yang kita tinggalkan diperebutkan oleh anak-anak kita, rumah yang dulu kita habis-habisan membuatnya bertingkat-tingkat ternyata kemudian dijual, mobil yang kita miliki dilelang untuk diambil harta dan dibagikan.
Ada apa orang-orang yang menghidupkan dunianya? ini semua karena kebodohan dalam agama.
Disaat Allah beri kita kesempatan untuk beramal, beramallah. di hari menjelang akhir ramadhan, berapa juz kah kita sudah membaca Alquran, berapa sedekah kah yang sudah kita beri kepada saudara kita, orang tua kita, apakah adik kita menerima cuma hanya 2 kilo gula atau minyak dari kita, agar mereka dapat menyiapkan bekal utuk berbuka puasa ataukah orang miskin disekeliling kita mendapatkan bukaan puasa mereka yang kemarin?
Ini hari menjelang akhir dari kita berpuasa, semua di batasi, jangankan Allah manusia pun membatasinya.
Maka selalu kalimat iklan diantara manusia, kalau sesuatu yang hebat, hadiah yang besar selalu kalimatnya “buruan, buruan”. Karena waktunya terbatas, hanya dari tanggal sekian ke tanggal sekian. Buruan daftar waktu begini, singkat saja. Semua yang enak-enak selalu dibatasi.
Allah tahu ini bulan yang di banjiri hadiah, maka rasul mengatakan pada sahabatnya “seandainya orang tahu apa yang ada di dalam bulan ramadhan, maka dia akan bermimpi dan berangan-angan agar seluruh bulan Ramadhan”.
Sayang, kita melewatkannya.
Bahkan hari ini ada yang belum tahu dirinya berada dalam ramadhan, keluar pagi, mandi pagi lalu menuju ke kantornya, tekan pringer print dan berada di depan laptop atau komputer kadang-kadang nasabah tidak ada atau pasien tidak ada, tidak ada satu ayat pun yang dia baca, dia belum tahu bahwa dia berada di dalam hari-hari yang Allah mengatakan didalamnya, buruan waktunya hanya 30 hari saja, rebutlah hadiah dari Allah, sayang?
Kenapa? Bodoh.
Maka oleh karena itu jadilah orang pintar, persiapkan diri untuk kematian, karena mengingat mati adalah kategori orang-orang pintar disisi Allah SWT dan rasulnya.
Mudah-mudah kita tidak menyia-nyiakan ramadhan sedetik apapun walaupun dalam keadaan apapun. Waalahu a`lam. []