MANUSIA pasti tak akan lepas dari aktivitas jual beli dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Untuk itu Islam telah memberikan ‘rambu-rambu’ kepada umatnya untuk senantiasa berhati-hati dalam transaksi jual beli karena jangan sampai terjadi kezaliman dalam transaksi tersebut. Contohnya adalah gharar dan jahalah.
Gharar dalam jual beli adalah ketika seorang penjual atau pembeli tidak tahu secara pasti apakah barang yang ditukarkan bisa didapatkan atau tidak.
Sedangkan jahalah dalam jual beli adalah adanya ketidakjelasan dari barang yang ditukarkan dalam sebuah transaksi, seperti sifat dan bentuknya.
BACA JUGA: Hati-Hati Gharar dalam Berdagang
Al-Qarafy berkata:
أَصْلُ الْغَرَرِ هُوَ الَّذِي لا يُدْرَى هَلْ يَحْصُلُ أَمْ لا ؟ كَالطَّيْرِ فِي الْهَوَاءِ وَالسَّمَكِ فِي الْمَاءِ ، وَأَمَّا مَا عُلِمَ حُصُولُهُ وَجُهِلَتْ صِفَتُهُ فَهُوَ الْجَهُولُ ، كَبَيْعِهِ مَا فِي كُمِّهِ ، فَهُوَ يَحْصُلُ قَطْعًا ، لَكِنْ لا يُدْرَى أَيْ شَيْءٍ هُوَ ؟ فَالْغَرَرُ وَالْمَجْهُولُ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا أَعَمُّ مِنَ الآخَرِ مِنْ وَجْهٍ وَأَخَصُّ مِنْ وَجْهٍ فَيُوجَدُ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مَعَ الآخَرِ وَبِدُونِهِ
أَمَّا وُجُودُ الْغَرَرِ بِدُونِ الْجَهَالَةِ : فَكَشِرَاءِ الْعَبْدِ الآبِقِ الْمَعْلُومِ قَبْلَ الإِبَاقِ لا جَهَالَةَ فِيهِ ، وَهُوَ غَرَرٌ ، لأَنَّهُ لا يُدْرَى هَلْ يَحْصُلُ أَمْ لا ؟
وَالْجَهَالَةُ بِدُونِ الْغَرَرِ : كَشِرَاءِ حَجَرٍ يَرَاهُ لا يَدْرِي أَزُجَاجٌ هُوَ أَمْ يَاقُوتٌ ، مُشَاهَدَتُهُ تَقْتَضِي الْقَطْعَ بِحُصُولِهِ فَلا غَرَرَ ، وَعَدَمُ مَعْرِفَتِهِ يَقْتَضِي الْجَهَالَةَ بِهِ
وَأَمَّا اجْتِمَاعُ الْغَرَرِ وَالْجَهَالَةِ فَكَالْعَبْدِ الآبِقِ ، الْمَجْهُولِ الصِّفَةِ قَبْلَ الإِبَاقِ
Gharar adalah ketika seseorang tidak mengetahui apakah dia bisa mendapatkan barangnya atau tidak, seperti (jual beli) burung yang sedang terbang, ikan di air (laut/sungai). Adapun apabila barang tersebut diketahui bisa didapatkan namun sifatnya tidak diketahui maka itu dinamakan jahalah, seperti jual beli benda yang berada di dalam lengan bajunya, namun, tidak diketahui benda apa yang ada di dalam baju tersebut. Maka, gharar dan jahalah sama-sama memiliki sifat umum dari satu sisi dan khusus dari sisi lainnya.
Terkadang gharar dan jahalah ada bersamaan dalam sebuah transaksi dan terkadang tidak bersamaan.
1. Adapun contoh adanya gharar tanpa jahalah:
Adalah jual beli budak yang kabur, yang telah diketahui ciri-cirinya sebelum kabur, ini dinamakan gharar, karena tidak diketahui apakah budak tersebut bisa ditemukan atau tidak.
