MENGHADIRI undangan merupakan kewajiban bagi seorang Muslim jika ia tidak berhalangan. Selain itu menghadiri undangan juga termasuk salah satu hak seorang Muslim yang harus dipenuhi saudaranya. Lalu bagaimana hukumnya jika seseorang menghadiri undangan tanpa diundang?
Di negara-negara arab sana kebiasaan menghadiri pernikahan atau acara apapun yang ada jamuannya tanpa diundang disebut dengan istilah Thufaili. Konon menurut sebuah cerita, istilah Thufaili berawal dari seseorang yang bernama Thufail dari kabilah bani Abdullah bin Ghatafan.
Suatu ketika Thufail ini menghadiri pernikahan atau walimah padahal ia sama sekali tak diundang oleh ahlul bait. Dan ternyata dia memang terbiasa seperti itu, menghadiri jamuan-jamuan tanpa diundang. Dari sinilah akhirnya orang yang berperilaku seperti Thufail ini disebut dengan istilah Thufailul A’ras atau Thufaili.
BACA JUGA: Foto Pre Wedding di Kartu Undangan, Apa Hukumnya?
Akhirnya istilah ini jadi viral di kalangan bangsa arab hingga digunakan pula oleh para ulama fikih untuk menyebut orang yang memiliki kebiasaan menghadiri pernikahan atau walimah atau jamuan-jamuan lain tanpa diundang.
Dalam kitab ensiklopedi fikih Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah persoalan Thufaili ini dibahas secara khusus dalam bab Tathafful. Para ulama pun memaknai sama, Thufaili adalah hadirnya seseorang dalam jamuan orang lain untuk ikut menikmati hidangannya tanpa diundang, tanpa ada izin, dan tanpa sepengetahuan tuan rumahnya. (Nihayatul Muhtaj, 6/377)
Thufaili ini sebenarnya adalah sebuah penyakit etika yang dapat menjangkiti siapapun, kapanpun, dan di manapun. Tak hanya di belahan Arab, di belahan bumi Indonesia bisa jadi tidak sedikit yang terjangkit jenis penyakit cacat etika ini.
Mayoritas ulama fikih dari mazhab Maliki, Syafi’i, Hanbali, dan salah satu pendapat mazhab Hanafi menyatakan bahwa secara hukum syar’i perilaku menghadiri pernikahan atau jamuan apapun tanpa adanya undangan, tanpa sepengetahuan dan izin dari tuan rumah, hukumnya haram. Bahkan jika perbuatan ini diulang berkali-kali pelakunya bisa dicap sebagai orang fasik.
Ketetapan hukum ini disarikan dari sabda Rasulullah SAW,
مَنْ دُعِيَ فَلَمْ يُجِبْ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ، وَمَنْ دَخَل عَلَى غَيْرِ دَعْوَةٍ دَخَل سَارِقًا، وَخَرَجَ مُغِيرًا
“Barangsiapa diundang tidak memenuhi (undangan walimatul ‘Urs) maka sungguh ia telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa menghadiri pernikahan atau walimah tanpa diundang maka ia masuk laksana pencuri dan keluar sebagai orang yang merampok.” (HR. Abu Dawud, salah satu perawinya dianggap majhul oleh Abu Dawud)
Dalam hadits di atas, Rasulullah SAW mengumpamakan orang yang menghadiri pernikahan tanpa undangan ketika masuk dianggap seperti pencuri yang kehadirannya tak diharapkan oleh tuan rumah.
BACA JUGA: Tidak Menghadiri Undangan Walimah dengan Sengaja, Bolehkah?
Sedangkan keluarnya seorang Thufaili dari pesta pernikahan atau walimah tanpa undangan, beliau umpamakan sebagai seorang perampok yang keluar setelah ‘kenyang’ menelan banyak makanan.
Tak sampai di sini konsekuensi menjadi seorang Thufaili. Dalam ranah hukum peradilan, seorang Thufaili yang dikenal berulang kali diketahui menghadiri pernikahan atau jamuan tanpa diundang, maka persaksiannya tidak bisa diterima.
Alasannya, pertama, sudah ditegaskan oleh Rasulullah SAW bahwa menghadiri pernikahan dan jamuan semisalnya tanpa diundang adalah haram. Alasan kedua, dengan apa yang dilakukannya itu, berarti ia telah memakan makanan haram, meskipun bukan haram zat makananya, tapi haram cara mendapatkannya. Alasan ketiga, perilaku Thufaili adalah perilaku yang tidak baik, cacat etika, dan sama sekali tidak mengindahkan kehormatan dan wibawa. (Raudhatuth Thalibin, 11/232. Al-Mughni, 9/181). []
SUMBER: DAKWAH.ID