HIDUP itu seperti memanah. Ada sasaran yang akan ditarget. Sehingga harus memiliki konsentrasi dan fokus ketika hendak mencapai target.
Setiap orang yang cerdas pasti mempunyai tujuan dan target dalam hidupnya. Dengan itu tentu ia akan menyusun rencana dan menentukan langkah-langkah untuk meraihnya. Agar hidup lebih terarah dan bermakna. Semua ini tak lepas dari manajemen waktu.
Waktu itu terbagi tiga. Yang telah berlalu, yang sedang berlangsung dan yang akan datang. Maka waktu yang kita kuasai hanyalah waktu sekarang yang diperintahkan supaya mengatur waktu menjadi bermanfaat.
Setiap waktu yang disia-siakan tidak akan pernah kembali kecuali penyesalan. Namun bila sukses mengisi waktu maka hasilnya tidak ada bandingannya.
Dalam surat al-Ashr Allah berfirman bahwa waktu adalah kunci beruntung atau ruginya seseorang.
وَالْعَصْرِ :١إِنَّ الْإِنسٰنَ لَفِى خُسْرٍ٢
إِلَّا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا۟ بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِالصَّبْرِ ٣
1. Demi masa.
2. Sungguh, manusia berada dalam kerugian,
3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran.
Imam Syafi’i tentang surat Al ‘Ashr ini. Beliau menyatakan,
“Andai saja Allah tidak menurunkan hujjah untuk seluruh manusia kecuali surat ini saja, pasti sudah cukup untuk mereka.”
Perkataan beliau dinukil oleh ulama yang hidup setelahnya, Ibnu Taimiyah dalam Al Majmu’ AI Fatawa (28/152), Ibnu Katsir dalam tafsirnya dan Ibnu Qayyim.
BACA JUGA: Waktu Terlarang Baca Quran, Adakah?
Ibnul Qayyim (At Tibyan 57) menegaskan, ”Surat ini, meskipun ringkas, termasuk surat yang paling lengkap di dalam AI Qur’an. Surat ini menjelaskan seluruh kebaikan. Alhamdulillah, Dialah Dzat yang telah menetapkan kitab-Nya sebagai pencukup dari selainnya, lengkap, sehingga tidak butuh yang lain, penawar dari segala macam jenis penyakit dan sumber petunjuk untuk seluruh kebaikan.”
”Andai saja kita meluangkan waktu untuk merenungkan surat ini, sungguh betapa ruginya kita selama ini.”
Selamanya seseorang merugi kecuali melakukan 4 langkah:
1. Beriman (mengenal )kebenaran.
2. Beramal Sholih (Melaksanakan kebenaran tersebut)
3. Nasehat menasehati dalam kebenaran (Mengajarkan kebenaran )
4. Nasehat menasehati dalam kesabaran (Bersabar di dalam mengenal kebenaran, melaksanakan, dan mengajarkannya)
Semua orang diberikan kapasitas waktu yang sama yaitu 24 jam. Apakah dia seorang sukses, orang sholih, munafik, kaya atau miskin semua punya waktu 24 jam.
Maka waktu yang sama ini ternyata cara mengisinya berbeda. Ada yang dimanfaatkan dengan beramal menabung pahala atau ada yang diisi dengan menabung dosa yang terus mengalir hingga yaumil hisab.
Ibnu Qayyim mengatakan bahwa jika waktu tidak digunakan untuk hal bermanfaat maka akan terisi dengan hal sia sia.
Jika melihat kualitas terbaik seseorang muslim. Ia akan meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.
Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda,
“Diantara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat” (HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976)
Setiap hari tanyakan ke diri kita, apakah dengan bertambahnya waktu/ umur kita sudah bertambahkah ilmu kita? karena bertambahnya ilmu biasanya akan bertambah amalan dan bertambahnya iman.
Waktu seseorang tidak banyak. Karena kewajiban itu lebih banyak daripada waktu yang tersedia. Maka beramallah sesuai kondisi masing-masing. Sebagaimana tips ulama dalam memanfaatkan waktu menurut Imam mubarak bahwa lakukan amalan fardhu atau wajib terlebih dahulu kemudian lakukan amalan sesuai potensi. Karena tidak mungkin seseorang bisa melakukan semua amalan.
Abdullah bin Abdul Aziz Al-Umari salah seorang ahli ibadah (ibadah puasa, shalat dan seterusnya/ ibadah dalam arti yang lebih khsusus) rahimahullah mengajak imam Malik bin Anas rahimahullah untuk meninggalkan mengajarkan ilmu dan beribadah seperti dirinya. Imam Malik rahimahullah menjawab:
BACA JUGA: Ketahuilah, Ini 11 Waktu Mustajab untuk Berdoa
“Sesungguhnya Allah ta’ala membagi amalan-amalan di antara hamba-Nya sebagaimana membagi rezeki. Terkadang seorang hamba dibukakan baginya pintu shalat, tapi tidak terbuka baginya pintu puasa (maksudnya memperbanyak yang sunat). Ada yang dibukankan baginya pintu jihad, tapi tidak dalam shalat. Ada pula yang dibukakan baginya pintu sedekah tapi tidak dalam berpuasa. Engkau telah mengetahui bahwa menyebarkan dan mengajarkan ilmu merupakan amalan yang utama, dan aku telah ridho terhadap apa yang Allah ta’ala bukakan pintunya bagiku dan yang Dia bagikan untukku. Dan aku tidak merasa bahwa apa yang aku berada padanya lebih rendah dari apa yang kamu berada padanya dalam ibadahmu. Kita berdua berada di dalam kebaikan insya Allah” (Al-Istidzkar, 5/146).
Nah, dari riwayat di atas terlihat bahwa sekaliber seorang Imam besar pun ternyata tidak mampu melakukan banyak amalan sunnah, namun mengoptimalkan potensi yang Allah anugerahkan kepada beliau. Karena memang sejatinya Allah membagi-bagi amalan kepada hambaNya sebagaimana membagi-bagi rezekiNya.
Bagaimana dengan kita?
Wallahu a’lam bi showab. []