MUSLIM Uighur kembali jadi sorotan dunia. Â Mereka diduga ditahan di kamp konsentrasi oleh pemerintah China. Nasibnya mirip dengan etnis Rohingya. Mereka mengalami diskriminasi di negara tempat tinggal mereka sendiri.
Siapa sebenarnya bangsa Uighur tersebut?
Uighur merupakan etnis minoritas di China yang secara kultural dekat dengan bangsa Turk, daripada mayoritas bangsa Han. Bangsa Uighur mulai dikenal pada awal abad 20 ketika mereka mendeklarasikan kemerdekaan dengan nama Turkestan Timur.
BACA JUGA:Â Ini Pengakuan Seorang Muslim Uighur yang pernah Ditahan oleh Pemerintah China di Kamp Detensi
Mengapa pemerintah China bersikap otoriter terhadap muslim Uighur? Menurut kajian yang dilansir dari Global Voices, Beijing punya kecurigaan terhadap etnis Uighur sejak dua abad lalu.
Nasib malang bangsa Uighur berawal saat perang dunia pecah. Saat itu warga Xinjiang, termasuk Uighur, berusaha bergabung dengan Soviet. Namun tak berhasil, karena pasukan nasionalis kiriman Beijing akhirnya kembali memaksa warga Uighur bertahan dalam wilayah kedaulatan RRC pada 1949.
Sejak itu, warga Uighur dicap punya kecenderungan ‘memberontak’ oleh petinggi di Beijing. Hal ini diperparah dengan kebijakan ekonomi China yang mengutamakan etnis Han.
Pemerintah China juga menaruh rasa curiga pada Uighur. Mereka dianggap ingin melepaskan diri dari RRC. Human Right Watch melaporkan, lebih dari 10 juta warga Uighur dipersulit untuk membuat paspor. Berbeda halnya dengan bangsa Han yang segala sesuatunya diberikan kemudahan oleh pemerintah.
Akibat perlakuan diskirminasi itu, akhirnya bangsa Uighur menyerang balik bangsa Han. Sasaran mereka adalah aparat dari etnis Han.
Pada Januari 2007, 18 orang Uighur ditembak mati dengan tuduhan bergabung dengan jaringan teroris internasional. Mereka kemudian dilarang untuk menjalankan syariat Islam, termasuk mengaji dan puasa.
BACA JUGA:Â Cina Perluas Kamp Tahanan Muslim Uighur Tiga Kali Lipat
Baru-baru ini, pemerintah China membangun sebuah kamp yang diduga menjadi tempat untuk mengisolasi jutaan muslim Uighur. Kamp detensi tersebut disebut pemerintah China sebagai sekolah vokasi untuk membekali mereka dengan keterampilan hidup.
Namun, seorang wanita muslim Uighur bernama Mihirigul Tursun membeberkan kisah pedih yang dialaminya selama ditahan di kamp detensi milik pemerintah China tersebut. Kisah itu diungkapkannya di forum National Press Club di Washington DC, Amerika Serikat (AS).
Tursun menuturkan, selain siksaan fisik, petugas keamanan China juga kerap melontarkan ucapan diskiriminatif. Dia bahkan meminta mati karena tidak kuat menahan siksaan yang di deritanya. []
SUMBER: ASSOCIATED PRESS (AP) NEWS | GLOBAL VOICES