Oleh: Khalid Al Jafufi
KIMIA adalah cabang dari ilmu fisik yang mempelajari tentang susunan, struktur, sifat, dan perubahan materi. Ilmu kimia meliputi topik-topik seperti sifat-sifat atom, cara atom membentuk ikatan kimia untuk menghasilkan senyawa kimia, interaksi zat-zat melalui gaya antarmolekul yang menghasilkan sifat-sifat umum dari materi, dan interaksi antar zat melalui reaksi kimia untuk membentuk zat-zat yang berbeda.
Sejak zaman keemasan Islam, ilmuwan Muslim telah memperdalam pengetahuan mereka dalam ilmu kimia. Kontribusi mereka tidak bisa dianggap remeh dalam perkembangan kimia modern seperti saat ini. Sayangnya ide-ide mereka hanya dapat ditemukan dalam novel fiksi karena gambaran yang salah tentang cara orang Arab melakukan penelitian kimia.
BACA JUGA: Muhammad ibn Zakariya al-Razi, Ilmuwan Muslim yang Sempurnakan Sabun
Kimia versus Alkimia
Istilah ‘alkimia’ umumnya digunakan ketika berbicara tentang jenis kimia yang diduga belum dipraktikkan seperti yang kita lakukan saat ini.
‘Ordinall of Chemistry’ menyatakan bahwa kimia sebagai ilmu berasal dari sekitar abad ke-17 dan ke-18. Dibandingkan dengan standar saat ini, kimia tidak akan dipraktikkan secara ilmiah sebelumnya. Ini berarti bahwa ahli kimia pada masa itu tidak secara khusus mencari penjelasan kritis tentang gejala kimiawi. Ilmu pengetahuan sebelum abad ke-17 dengan demikian disebut ‘alkimia’.
Beberapa ilmuwan dunia membantah pendapat ini. Beberapa fakta menunjukkan bahwa ilmuwan Muslim tidak hanya berkontribusi pada apa yang disebut alkimia. Eric John Holmyard, seorang sejarawan terkenal, ahli kimia dan Arab, memastikan bahwa klaim yang tidak masuk akal dari para ilmuwan seperti Berthelot (seorang ahli kimia Prancis) tidak benar.
Dalam ‘Makers of Chemistry’ dia menguraikan evolusi kimia dari awal hingga zaman modern. Dalam karyanya ini ia menyatakan bahwa kimia Islam sebenarnya adalah basis kimia modern. Dia berbicara tentang beberapa ilmuwan Muslim, termasuk ahli kimia yang paling terkenal: Jabir Ibn Hayyan (Geber).
Abu Musa Jabir Ibnu Hayyan
Jabir, lahir sekitar 721 M dan meninggal sekitar 815 M di desa Tus (Iran saat ini), dibesarkan dalam keluarga yang memang mengenal kimia, karena ayahnya adalah seorang apoteker. Kemungkinan, hal itulah yang menjadi penyebab ketertarikan Jabir pada kimia.
Ayah Jabir kemudian dieksekusi karena perjuangan politik saat itu, yang memaksanya mengungsi ke kota Kufah. Kota ini kemudian diperintah oleh khalifah Abbasiyah Harun al-Rasyid.
Jabir mampu mempraktikkan sains di tingkat tertinggi berkat hubungannya dengan Barmakids (keluarga Persia berpengaruh yang menasihati khalifah Abbasiyah pertama).
Fokus Jabir pada eksperimen
Tidak diragukan lagi Jabir bin Hayyan adalah salah seorang ilmuwan Muslim terbesar. Holmyard secara sah menamainya ‘The Father of Chemistry’. Menurut Holmyard, salah satu aspek fundamental yang dikemukakan Jabir adalah pengembangan sisi praktis kimia yakni melakukan eksperimen. Bereksperimen memisahkan sains yang dipraktikkan oleh Muslim dari tradisi spekulasi Yunani Kuno.
Jabir menekankan pentingnya bereksperimen sebagai berikut: ‘Yang paling penting dalam kimia adalah Anda harus melakukan praktik dan melakukan eksperimen, karena siapa saja yang tidak melakukan pekerjaan praktis atau membuat eksperimen tidak akan pernah mencapai tingkat penguasaan yang paling tinggi.’
Kontribusi material Jabir
Perhatian Jabir pada presisi membuatnya berhasil menciptakan timbangan yang dapat menimbang dengan akurasi 1/6 gram. Baginya, bereksperimen dengan materi berarti ia bisa mencampur, memanaskan, mendinginkan, menggiling, memanggang, dan mengaduk berbagai zat. Gambaran tradisional tentang tempat kerja ‘alkimia’ terlihat sangat mirip dengan apa yang kita sebut laboratorium kimia saat ini.
Untuk melakukan eksperimennya secara akurat, dia merancang berbagai jenis bejana baru seperti retort. Eksperimennya dengan berbagai proses kimiawi memungkinkannya memicu reaksi seperti reduksi (reaksi yang melibatkan perolehan elektron), kalsinasi (oksidasi melalui pemanasan, misalnya pembakaran kapur) dan mungkin yang paling penting: distilasi.
Dengan menggunakan alembik buatannya, dia menciptakan cara sederhana untuk menyaring. Alembik adalah konstruksi sederhana dari dua botol yang dihubungkan oleh sebuah tabung. Salah satu botol dipanaskan dan menyebabkan cairan di dalamnya mengembun dan menetes melalui tabung. Alembik kemudian digunakan untuk mengolah minyak mineral menjadi minyak tanah yang dapat digunakan sebagai minyak lampu.
BACA JUGA: Mengenal Al Jahiz, Ilmuwan Muslim Ahli Zoologi (Ilmu Hewan)
Perkembangan kimia oleh Jabir
Sepuluh abad sebelum John Dalton (seorang ahli fisika dan kimia Inggris yang dikenal melalui teori atom dan teori molekulnya), Jabir menciptakan citra ikatan kimia sebagai penghubung antar unsur, sebenarnya partikel kecil yang tidak terlihat dengan mata telanjang. Semua tanpa kehilangan pemahaman akan karakteristik aslinya.
Jabir juga mengidentifikasi banyak zat baru. Ia sering dikatakan menemukan asam kuat seperti asam sulfat, asam klorida dan asam nitrat. Penemuan ini terbukti sangat penting bagi kimia modern, bahkan menjadi penting bagi industri kimia.
Jabir juga meletakkan dasar untuk apa yang sekarang dikenal sebagai tabel periodik elemen Mendeleev. Seperti Menleyev, Jabir mencoba membuat tabel untuk mengklasifikasikan unsur kimia. Ini didasarkan pada gagasan Yunani Kuno untuk mengklasifikasikan unsur-unsur lebih jauh ke dalam kelompok logam, non-logam dan zat yang dapat disuling. Dengan cara itu, tabelnya entah bagaimana menyerupai tabel unsur periodik modern, di mana non-logam dan gas dapat dibedakan. []
SUMBER: MVSLIM