MENGAPA banyak orang tidak bahagia dalam kehidupannya? Karena mereka membandingkan secara salah dengan orang lain. “Membandingkan” inilah yang sering menjadi masalah, karena cara membandingkannya salah. Membandingkan yang benar itu misalnya, “masih banyak orang lain yang lebih sengsara dari kita”, maka dirinya bisa bersyukur dan bahagia walau sedang dilanda banyak masalah.
Membandingkan yang salah itu misalnya, “betapa banyak orang kaya di sekitar kita, hanya kita yang miskin”. Maka dirinya akan merasa menderita dan tidak bahagia, dan menganggap kebahagiaan adalah miliki si kaya itu.
BACA JUGA: 2 Kunci Kebahagiaan dalam Pernikahan
Beginilah kehidupan kita di zaman cyber ini. Sangat banyak orang menderita dan tidak bahagia karena membandingkan. Apalagi di zaman sekarang terlalu banyak sarana yang membuat orang mendapatkan bandingan. Karena memiliki bandingan, dampaknya orang mulai membandingkan. Padahal sebelumnya tidak pernah membandingkan, karena tidak memiliki bandingan. Berikut saya ambil contoh membandingkan yang membuat tidak bahagia.
1 Pertama, membandingkan kecantikan dan ketampanan
Instagram dan berbagai fitur media sosial lainnya, telah mengobral wajah-wajah cantik, bening dan menarik. Cewek-cewek Korea yang putih mulus, perempuan muslimah yang ayu dan anggun, terpampang wajahnya melalui akun instagram, facebook, path dan media lainnya.
Lelaki dengan mudah memelototi wajah-wajah cantik tersebut. Akhirnya ia merasa, betapa jauh kecantikan istrinya dibandingkan wajah-wajah bening di instagram tersebut. Ia mulai merasa tidak bahagia dengan kondisi sang istri.
Demikian pula seorang perempuan merasa, betapa sangat tidak standar wajah dan penampilan suaminya. Sangat banyak cowok ganteng dan lelaki salih, wajah mereka menghiasi akun instagram dan aneka media lainnya. Betapa keren cowok-cowok itu, betapa sangat jauh dibanding dengan suaminya yang di bawah standar.
Suaminya bukan hanya berwajah pas-pasan, namun sangat jauh di bawah harapan. Ini dirasakan karena istri mulai memiliki bandingan. Ia mulai merasa tidak bahagia dengan kondisi penampilan suami.
Padahal, menurut para ulama, anda bisa menjadikan istri anda sebagai perempuan paling cantik di muka bumi ini. Caranya, jangan memelototi perempuan lain. Anda bisa menjadikan suami anda sebagai lelaki paling ganteng di muka bumi ini. Caranya, jangan memelototi laki-laki lain. Cukuplah pasangan halal anda, dan bersyukurlah. Jangan membandingkan.
2 Kedua, membandingkan kesalihan
Bahkan di zaman sekarang, kesalihan pun mudah dibandingkan. Media sosial membuat pencitraan yang luar biasa luas pengaruhnya. Seorang lelaki yang selalu memposting hal-hal postif seperti : “alhamdulillah, telah menyelesaikan tilawah dua juz hari ini” membuat netizen berkesimpulan, betapa salih dirinya.
Betapa banyak tilawahnya. Sangat jauh dibanding suamiku. Ternyata suamiku malas ibadah, ternyata suamiku tidak salih. Di luar sana, banyak lelaki lebih salih dan lebih ganteng dari suamiku. Ia mulai mempersoalkan standar kesalihan suaminya.
Demikian pula seorang lelaki, ia bisa terkagum-kagum atas ke-salihah-an seorang wanita muslimah, yang rajin memposting kegiatan pengajian dan ibadahnya. Misalnya: “hari ini buka puasa ayamul bidh bersama teman-teman pengajian, betapa indahnya hidup dalam ukhuwah”.
