BANYAK orang yang ketika melihat orang lain, dikiranya orang lain itu lebih bahagia dibandingkan dirinya. Orang miskin melihat orang kayalah yang bahagia. Hidup di rumah nyaman. Tidur di kasur empuk. Bepergian dengan mobil mewah. Gak perlu panas-panasan atau hujan-hujanan.
Padahal yang kaya mikirnya berkebalikan. Enak bener jadi mereka. Hidupnya pas-pasan, tapi mereka mampu tertawa bebas dalam keterbatasan. Tidak memikiul banyak beban tanggung jawab. Tidur di tikar kasar tapi nyenyaknya bukan main. Meski makanan mereka sederhana, mereka bisa makan dengan begitu lahapnya.
Kita selalu berpikir bahwa pelangi kebahagiaan berada di atas kepala orang lain. Tidak pernah hadir di atas kepala kita. Sepertinya kita orang yang paling menyedihkan di kolong langit. Mengapa ini terjadi?
Sebabnya sederhana. Kita tak mampu menganggap pemberian Allah sebagai karunia terbaik. Padahal hidup kita adalah skenario panjang yang penuh kejutan dan misteri. Terkadang, sesuatu yang baik menurut kita belum tentu baik untuk kita di mata Allah, dan sebaliknya sesuatu yang menurut kita tidak baik belum tentu tidak baik pula untuk kita di mata Allah.
Allah Mahatahu apa yang terbaik untuk makhluknya. Pun dengan takdir masing-masing dari kita. cobalaha telaah kembali. Mungkin pelangi kabahagiaan itu ada di atas kepala kita, hanya saja kita tak pernah mengangkat kepala kita untuk melihatnya.[]
Sumber: Man Shabara Zhafira/Karya: Ahmad Rifa’I Rif’an/Penerbit: Gramedia