Oleh: Muhammad Ahsani Taqwim
Universitas Al Azhar Indonesia
taqwimmamat12@gmail.com
KITA bisa melihat sendiri bagaimana pola asuh yang diberikan kepada anak dari masing-masing orang tua yeng memiliki latar belakang yang berbeda beda, dan ini menyebabkan perilaku anak yang berbeda beda pula. Kita sadar bahwa keluargalah yang menjadi sekolah pertama bagi anak itu sendiri. Keluarga yang menentukan awal mula pada karakter si anak, dan nantinya akan di bawa ke lingkungan anak itu ketika bermain.
Islam sudah mengajarkan berbagai macam cara untuk mengasuh anak dengan pola yang benar, dengan pola yang sudah di ajarkan Raulullah SAW. Keluarga menjadi pilar utama tanggung jawab pada perkembangan anak, Islam memandang bahwa kedua orang tua memiliki tanggung jawab terhadap pertumbuhan fisik dan perkembangan psikis anaknya bahkan lebih dari itu membebaskan anaknya dari siksaan api neraka.
Sebagaimana firman Allah Swt: Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. at-Tahrim: 6)
Pola asuh adalah cara yang digunakan dalam usaha membantu anak untuk tumbuh dan berkembang dengan merawat, membimbing dan mendidik, agar anak mencapai kemandiriannya (Kamus Bahasa Indonesia, 2000). Pada dasarnya pola asuh adalah suatu sikap dan praktek yang dilakukan oleh orang meliputi cara memberi makan pada anak, memberikan stimulasi, memberi kasih sayang agar anak dapat tumbuh kembang dengan baik. (Jus’at, 2000)
Anak sholeh merupakan harapan semua orang tua. Anak sholeh terbentuk karena adanya perhatian orang tua terhadap asupan makanan dan pola asuh yang benar dalam Islam. Rasulullah Saw. bersabda: “Anak yang shaleh adalah bunga surga,” (al-Hadits).
Islam mengajarkan kepada kita, anak yang sudah berumur 7-12 tahun sudah dianjurkan bahkan sudah di wajibkan untuk sholat berjama’ah, dan orang tua harus memukul anaknya yang tidak mengikuti perintah tersebut. Disinilah orang tua harus pandai melihat perintah dari hadits tersebut.
Rasulullah SAW bersabda: Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari datuknya berkata : Rasulullah SAW, bersabda : “ Suruhlah anak-anak kecil kamu melakukan sembahyang pada ( usia ) tujuh tahun, dan pukullah mereka (bila lalai) atasnya pada (usia) sepuluh tahun, dan pisahkanlah mereka di tempat-tempat tidur.” (H.R. Ahmad dan Abu Daud), (Muhammad Hamidy, dkk., 1978 : 282).
Yang perlu menjadi catatan disini yaitu, pertama, ketika memukul anak, hendaklah tangan kita tidak sampai terlihat ketiak. Artinya jangan sampai kelihatan ketiak kita, pukulah anak kita perlahan tetapi terlihat tegas agar anak kita paham akan maksut dari hadits tersebut. Kedua, jangan terlalu memanjakan anak kalau anak tidak ingin shalat, justru kita harus memberikan pemahaman yang lebih pada anak kita agar paham akan makna shalat itu sendiri.
Ketika semua dipraktikkan dengan benar, maka anak kita yang semula nya anak-anak, akan menjadi remaja yang taat akan ibadah kepada Allah SWT. Remaja yang sudah mendapatkan pendidikan yang benar ketika itu akan mudah berdaptasi dengan lingkungannya dan bisa mebuat mekanisme pertahanan diri yang baik, dan yang pastinya tidak melanggar perintah Allah SWT. []
Kirim tulisan Anda yang sekiranya sesuai dengan Islampos lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word, ukuran font 12 Times New Roman. Untuk semua tulisan berbentuk opini, harap menyertakan foto diri. Isi tulisan di luar tanggung jawab redaksi.