Oleh: Aqiel Sifa’ Abdallah Putra
siyfaputra@gmail.com
BERBICARA tentang selayang pandang di sini dengan maksud, untuk mengetahui latar belakang atau keadaan suatu tempat atau wilayah, baik dari segi demografi. Banyumas merupakan sebuah kabupaten yang terletak di sebelah utara Pulau Jawa. Kabupaten ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Tegal, Kabupaten Pemalang, dan Gunung Slamet di sebelah utara. Di sebelah barat berbatas dengan Kabupaten Cilacap, sebelah timur berbatasan juga dengan Kabupaten Cilacap, dan Kabupaten Brebes. Terakhir di sebelah selatan beratasan langsung dengan Kabupaten Purbalingga, Kebumen, dan Banjarnegara.
Kabupaten yang beribukota Purwokerto ini memiliki keunikan tersendiri dari segi tatanan ruang publiknya seperti penempatan sistem macapat, sehingga menambah keindahan dan keasrian di dalamnya. Banyumas sendiri juga memliki adat, bahasa, budaya, kuliner, dan tempat wisata yang khas yang dapat membuktikan bahwa kabupaten ini memang sudah kuno dengan kata lain sudah berdiri sejak lama, ketika zaman nenek moyang.
Banyumas ini sangat kental dengan bahasa lucunya yakni ngapak, yang kemudian diikuti oleh kabupaten tetangga yakni, Purbalingga, Brebes, Kebumen, Tegal, Banjarnegara, dan sebagian Wonosobo. Sedangkan sistem administrasi sendiri sangat teratur dengan adanya 27 kecamatan, 301 desa, dan 30 kelurahan dan terdapat masing-masing pemimpin di dalamnya untuk menyukseskan Banyumas sebagai kota administratif nantinya. Begitupun dengan selayang pandang mengenai adat, budaya, dan lain-lain yang harus harus dikatahui oleh diri kita masing-masing guna menambah wawasan pengetahuan.
Selain di Arab agama Islam sangat berkembang dan sukses di dalamnya, ini disebabkan karena pembawaannya tidak berbenturan dengan kondisi struktual masyarakatnya. Begitu juga islam masuk ke Pulau Jawa tepatnya di Banyumas, mempunyai jalan atau sejarah tersendiri. Islam masuk ke Banyumas dibawa oleh Syekh Ma’dum Wali dari Demak dan sengaja untuk datang kesana pada abad ke-15. Beliau diutus oleh Raden Patah untuk menyebarkan islam di sana dengan syarat tidak dengan kekerasan, tetapi menggunakan jalan damai dalam lingkup ini berarti dakwah.
Di masa itu Kadipaten Pasir Luhur dipimpin oleh Bupati Raden Banyak Blanak dengan patihnya bernama Wirakecana alias Raden Banyak Glek. Merekea adalah kakak adik dan kagetnya mereka berdua menyambut kedatangan Syekh Ma’dum Wali dengan baik dan setuju ingin membantu menyebar dakwah keislamannya.
Atas kebaikannya dalam membantu dakwah beliau secara bergantian mereka dipanggil oleh Raden Patah untuk menghandiri acara Pisowanan, baik itu Raden Banyak Blanak dan Raden Banyak Glek mendapat gelar Mangkubumi I dan Mangkubumi II.
Muncullah persoalan yang lebih panas yakni Raden Banyak Tole putra dari Raden Banyak Blanak, yang bersama prajuritnya ingin mengusir Syekh Ma’dum Wali dengan kata lain tidak senang dengan kehadiran beliau. Hal itu dilakukan dengan menyerang Kerajaan Demak sekaligus, walaupun sebenarnya Raden Toleh mempunyai kesaktian yang lebih tetapi, hal itu tidak sepadan dengan Kerajaan Demak yang mempunyai kekuatan yang lebih jauh. Akhirnya dengan berbagai usaha semua itu bisa ditumpas oleh Kerajaan Demak dan Raden Toleh tersebut terbunuh.
Setelah peperangan tersebut terjadi, Raden Banyak Blanak merasa sakit batin dan stress karena memikirkan anaknya yang keras kepala. Setelah itu menderita sakit dan akhirnya meninggal, lalu dimakamkan di pesarean sebelah utara. Sementara itu Islam terus didakwahkan di Kadipaten Pasir Luhur tepatnya di Banyumas dibantu Oleh Raden Mangkubumi I dan II yang mana nanti selanjutnya islam di sebarkan oleh Syekh Abdul Malik bin Muhammad Ilyas hingga saat ini. Sebagai bukti agama islam di Banyumas tetap berkembang walaupun sudah berbeda zaman dan generasi yang berbeda.[]