Oleh: Feby Arma Putra
Guru SMPIT Insan Cita Serang (ICS) Banten, febyarmaputra@gmail.com
DI sebuah kota metropolitan, berangkat kerja sebelum sholat Subuh dan pulang setelah larut malam adalah hal yang kelihatannya biasa. Mencari nafkah siang dan malam. Positif, asal ikhlas.
Pada bagian yang lain dari dunia ini juga ada juga yang sibuk siang malam mengejar Jabatan yang lebih tinggi terus menerus. Bahkan dengan melakukan berbagai cara asal tujuannya tercapai, meskpun dengan cara yang tidak diridhoi oleh agama.
Ada juga yang sibuk menghias diri. Setelah bekerja siang malam untuk mencari uang, lalu dia menyibukkan dirinya dengan membeli perhiasan, pakaian dan kendaraan mewah. Berharap dengan itu mendapatkan kehormatan di tengah masyarakat sekitarnya.
Setelah dibeli perhiasan, pakaian dan kendaraan tersebut dipamerkan dengan kesombongan. Astaghfirullahal ‘adzim.
Ya begitulah adanya manusia pada umumnya, kecuali hanya sedikit diantara mereka yang Allah Subhanallahu Wata‘ala selamatkan.
Sibuk mengejar atribut keduniawian. Mengejar jabatan tinggi agar dikatakan sebagai orang hebat dan dihargai, sibuk membeli perhiasaan dan pakaian agar tidak dikatakan sebagai orang miskin dan dianggap orang berada di masyarakat, sibuk update telpon seluler pintar terbaru agar tidak dikatakan orang yang ketinggalan zaman dan lain-lain.
Sibuk dengan embel-embel dunia, sibuk dengan sesuatu yang akan kita tinggalkan dan tidak akan kita bawa ketika kita menghadap Allah Subhanallahu Wata‘ala.
“Barangsiapa keluar rumah bekerja untuk tujuan pamer atau bermegah-megahan, maka ia berada di jalan setan” (Al-Hadits)
Tahukah kita bahwa semua yang kita kejar itu hanya embel-embel. Bukan itu yang akan dinilai oleh Allah Subahanallahu Wata’ala, yang dinilai dan dilihat adalah hati kita.
“Sesungguhnya Allah tidak melihat dirimu dan rupamu, Namun Ia menilai dirimu dari hatimu” (HR.Bukhari)
Tulisan kali ini saya tutup dengan sebuah cerita konyol yang dikutip dari “365 Hari Huahaha“, tentang orang yang ingin dilihat sebagai orang hebat di depan manusia.
“Seorang pria paruh baya pagi-pagi sekali sudah tiba di kantornya yang baru. Ia mulai berbenah segala sesuatu yang ada di ruangannya. Kemaren ia baru saja diangkat menduduki jabatan baru yaitu sebagai Manajer. Ketika sedang berbemah tiba-tiba ia mendengar suara dari luar ruangan dari arah pintu. Orang-orang tersebut ternyata menuju ke ruangannya.
Demi untuk dianggap sebagai orang penting di hadapan orang-orang tersebut, maka dia menyambar gagang telpon dan berakting seolah sedang berbicara sambil berisyarat menyuruh orang-orang yang datang tadi menunggu sebentar. “Terima kasih pak,” katanya memulai.” Terima kasih atas kepercayaan Bapak berikan kepada saya. Sebagai Direktur Utama perusahaan hari ini, tentu Bapak akan membuat keputusan penting. Tapi jangan membuat keputusan dulu sebelum saya memberikan pendapat. Kira-kira setengah jam lagi saya akan ke ruangan Bapak.”
Lalu pria itu meletakkan gagang telponnya dengan bangga dan menatap ke orang-orang yang dimintanya menunggu tadi. “OK, apa yang bisa saya bantu untuk saudara-saudara? Lanjut pria itu. Seorang diantara mereka menjawab “kami mau memperbaiki telpon itu, pak”
Malu pastinya, karena sibuk mengejar embel-embel dunia. Wallahu ‘alam bish showaf. []