2. Contoh transaksi jahalah tanpa gharar:
Adalah jual beli batu yang tidak diketahui apakah batu itu adalah batu permata atau hanya sebuah kaca, benda tersebut jelas bisa didapatkan namun sifatnya tidak diketahui.
3. Adapun transaksi yang mengandung gharar dan jahalah sekaligus:
Seperti jual beli budak yang kabur, dan pembeli belum mengetahui ciri-ciri budak tersebut sebelum kabur. (Al-Furuq : 3/265).
Dalil-dalil larangan jual beli yang mengandung ketidakjelasan
Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudry, beliau berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ الْمُنَابَذَةِ وَهِيَ طَرْحُ الرَّجُلِ ثَوْبَهُ بِالْبَيْعِ إِلَى الرَّجُلِ قَبْلَ أَنْ يُقَلِّبَهُ أَوْ يَنْظُرَ إِلَيْهِ وَنَهَى عَنْ الْمُلَامَسَةِ وَالْمُلَامَسَةُ لَمْسُ الثَّوْبِ لَا يَنْظُرُ إِلَيْهِ
“Rasulullah SAW melarang munaabadzah, yaitu seseorang melempar pakaiannya sebagai bukti pembelian harus terjadi (dengan mengatakan kamu harus membeli baju yang aku lemparkan) sebelum orang lain itu menerimanya atau melihatnya. Dan Beliau juga melarang mulaamasah, yaitu menjual kain dengan hanya menyentuh kain tersebut tanpa melihatnya (yaitu dengan suatu syarat misalnya kalau kamu sentuh berarti kamu harus membeli).” (HR. Bukhari : 2144).
Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, beliau berkata:
نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن بيع الحَصَاةِ وعن بيع الغَرَرِ
“Rasulullah SAW melarang jual beli hashah (yaitu: jual beli dengan melempar kerikil, barang yang terkena kerikil itulah yang terjual) dan jual beli gharar.” (HR. Muslim : 2783)
Hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar, beliau berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعِ حَبَلِ الْحَبَلَةِ
“Rasulullah SAW melarang menjual janin yang masih berada dalam kandungan.” (HR. Muslim : 1514)
Para ulama bebeda pendapat dalam menafsirkan jual beli yang terdapat dalam hadits (arab : حبل الحبلة).
Sebagian mereka berkata yang dimaksud adalah jual beli unta, namun pembayarannya menunggu unta tersebut melahirkan, kemudian anak unta tersebut melahirkan kembali, tatkala itu baru harganya dibayarkan, dan ini adalah tafsiran Abdullah bin Umar sendiri sebagai perawi hadits, dan pilihan Syafi’I dan Maliki.
BACA JUGA: Hukum Iqalah dalam Jual Beli
Sebagian ulama berkata:
Yang dimaksud dalam hadits adalah jual beli anak unta yang masih berada dalam kandungan, dan ini adalah pendapat Ahmad dan Ishaq bin rahawaih, pendapat kedua ini lebih mendekati dari sisi bahasa.
Namun pendapat pertama adalah tafsiran seorang sahabat yang beliau adalah perawinya, dan para ahli ushul fiqh telah mengatakan tafsiran perawi lebih didahulukan selama tidak bertentangan dengan zhahir hadits.
Namun, menurut tafsiran manapun jual belinya tetap jual beli yang batil, jual beli tafsiran pertama batil karena adanya ketidakjelasan kapan harganya dibayarkan, dan bisa jadi tidak dibayarkan karena untanya mati sebelum melahirkan.
Adapun tafsiran kedua adalah jual beli barang yang belum ada, pembeli tidak bisa dipastikan mendapatkan anak unta tersebut, dan juga tidak diketahui berapa banyak janin dalam kandungan unta tersebut. (Lihat : Al-Minhaj syarh Shohih Muslim: 10/158). []
SUMBER: BIMBINGAN ISLAM