Oleh: Novita Sari Gunawan
Aktivis Pergerakan Mubalighoh dan Akademi Menulis Kreatif
BAGAIKAN lentera yang sinarnya menerangi kegelapan. Teduh wajahnya menyiratkan ketenangan atas percumbuan denganNya. Basah lisannya akan rayuan padaNya sang kekasih hati. Sorot matanya tajam bak elang yang senantiasa mengawasi, mengamati segala tindak-tanduk umat, melihat umat taat ia bersujud syukur bahagia.
Bila menyaksikan maksiat ia yang memucat merasakan duka di hatinya. Pandangannya jauh menatap pada sebuah negeri nan penuh pesona, akhirat yang kekal abadi. Dialah, sang Waratsatul Anbiya. Derajatnya telah dipuji oleh Rasulullah saw., melalui lisannya:
الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ
“Ulama adalah pewaris para nabi.” (HR At-Tirmidzi dari Abu Ad-Darda radhiallahu ‘anhu),
Sungguh mulia kedudukan seorang ulama. Menjadi estafet penerus dakwah para nabi. Berdiri di garda terdepan di tengah umat dalam menyeru kepada ketaatan dan meluruskan kemaksiatan. Fatwanya dinanti umat yang tersesat, menuntun kembali kepada jalan yang diridai oleh Allah Swt.
Beratnya menggenggam bara mereka rasakan, mengimbau ketaatan malah dicaci. Berupaya menjelaskan hukum Syara’ tapi dianggap hina. Tak hanya itu, bahkan sampai dipersekusi. Dibatasi ruang geraknya dalam menyampaikan ajaran Islam yang murni. Difitnah dengan tuduhan-tuduhan segala rupa. Kisah ketangguhan, ujian dan kesabaran para nabi dalam berdakwahlah yang menjadi pelipur dihatinya.
Namun, tidak semua ulama memiliki predikat sebagai pewaris nabi. Sebutan ulama su’ mungkin sudah tak asing lagi ditelinga kita. Ulama su’ dianggap kebalikannya seratus delapan puluh derajat dengan ulama pewaris nabi. Memutar-balikkan ajaran mulia yang telah Rasulullah saw. dakwahkan.
Secara bahasa, su’ berarti tercela. Kata su’ memiliki akar yang sama dengan sayyiah, yang berarti jelek. Jika digabungkan, maka Ulama su’ adalah ulama’ yang jelek atau tercela. Imam al-Ghazali menyebutkan dalam kitab Bidayatul Hidayah terkait definisi dari ulama su’.
Imam al-Ghazali mengatakan bahwa ulama su’ adalah orang yang menjadikan ilmunya dan keulamaannya sebagai alat untuk mendapatkan dunia. Yakni bertujuan meraup materi dan memperoleh pangkat atau jabatan. Bisa juga mengharapkan mendayung hingga lebih dari satu pulau yang terlampaui. Meneguk gelimangan materi sekaligus membusung dada di puncak ketenaran dan jabatan.
Imam Ghazali juga mengatakan bahwa Ulama Su’ adalah orang yang terlena dengan tipu daya setan. Disaat setan tak mampu mengajaknya dalam bentuk maksiat yang nyata seperti zina, minum khamr, mencuri, dsb. Ia justru terperdaya agar melencengkan amanah yang ia emban. Agama justru ia jadikan ladang dalam mencari dunia. Imam al-Ghazali pun mengingatkan;
“Hati-hatilah terhadap tipu daya Ulama su’. Sungguh, keburukan mereka bagi agama lebih buruk daripada setan. Sebab, melalui merekalah setan mampu menanggalkan agama dari hati kaum Mukmin. Atas dasar itu, ketika Rasul saw ditanya tentang sejahat-jahat makhluk, Beliau menjawab, “Ya Allah berilah ampunan.” Beliau mengatakannya sebanyak tiga kali, lalu bersabda, “Mereka adalah ulama su’.”
Mereka bergelar ulama atau intelektual muslim, tapi justru menyesatkan muslim dari ajaran Islam dengan menafsirkan al Quran dan as Sunnah sesuai kehendak nafsu dan kepentingannya. Menjauhkan umat dari aturanNya. Sesuatu yang halal dihukumi haram, begitu sebaliknya perihal keharaman malah dianjurkan. Hukum Allah SWT yang sempurna dipilah-pilah seperti menu prasmanan.
Ditengah gelapnya kehidupan Muslim saat ini yang terasa begitu jauh dengan cahaya Islam. Kemaksiatan merajalela seperti korupsi yang menjadi budaya, pergaulan bebas semakin menjulang, kasus narkoba pun mengalami lonjakan setiap tahunnya dan berbagai kerusakan-kerusakan yang seolah tiada henti bagai tak bersua dengan solusi.
Terancamnya generasi hingga pemimpin dan pejabat yang zalim dan tidak amanah membutuhkan peran dan kontribusi Ulama yang akan menyelamatkan kondisi ini. Para Ulama pewaris nabi yang mendakwahkan Islam Kaffah agar dijalankan oleh seluruh kaum Muslim. Demi meraih Ridha Allah SWT Sehingga terwujud Islam yang menjadi Rahmat bagi seluruh alam. Wallahu a’lam biashshawab. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.