INGATLAH bahwa adzab yang diturunkan Allah subhanahu wa ta’ala terhadap seseorang di dunia bisa berbagai macam bentuknya. Kekurangan harta, bencana alam, peperangan, sakit, atau bahkan kematian. Cukuplah kiranya pelajaran kaum terdahulu yang diadzab oleh Allah subhanahu wa ta’ala dengan berbagai macam penyakit yang aneh dan sulit disembuhkan.
Hal itu dikarenakan mereka tetap bertahan di dalam kekafiran, padahal bukti-bukti dan tanda-tanda kebesaran-Nya telah ditampakkan di hadapan mereka. Firman Allah, “Dan demikianlah Kami menurunkan al-Quran dalam bahasa Arab, dan Kami telah menerangkan dengan berulang kali, di dalamnya sebahagian dari ancaman, agar mereka bertakwa atau (agar) al-Quran itu menimbulkan pengajaran bagi mereka,” (QS. Thaahaa: 113).
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang kafir baik harta mereka maupun anak-anak mereka, sekali-kali tidak dapat menolak adzab Allah dari mereka sedikitpun,” (QS. Ali ‘Imraan: 116).
Lihatlah bahwa adzab yang diturunkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala tidak dapat ditahan, baik oleh harta ataupun sanak saudara kita. Demi Allah, saat adzab itu telah sampai pada kita, tidak ada tangan-tangan yang sanggup menahannya, baik tangan manusia, jin, ataupun malaikat. Jangan sampai kita menjadi seperti Fir’aun yang baru bertaubat saat ajal di depan mata, dimana Allah subhanahu wa ta’ala telah menutup pintu ampunan-Nya. Semoga kita bukan termasuk orang yang diberi adzab di dunia ataupun di akhirat.
BACA JUGA: Sakit Hatinya Seorang Ulama Membawa Duka
Sakit adalah Cinta
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa menguji hamba-hambaNya untuk menilai siapa yang memang benar-benar memiliki ketulusan iman. Siapa di antara hamba-hambaNya yang sabar, yang sanggup bertahan, baik dalam susah maupun senang. Inilah golongan yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala. Para sahabat berkata saat golongan ini sedang ditimpa sakit, “Demam sehari dapat menghapuskan dosa setahun.”
Imam Ibn Qayyim al-Jawziyyah dalam Ath Thibb An Nabawi menafsirkan riwayat atsar ini dalam dua pengertian. Pertama, bahwa demam itu meresap ke seluruh anggota tubuh dan sendi-sendinya. Sementara jumlah tiap sendi-sendi tubuh ada 360. Maka, demam itu dapat menghapus dosa sejumlah sendi-sendi tersebut, dalam satu hari.
Kedua, karena demam itu dapat memberikan pengaruh kepada tubuh yang tidak akan hilang seratus persen dalam setahun. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa meminum minuman keras, maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari.” Karena pengaruh minuman keras tersebut masih tetap ada dalam tubuhnya, pembuluh nadi, dan anggota tubuh lainnya selama empat puluh hari. Wallahu a’lam. Beliau mengakhiri perkataannya.
Hal tersebut dapat dipahami dan diterima walaupun beliau (Imam Ibn al-Qayyim) masih belum mengetahui kedudukan atsar tersebut, karena kita senantiasa mengingat do’a yang seringkali diucapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat beliau menjenguk orang sakit. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa mengucapkan, “Laa ba’sa thahuurun, insya Allahu ta’ala.” Tidak mengapa, insya Allah menjadi pembersih (atas dosa-dosamu). Inilah yang dimaksud bahwa Islam memandang sakit bisa bermakna cinta. Cinta dari Sang Ilahi agar hambaNya tidak mendapatkan azab di akhirat, maka Dia membersihkan segala noda dan dosanya di dunia.
Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam pernah bersabda, “Sesungguhnya besarnya pahala (balasan) sangat ditentukan oleh besarnya cobaan. Dan jika sekiranya Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menguji dan memberikan cobaan kepada mereka,” (HR. Tirmidzi dan Baihaqi).
Dari Abdullah ibn Mas’ud radhiyallahu ’anhu diriwayatkan bahwa ia menceritakan: Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, “Setiap muslim yang terkena musibah penyakit atau yang lainnya, pasti akan Allah hapuskan berbagai kesalahnnya, seperti sebuah pohon meruntuhkan daun-daunya,” (HR. Muslim).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Cobaan itu akan selau menimpa seorang mukmin dan mukminah, baik pada dirinya, pada diri anaknya ataupun pada hartanya, sehingga ia bertemu dengan Allah tanpa dosa sedikit pun,” (HR. Tirmidzi).
Begitu pula, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, “Tiadalah kepayahan, penyakit, kesusahan, kepedihan dan kesedihan yang menimpa seorang muslim sampai duri di jalan yang mengenainya, kecuali Allah menghapus dengan itu kesalahan-kesalahannya,” (HR. Bukhari dan Muslim).
Seorang wanita datang menemui Nabi shallallahu ’alaihi wasallam, ia berkata, “Saya mengidap penyakit epilepsi dan apabila penyakitku kambuh, pakaianku tersingkap. Berdoalah kepada Allah untuk diriku.” Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, “Kalau engkau bersabar, engkau mendapatkan jannah. Tapi kalau engkau mau, aku akan mendoakan agar engkau sembuh.” Wanita itu berkata, “Aku bersabar saja,” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan bahwa ia menceritakan: Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, “Kalau seorang hamba sakit atau sedang bepergian, pasti Allah akan menuliskan baginya pahala seperti saat ia mengamalkan ibadah di masa masih sehat dan sedang bermukim,” (HR. Bukhari).
BACA JUGA: Orang Sakit Mental, Ini Cirinya
Al Faqih Muhammad ibn Shalih Al-‘Utsaymin rahimahullah berkata, “Apabila engkau ditimpa musibah maka janganlah engkau berkeyakinan bahwa kesedihan atau rasa sakit yang menimpamu, sampai pun duri yang mengenai dirimu, akan berlalu tanpa arti. Bahkan Allah akan menggantikan dengan yang lebih baik (pahala) dan menghapuskan dosa-dosamu dengan sebab itu. Sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya.”
Hendaklah kita bersabar dan ridha terhadap sakit yang menimpa kita. Dengan bersabar, kita akan mendapatkan apa yang dijanjikan Allah terhadap orang yang bersabar, “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas,” (QS. Az-Zumar: 10).
Selain itu, Imam Ibn Qayyim al-Jawziyyah berpendapat bahwa sakit, khususnya demam, sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Karena, menurutnya, orang yang sedang demam akan meninggalkan makanan yang buruk dan kemudian beralih kepada makanan yang baik-baik. Ia pun akan mengonsumsi obat-obatan yang bermanfaat bagi tubuh. Hal ini tentu akan membantu proses pembersihan tubuh dari segala macam kotoran dan kelebihan yang tidak berguna. Sehingga prosesnya mirip api terhadap besi yang berfungsi menghilangkan karat dari inti besi. Proses seperti ini sudah dikenal di kalangan medis. Karenanya tidak heran jika Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, “Tidak ada penyakit yang menimpaku yang lebih aku sukai daripada demam. Karena demam merasuki seluruh organ tubuhku. Sementara Allah akan memberikan pahala pada setiap organ tubuh yang terkena demam.” []