HENINGNYA malam, saat setiap raga terlelap di alam mimpinya. Ada sekeping hati terbangun dalam gelisah. Ia datang sembari merangkak dan tersungkur dalam kepasrahan.
Tak ada yang dapat ia lakukan selain membasuh seluruh raganya dengan air untuk menyucikan. Lalu dengan tertatihnya ia datang. Dibentangkannya selembar permadani cinta. Ia berdiri sembari menyebutkan kalimat cinta. Tak ada yang ia hiraukan kecuali hanya menikmati saat-saat bercinta dengan sang kekasih.
Ia curahkan seluruh keluh kesah dan penyesalan atas kebodohannya. Hingga air mata tak bisa lagi tertahan dalam bendungan dan jatuh ke lautan pengaduan.
Kau tatap pilunya wajah ini saat rintik air membasahi. Tak ada lagi yang tertahan di bibir sang pengadu. Kau sambut dan Kau dekap sekeping hati ini dalam dekapan sujud.
Ku lihat karang di lautan lepas lambat laun terkikis dengan deburan air. Ku harap begitu pula dengan karang dalam jiwa ini.
Begitu kerasnya hingga tetesan air mata tak henti-hentinya mengikis. Mengikis rasa ego, rasa ujub, rasa kikir, dan rasa sombong, yang telah menjadi karang dalam lautan jiwa.
Hingga hari-hari seakan tak lepas dari pertanyaan-pertanyaan hakikat hati dan hidup ini. Saat hati ini mengejar kerapuhannya dengan angkuh.
Hingga Cahaya itu datang dan menembus sempitnya celah hati. Di dalam didikan sepertiga malam Mu. Karena engkau sang pemilik kerajaan hati setiap insan. []