ISLAM telah mengatur segala aspek kehidupan ini dengan sempurna. Termasuk di dalamnya soal mencintai. Islam mengajari kita untuk saling mencintai satu sama lain karena Allah SWT. Tentunya mencintai di sini adalah mencintai saudara muslim kita yang mahram, bukanlah sembarang mencintai lawan jenis terlebih bukan pasangan halal kita.
Dari Habib bin ‘Ubaid, dari Miqdam ibnu Ma’dy Kariba –dan Habib menjumpai Miqdam ibnu Ma’di Kariba-, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian mencintai saudaranya hendaklah dia memberitahu saudaranya itu bahwa dia mencintainya,” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 421/542, shahih kata Syaikh Al Albani).
Dari Mujahid berkata, “Ada salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu denganku lalu ia memegang pundakku dari belakang dan berkata, “Sungguh saya mencintaimu.” Dia lalu berkata, “Semoga Allah yang membuatmu mencintaiku turut mencintaimu.”
Dia berkata, “Kalau sekiranya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak bersabda, “Jika seorang pria mencintai saudaranya hendaklah dia memberi tahu bahwa dia mencintainya“, maka tentulah ucapanku tadi tidak kuberitahukan kepadamu.” Dia lalu menyodorkan sebuah lamaran kepadaku sambil berkata, “Kami memiliki seorang budak perempuan dia buta sebelah matanya (silakan engkau mengambilnya),” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrod 422/543. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).
Inilah ajaran Islam yang mengajarkan untuk saling mencintai. Ketika kita mencintai saudara kita karena Allah, maka ungkapkanlah cinta tersebut dengan mengatakan, “Inni uhibbuk” atau “Inni uhibbuk fillah”. Lalu ketika saudaranya mendengar, maka balaslah dengan mengucapkan “ahabbakallahu alladzi ahbabtani lahu” (Semoga Allah yang membuatmu mencintaiku turut mencintaimu). Dan ini menunjukkan hendaknya cinta dan benci pada orang lain dibangun karena Allah, bukan karena maksud dunia semata.
Ibnu ‘Abbas berkata, “Siapa yang mencintai dan benci karena Allah, berteman dan memusuhi karena Allah, sesungguhnya pertolongan Allah itu diperoleh dengan demikian itu. Seorang hamba tidak adakn bisa merasakan kenikmatan iman walaupun banyak melakukan shalat dan puasa sampai dirinya berbuat demikian itu. Sungguh, kebanyakan persahabatan seseorang itu hanya dilandaskan karena kepentingan dunia. Persahabat seperti itu tidaklah bermanfaat bagi mereka,” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir disebutkan dalam Kitab Tauhid Syaikh Muhammad At Tamimi).
Al Hasan Al Bashri berkata, “Sesungguhnya hamba yang dicintai di sisi Allah adalah yang mencintai Allah lewat hamba-Nya dan mencintai hamba Allah karena Allah. Di muka bumi, ia pun memberi nasehat pada orang lain,” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 224). []
Sumber: Rumaysho.com