Oleh: Achmad Tuqo Syadid Billah
SAHABAT, pernahkah terpikir dalam benak kita bahwa hidup kita tinggal sebulan lagi, seminggu, atau bahkan tinggal hari ini dan besok kita akan segera menghadap-Nya? Seandainya, usia kita tinggal hari ini, apakah yang akan kita lakukan? Bukankah memang kita tidak pernah tahu di detik mana nafas kita akan terhenti? Bukankah kita juga tidak pernah tahu di bumi mana dan dengan cara seperti apa kita akan menghadap-Nya?
Padahal, Allah telah mengisyaratkan bahwa seoseorang akan meninggal sesuai dengan kebiasaan hidupnya. Jika ia senantiasa menjaga hubungannya dengan Allah dengan melakukan kebaikan-kebaikan, maka ia pun akan menghadap Allah dengan cara yang baik. Jika ia senantiasa mengisi hari-harinya dengan hal yang sia-sia, dengan hal-hal yang mengundang dosa dan murka-Nya, maka ia pun akan menghadap Allah sesuai dengan kebiasaannya, dengan keadaan yang sia-sia nan jauh dari ridha-Nya.
Ada yang meninggal saat berzina, ada yang meninggal saat menunda shalat, ada yang meninggal di tempat maksiat, dan cara menyeramkan lainnya. Na’udzubillah.
Namun, kita sedikitpun tidak mau berpikir sejenak saja untuk memikirkan hal ini. Kita justru terlalu sibuk dengan ambisi duniawi, yang kita susun dari A sampai Z-nya. Lupa bahwa detik demi detik yang terlewat adalah jengkal demi jengkal langkah kita menuju kematian.
Pada hal yang sia-sia, yang bahkan tidak semua orang bisa melakukannya, kita rutin melakukannya. Namun pada ibadah, kita justru enggan melakukannya bahkan pada ibadah yang semua orang pun bisa melakukanya, Zikrullah.
Zikir adalah amalan yang ringan dilakukan, namun dapat mengundang berbagai pertolongan Allah, dan Allah pun begitu senang dengan hamba-Nya yang selalu mengingat-Nya. Allah telah menjamin, bahwa ketika seorang hamba mengingat-Nya, maka Allah akan mengingat-Nya pula.
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al Baqarah: 152).
Ibnul Qayyim pun pernah mendengar gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,
“Dzikir pada hati semisal air yang dibutuhkan ikan. Lihatlah apa yang terjadi jika ikan tersebut lepas dari air?”
Orang yang tidak bisa zikir itu bukan karena tidak punya waktu, bukan karena tidak mampu, atau karena alasan ini dan itu, tetapi karena memang tidak punya kemauan untuk melakukannya. Jika untuk zikir yang ringan saja saja terasa berat, lantas bagaimana Allah akan menolongnya? Sedangkan sedetikpun kita tidak akan terlepas dari pertolongan Allah.
Kita lupa bahwa kita bisa melakukan segala hal adalah atas pertolongan Allah. Bahkan untuk bernafas, jantung yang berdenyut, berjalan, dan hal-hal kecil pun atas izin dan pertolongan Allah.
Kita juga lupa, bahwa kita ada karena Allah, kita hidup untuk Allah (beribadah kepada-Nya), dan akan kembali pada Allah. Maka alasan apakah yang begitu menghalangi kita dari mengingat-Nya? tidak takutkah dengan ancaman Allah? Yang jangan-jangan kita adalah golongan orang yang Allah sindir dalam firman-Nya?
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka Itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al Hasyr: 19).
Innalillahi..
Semoga kita terhindar dari golongan orang-orang yang lupa diri dan melupakan-Nya. Semoga kita, Allah golongkan ke dalam golongan hamba-Nya yang Allah panggil saat lisan dan hati kita (selalu) basah dalam mengingat-Nya. Aamiin. [Atsb]
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word.