SUAMI merupakan kepala rumah tangga. Ia memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah lahir dan maupun batin. Tidak bisa sang suaminya hanya memberikan salah satunya saja, karena itu akan membuat istri merasa tidak nyaman.
Sering kita mendengar suami yang ingin meng-ilaa istrinya. Ada banyak hal yang membuat suami melakukan hal itu, salah satunya merasa dikecewakan oleh istri. Namun, tindakan tersebut akan membuat batin sang istri merasa sakit. Di mana ia akan merasakan serba salah, karena tidak diperlakukan seperti layaknya seorang istri. Lalu, apa hukum suami yang melakukan ilaa tersebut?
Ilaa artinya “kelebihan”. Tetapi dalam surah Al-Baqarah ayat 226, meng-ilaa’ istri itu maksudnya ialah bersumpah tidak akan mencampuri istri.
Dengan sumpah ini seorang wanita menderita, karena tidak disetubuhi dan tidak pula diceraikan. Maka, dengan turunnya ayat tersebut, suami setelah empat bulan harus memilih antara kembali menyetubuhi istrinya lagi dengan membayar kafarat sumpah atau menceraikan.
“Kepada orang-orang yang meng-ilaa’ istrinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (QS. Al-Baqarah: 226). []
Sumber: Anda Bertanya Islam Menjawab/Karya: Prof. Dr. M. Mutawalli asy-Sya’rawi/Penerbit: Gema Insani