Sungguh tausiyah yang indah dan penuh motivasi, namun di sana ada lelaki yang merasa istrinya sangat jauh dari standar wanita salihah. Ternyata istriku malas ibadah, dan tidak salihah, dibanding wanita-wanita muslimah lainnya. Ia mulai merasa tidak bahagia atas kondisi istrinya, padahal sebelumnya biasa saja.
3 Ketiga, membandingkan keharmonisan
Seorang istri melihat foto-foto mesra teman facebook bersama pasangannya. Foto itu menghiasi halaman facebook temannya itu. Ia mulai membandingkan, “betapa harmonis keluarga dia. Tampak serasi dan selalu mesra.
Suamiku sangat jauh dibandingkan suaminya. Sulit bersikap romantis. Tidak kayak suaminya”. Nah, ini akibat membandingkan dengan salah, ia mulai merasa nyesek dengan keadaan suaminya.
Demikian pula seorang lelaki yang melihat foto-foto temannya di instagram sedang travelling dengan sang istri. Foto temannya itu diunggah di instagram dan menghiasi postingan instagram, tengah naik motor berdua dengan sang istri.
Lelaki ini mulai membandingkan, “betapa sulit istriku diajak bepergian seperti ini. Apalagi naik motor jarak jauh. Ia selalu menolak. Tidak seperti istri temanku yang mudah diajak travelling berkendara motor”. Ia mulai nyesek dengan keadaan istrinya, setelah ada perbandingan.
4 Keempat, membandingkan kebahagiaan
“Kami selalu bahagia”, tulis seseorang di akun facebooknya, disertai gambar satu keluarga yang tengah tamasya di Bali. Seorang istri menunjukkan foto itu kepada suaminya, “Lihat betapa bahagia keluarga ini. Mereka selalu punya waktu rekreasi bersama”.
Padahal itu sekali-kalinya mereka rekreasi dan diunggah ke facebook. Sang istri mulai memiliki bandingan tentang kebahagiaan, bahwa bahagia itu rekreasi ke Bali bersama seluruh keluarga.
“Kapan dong kita ke Bali sekeluarga?” tanya sang istri, yang membuat suami merasa tidak nyaman, karena dibandingkan. Nah, seperti ini dampak membandingkan. Pasti membuat tidak bahagia.
Bahagia Mana : Pejabat atau Tukang Becak?
Siapa sebenarnya yang bahagia, pejabat atau tukang becak? Alkisah, seorang pejabat termenung di kamar hotel bintang lima. Ia tengah stres memikirkan masalah yang sedang dihadapi pada jabatannya.
Ada terlalu banyak masalah dalam jabatan barunya. Salah-salah ia bisa terancam penjara dan kehilangan jabatannya. Beberapa malam terakhir ia tidak bisa tidur nyenyak. Lelah, penat, dan tidak tenang pikiran dan hatinya.
Ia ingin melakukan refresing. Maka siang itu ia berjalan kaki untuk mencari angin segar di luar hotel. Ia berjalan pelan saja di sepanjang trotoar. Ia melihat banyak aktivitas manusia dengan segala coraknya. Di trotoar jalan, tampak becak berderet-deret menunggu calon penumpang.
Tiba-tiba matanya menatap seorang lelaki tengah baya, berkulit coklat kehitaman, berpakaian seadanya. Lelaki itu tampak tertidur pulas di atas becaknya, seperti tidak memiliki beban apa-apa.
Ia membayangkan, betapa damai hati tukang becak itu. Mungkin saja ia berasal dari kampung dengan kondisi sederhana, namun tampak bisa menikmati hidupnya. Mungkin isteri dan anak-anaknya hidup sangat sederhana, namun toh mereka bisa merasa bahagia dengan apa yang ada.
Dibandingkan dengan kondisi dirinya yang memiliki berbagai fasilitas kemewahan, namun semua justru menimbulkan beban pikiran dan tekanan perasaan. Ia merasa tidak bisa menikmati kebebasan dan kebahagiaan.
