Oleh: Fatimah Azzahra, S.Pd
Inilah kisah seorang Habib. Bukan Khabib Nurmaghomedov, tapi Habib bin Zaid. Habib bin Zaid merupakan salah satu pemuda yang ikut bai’at aqobah kedua. Ia bersama ayahnya, Zaid bin A’shim dan ibundanya, Nusaibah binti Ka’ab, ikut mengambil bagian dalam bai’at kepada Rasulullah saw. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa ia termasuk angkatan awal yang beriman kepada Islam.
Sejak baginda Rasulullah saw hijrah ke Madinah, Habib senantiasa di samping Rasul. Tak pernah alfa dalam mengikuti peperangan di bawah panji Islam.
Dikisahkan, lahir dua pendusta yang menyatakan diri mereka sebagai Nabi Allah. Mereka menggiring umat kepada lembah kesesatan. Salah satunya adalah Musailamah Al Kadzab dari Yamamah. Ia membuat anak buahnya percaya padanya dan menghasut mereka untuk memusuhi orang-orang dari kalangan suku mereka yang beriman pada Nabi Muhammad saw. Ia pun menolak utusan-utusan Rasul yang datang ke Yamamah.
Baca Juga: Hendak Hadiri Haul Akbar di Manado, Habib Bahar Bin Smith Dihadang Ormas Adat di Bandara
Suatu ketika, Musailamah mengirim surat kepada Rasulullah saw. yang berisi komplain tentang pembagian hasil bumi. Suratnya oleh Rasul dibalas dengan untaian kata penuh cahaya hidayah,
“Bismillahirrohmanirrahim.. Dari Muhammad Rasulullah kepada Musailamah si Pembohong. Salam bagi orang yang mau mengikuti petunjuk.. Kemudian ketahuilah bahwa bumi itu milik Allah, diwariskan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya, sedang akhir kesudahaan akan berada dipihak orang-orang yang taqwa!”
Baca Juga: Diduga Terima Suap Proyek Meikarta, Bupati Bekasi Ditangkap KPK
Namun, untaian kata penuh cahaya hidayah ini tak jua menyadarkan si Pembohong Musailamah. Justru ia dan kaumnya semakin sesat dan menyesatkan. Hingga akhirnya Rasulullah saw mengirim salah seorang utusan pilihan untuk mengakhiri segala penyimpangan, kesesatan, dan kebodohan. Ialah Habib bin Zaid.
Sepertinya cahaya Islam yang dibawa Habib tak terlihat oleh si Pembohong Musailamah. Menerima surat dan utusan Rasul yang mulia, Musailamah malah murka. Ia menyiksa Habib dengan siksaan yang dahsyat. Tak cukup disitu, ia pun ingin menghinakan Habib di hadapan kaumnya. Ia ingin melucuti keberanian dan keimanan Habib di hadapan khalayak. Habib disiksa dan diminta untuk mengakui kerasulan Musailamah.
Di tengah deraan siksaan yang diterima Habib, Musailamah bertanya, “Apakah kamu mengakui bahwa Muhammad itu utusan Allah?”
“Benar,” ujar Habib, “Saya mengakui bahwa Muhammad utusan Allah”.
Merah padamlah muka si Pembohong Musailamah, “Dan kamu mengakuiku sebagai utusan Allah?” tanyanya lagi.
“Tak pernah saya mendengar tentang itu!” kata Habib.
Hitam legamlah wajah Musailamah saking marahnya ia pada Habib. Musailamah pun bangkit memanggil algojonya dan menikam tubuh Habib dengan ujung pedangnya. Dengan buas ia juga menyayat dan memotong tubuh Habib. Habib yang tubuhnya sudah tak berdaya masih mendengungkan senandung sucinya, “Lailaha illallah, Muhammadur Rasulullah”.
Berita syahidnya sang utusan mulia ini sampai di telinga Rasulullah saw. Dengan hati tabah ia menyerahkan diri pada putusan Tuhannya. Karena dengan cahaya ilahi ia dapat melihat akhir kesudahan si Pembohong Musailamah di hari pembalasan.
Ibunda tercinta berjanji akan meneruskan perjuangan putra tercintanya, mengakhiri kesesatan yang ditimbulkan Musailamah. Saat yang dinanti pun tiba. Pada masa kepemimpinan Abu Bakar Shiddiq, beliau ra mengerahkan tentara Islam menuju Yamamah dimana Musailamah telah menyiapkan pasukan terbesarnya.
Nusaibah yang sudah berpengalaman ikut peperangan, tak ketinggalan ikut bagian dan terjun dalam kancah peperangan Yamamah kali ini. Tangan kanannya memegang pedang dan tangan kirinya menggenggam tombak. Sementara lisannya tak henti meneriakkan, “Dimana Musailamah musuh Allah itu?”
Dan tatkala Si Pembohong Musailamah tewas, dan para pengikutnya berguguran bagai kapas yang bertebaran. Panji-panji Islam berkibar dengan megahnya. Nusaibah berdiri tegak dengan tubuh yang penuh dengan luka bekas tebasan pedang dan tusukan tombak. Tapi wajahnya tersenyum karena melihat wajah putra tercintanya yang terlebih dulu syahid, di panji-panji Islam yang berkibar megah. Bangga mengisi ruang kalbunya, putranya menjadi syuhada karena membela Islam dan memperjuangkan agama Allah yang mulia ini. Syahid dalam memeluk keimanan pada Allah dan Rasul-Nya.
Itulah salah satu kisah pemuda yang bisa kita jadikan inspirasi. Pemuda yang teguh memegang keimanan walau nyawa jadi taruhan. Karena ia sadar akan akhir yang indah yang Allah berikan. Surga yang abadi dan nikmat tiada tandingan.
Wallahu’alam bish shawab.