NABI Ibrahim berdoa agar dilimpahkan anak yang shaleh, maka Allah mengkaruniakan anak yang bernama Ismail. Sejak bayi, Ismail sudah merasakan jerih payahnya perjuangan hidup. Sejak bayi dibawa oleh Nabi Ibrahim dan Siti Hajar melakukan perjalanan antar negara dari Palestina menuju lembah tandus tak berpenghuni Mekah.
Al-Qur’an menyebutkan beberapa sifat mulianya. Pertama, menepati janji. Ibnu Juraij dalam tafsirnya mengkisah bahwa Nabi Ismail pernah berjanji pada seseorang bertemu di suatu tempat. Ternyata orang tersebut lupa, baru ingat keesokan harinya. Nabi Ismail tetap menunggunya hingga yang berjanji itu datang. Dia berkata, “Saya bertekad tidak meninggalkan tempat ini sampai engkau datang.”
Nabi Ismail juga menepati janjinya pada sang ayah. Saat sang ayah bermimpi menyemblihnya. Nabi Ismail berkata, “Ayah akan dapati aku termasuk orang yang jujur.” Saat waktunya tiba, Nabi Ismail merelakan dirinya untuk disembelih.
Sifat menepati janji ini membuat Ismail diangkat menjadi Nabi dan Rasul, juga memimpin anak cucu dan kaumnya yang telah tinggal di sekeliling sumur Zamzam di Mekah. Dari Nabi Ismail inilah turunan bangsa Arabnya disebut Mustaribah.
Nabi Ismail memerintahkan keluarga dan kaumnya untuk shalat dan berzakat. Zakat berarti pembersihan. Membersihkan diri dari penyakit batil, membersihkan jiwa dari kekotoran rasa benci sesama manusia dan membersihkan harta dari yang tidak halal.
BACA JUGA:Â Â Mengapa Intelejen Quraisy Tidak Mampu Mengendus Darul Arqam?
Karena sifatnya ini, Allah telah menyatakan bahwa Nabi Ismail seorang hamba yang diridhai Allah. Karena ini pula, Allah telah memilihnya membersamai ayahnya untuk membangun kembali Kabah. Juga, dari keturunannya lahir Rasul-Nya yang terakhir Muhammad ï·º. []
Sumber: Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar jilid 5, GIP
Kirim tulisan Anda ke Islampos. Isi di luar tanggung jawab redaksi. Silakan kirimke: islampos@gmail.com, dengan ketentuan tema Islami, pengetahuan umum, renungan dan gagasan atau ide, Times New Roman, 12 pt, maksimal 650 karakter.