Mata sang pejabat berkaca kaca. Andai saja ia bisa merasakan ketenangan dan kedamaian perasaan seperti yang dialami tukang becak itu. Betapa nyenyak tidurnya. Tubuh tukang becak yang kurus itu tampak tertekuk di atas jok becak, dan lihatlah betapa pulas tidurnya. Betapa bahagia jika bisa tidur nyenyak seperti itu. Ia ingin merasakan tidur nyenyak.
Begitulah kehidupan berjalan. Seseorang akan selalu melihat kondisi orang lainnya. Membandingkan, mengandaikan, membayangkan, mengkhayalkan. “Andai saja aku bisa seperti dia, betapa bahagianya….” Orang Jawa menyebut, hidup itu “sawang sinawang”, saling melihat kepada yang lain.
Berhentilah Membandingkan, Anda Akan Bahagia
Membandingkan secara salah, ini yang membuat orang tidak bahagia. Karena ia mengharapkan sesuatu yang tidak nyata. Ia mengkhayalkan sesuatu yang bukan dirinya. Ia membayangkan posisi yang bukan haknya.
Ia terus dikejar keinginan yang tidak pernah kesampaian. Ia mengejar kebahagiaan seperti yang ia lihat pada orang lain. Ia mencari kebahagiaan sebagaimana ia saksikan pada banyak kalangan manusia.
Itulah sebabnya orang tidak bahagia. Karena ia mencari dari orang lain. Ia tidak masuk ke dalam dirinya sendiri, dan menemukan kebahagiaan di dalam dirinya sendiri. Harusnya ia selalu menikmati semua yang ada.
Merasakan kasih sayang Allah dalam setiap kejadian yang menimpanya. Menghayati kehidupan dari semua pemberian Allah yang didapatkan setiap hari. Sedikit atau banyak, itu tinggal cara kita menikmatinya.
Becak atau mobil mewah, itu hanya benda-benda, sama dengan benda lainnya. Orang bosan setiap hari naik mobil mewah, ia akan merasa bahagia suatu ketika naik becak. Orang bosan setiap hari naik becak, ia akan merasa bahagia naik mobil suatu ketika. Karena mobil mewah dan becak hanyalah benda-benda. Bukan di situ letak bahagia.
Jabatan, posisi, kedudukan itu hanyalah atribut kehidupan, sama dengan atribut lainnya. Orang mengira posisi di atas dirinya itu yang membahagiakan. Padahal posisi yang diinginkan itu hanyalah atribut kehidupan. Asesoris kehidupan, sama dengan asesoris yang lainnya. Bukan di situ letak bahagia.
Bahagia itu letaknya di dalam jiwa. Bukan pada benda-benda. Bukan pada atribut dan asesoris kehidupan. Maka carilah kebahagiaan dengan menyelam ke dalam jiwa kita sendiri. Bukan dengan mengkhayalkan hak orang lain yang tidak kita miliki.
Jika anda terus mencari-cari kebahagiaan kepada benda-benda, selamanya anda tidak akan pernah bisa merasakan bahagia. Jika anda terus menerus mencari kebahagiaan kepada atribut-atribut, selamanya anda tidak akan pernah bisa merasakan bahagia.
Demikian pula dalam kehidupan berumah tangga. Bahagia itu akan selalu didapatkan apabila pandai mencari dan merasakan kebahagiaan bersama pasangan tercinta. Jangan membandingkan dengan keluarga orang lain yang tampak lebih bahagia. Tampak lebih cantik istrinya.
BACA JUGA: 15 Kunci Kebahagiaan dalam Kehidupan Pribadi
Tampak lebih kaya suaminya. Tampak lebih mesra hubungannya. Itu hanya tampaknya saja. Kenyataannya, tidak selalu seperti apa yang tampak di mata kita.
Bahagia itu letaknya di dalam jiwa. Benda-benda, atribut-atribut, asesoris-asesoris, itu hanya hiasan saja. Sama dengan hiasan lainnya. Temukan kebahagiaan di dalam jiwa anda. Jangan mencari dari orang lain.
Jangan membandingkan secara salah. []
SUMBER: PAKCAH