AIR memiliki kedudukan penting dalam Islam. Pasalnya, setiap thaharah (bersuci) baik untuk berwudhu maupun mandi, diharuskan memakai air. Meskipun boleh tayamum untuk beberapa kondisi tertentu.
Namun kita sebagai Muslim tidak boleh menggunakan air sembarangan untuk bersuci. Karena tidak semua jenis air bisa digunakan untuk thaharah. Secara garis besar ada dua air, yakni air Thahur (suci dan mensucikan) yang boleh digunakan untuk tharahah dan air najis yang tak boleh digunakan untuk thaharah.
BACA JUGA: Ini Dia Manfaat Hirup Air ketika Wudhu
Air Thahur (suci dan mensucikan)
Air Thahur yaitu air yang tidak berubah warna, rasa dan baunya walaupun telah tercampur dengan benda najis.
Contoh:
Air Muthlaq
Yaitu air yang tidak berubah dari bentuk dasarnya. Baik air yang turun dari langit seperti air hujan, salju, dan embun, atau air yang mengalir seperti air laut, air sungai, air hujan dan air sumur. Allah berfirman, “…Dan kami turunkan dari langit air yang sangat bersih.” (QS. Al Furqaan: 48)
Allah juga berfirman, “…Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu…” (QS. Al Anfaal: 11).
Rasulullah berdo’a sambil mengucapkan, “Ya Allah bersihkanlah aku dari semua kesalahanku dengan salju, air dan embun.”(HR. Muttafaqun ‘Alaihi)
Beliau juga bersabda berkenaan dengan air laut, “Laut itu suci airnya dan halal bangkainya.”(HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Air Musta’mal (yang telah digunakan)
Yaitu air yang menetes dari anggota badan orang yang berwudhu’ atau mandi.
Dibolehkan menggunakan air tersebut untuk bersuci. Berdasarkan riwayat yang shahih dari Ibnu ‘Abbaas , Beberapa istri Rasulullah pernah mandi menggunakan jufnah (bejana), lalu Rasulullah hendak berwudhu’ dengan air di bejana tersebut, kemudian istrinya berkata, “Wahai Rasulullah, saya tadi mandi junub menggunakan air itu”, lalu beliau bersabda, ”sesungguhnya air ini tidak berjunub.”(HR. Tirmidzi)
Air yang bercampur dengan benda yang suci
Yaitu air yang tercampur dengan benda yang bersih dan suci seperti tercampur dengan dedaunan, atau tanah, atau karat tempat penampungan air.
Namun benda tersebut tidak mengubah sifat air itu. Berdasarkan sabda Nabi kepada para wanita yang sedang mengurus jenazah putrinya, “Mandikanlah ia tiga kali, atau lima kali, atau lebih dari itu jika diperlukan dengan menggunakan air yang dicampur dengan daun bidara Dan taburkan kapur barus pada siraman terakhir.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Air yang bercampur dengan najis namun tidak mengubah sifatnya
Yaitu air yang telah tercampur dengan benda najis seperti air kencing, bangkai atau selainnya namun tidak mengubah salah satu sifat air itu.
Air semacam ini tetap dianggap suci berdasarkan hadits Rasulullah tentang sumur Budha’ah, “Sesungguhnya air itu tetap suci dan tidak dinajisi oleh benda apapun.”(HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Maksudnya, manusia saat itu membuang kotoran di pinggir sumur, dan terkadang air hujan membawa kotoran tersebut ke dalam sumur, akan tetapi debit air sumur yang tinggi sehingga tidak terpengaruh oleh kotoran tersebut dan tidak pula berubah bentuk dan sifatnya.
BACA JUGA: Jangan Salah, Ini Jenis-jenis Air yang Termasuk Air Mutlak; Suci dan Menyucikan
Air Najis
Yaitu air yang tercampur dengan benda najis dan mengubah bentuk atau salah satu sifat air tersebut, baik bau, rasa atau warnanya. Air semacam ini adalah najis berdasarkan ijmaa’ (kesepakatan) ulama haram digunakan.
Beberapa Permasalahan
1. Hukum dasar air adalah suci. Ketika seseorang menemukan kubangan air dan ragu apakah air itu suci atau najis, maka hukum asalnya adalah suci, dan ia boleh menggunakannya.
2. Dibolehkan berwudhu’ menggunakan air zamzam berdasarkan hadits Rasulullah, “Beliau pernah meminta As sijill (gayung yang besar) segayung air zamzam lalu ia minum dan sisanya beliau gunakan untuk berwudhu.” []
SUMBER: WAHDAH