SEBAGAI pelengkap shalat wajib, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan pada umatnya untuk melakukan shalat tambahan yang disebut shalat nawafil. Dalam bahasa indonesia bisa diterjemahkan sebagai shalat tambahan. Jika diperhatikan secara saksama ternyata shalat nawafil ini ada beberapa tingkatan, yaitu yang pertama sunnah, kedua mustahab, ketiga tathawwu.’
Meskipun ketiganya sering dikategorikan sebagai shalat sunnah, tetapi pada hakikatnya memiliki perbedaan. Dalam kitab Asrarus Shalat min Rub’il Ibadat, Imam Ghazali menerangkan bahwa yang dimaksud dengan shalat sunnah adalah shalat yang dinukil secara langsung dari Rasulullah Shalallallhu ‘Alaihi wa Sallam yang mana beliau melakukannya secara terus menerus. Misalnya shalat rawatib yang mengiringi shalat fardhu (shalat sunnah qabliyah dan shalat sunnah ba’diyah), shalat dhuha, shalat tahajjud, shalat witir dan sebagainya.
Adapun yang dimaksud dengan shalat mustahab adalah shalat yang keutamaannya dijelaskan dalam hadits, tetapi tidak ada keterangan bahwa Rasulullah Shalallallhu ‘Alaihi wa Sallam melaksanakannya secara terus menerus. Seperti shalat sebelum keluar dari rumah, shalat setelah datang dari bepergian, shalat pada beberapa malam dan hari tertentu (shalat sunnah malam ahad, shalat sunnah hari senin) dan lain sebagainya.
Sedangkan keterangan tentang shalat tathawwu’, adalah shalat selain itu semua yaitu shalat yang tidak ada keterangan dalam hadits maupun atsar. Tetapi seorang hamba melakukannya sebagai munajat kepada Allah SWT. Begitulah yang dilakukan oleh seorang hamba yang ingin mendekatkan diri kepada Allah secara tulus ikhlas menyerahkan diri (tabarru’).
Ketiga kategori ini adalah ungkapan teoritis yang menurut Imam Ghazali tidaklah berpengaruh bila terjadi kesalahan penyebutan karena yang terpenting adalah pemahamannya. []
Sumber: nu.or.id