Terdengar suara unik yang bersumber dari istana Amirul Mukminin (khalifah) Harun ar-Rasyid. Suara itu menyerupai dengungan lebah. Ternyata suara tersebut adalah suara para dayang Zabidah, isteri sang khalifah. Mereka rupanya tengah menghafal dan membaca al-Qur`an secara tartil.
Sejak lama, di dalam lubuk hatinya yang paling dalam Zabidah berangan-angan untuk dapat dipersunting oleh putra pamannya, Harun ar-Rasyid. Angan itupun menjadi kenyataan. Hari itu Harun baru saja kembali bersama ayahnya, khalifah al-Mahdi dari medan perang setelah berhasil menaklukkan pasukan Romawi.
BACA JUGA: Kehebatan Abdul Hamid II, Sang Khalifah Terakhir
Berbagai dekorasi pun telah dihias, sebuah pesta pernikahan (walimah) yang belum pernah disaksikan siapa pun sebelumnya di negeri Arab sebentar lagi akan diadakan. Zabidah berhias dengan aneka perhiasaan, mutiara, kasturi dan ‘anber. Aroma-aroma nan semerbak mewangi menyelimuti seantero pelaminan. Sementara khalayak bersuka cita dengan pernikahan yang diberkahi itu.
Akhirnya, Zabidah menikah dengan Harun ar-Rasyid. Rasa saling mencintai meliputi segenap hati keduanya. Ia dengan kecerdasan dan kelincahannya berhasil menambah rasa cinta sang suami terhadapnya. Ia berhasil membuat sang suami tak tahan untuk berpisah lama-lama dengannya dan tidak jenuh-jenuh mendampinginya serta yang lebih penting lagi, tak pernah menolak setiap permintaannya.
Hari-hari pun berlalu. Zabidah telah dikarunia seorang anak dari hasil perkawinannya dengan Harun ar-Rasyid. Bayi mungil itu diberi nama Muhammad al-Amin. Ia begitu belas kasih dan lembut terhadapnya. Salah satu buktinya, ia sampai-sampai mengutus budak perempuannya kepada al-Kisa`i, pengajar akhlak dan guru anaknya yang biasanya bersikap terlalu keras terhadap buah hatinya itu. Zabidah melalui pesannya mengatakan kepada sang guru, “Hendaknya kamu bersikap lembut terhadap al-Amin sebab ia adalah buah hati dan penyejuk mataku.”
Tak berapa lama, Harun ar-Rasyid pun diangkat menjadi khalifah. Berkat kepiawaiannya, negeri yang dipimpinnya menjadi semakin baik, kekuasaannya semakin luas sehingga ia sampai-sampai pernah berkata kepada awan mendung ketika melintas di atas kepalanya, “Pergilah, lalu hujanilah di tanah mana saja yang engkau mau, sebab hasil kebaikannya akan datang kepadaku.”
Zabidah, isteri khalifah umat Islam melihat perlunya ia ikut andil dalam menyebarkan kebaikan dan memakmurkan negeri Islam. Ketika berangkat menunaikan ibadah haji ke Baitullah tahun 186 H dan mendapati betapa kesulitan dan kesukaran yang dialami penduduk Mekkah untuk mendapatkan air minum, ia memanggil bendaharanya dan memerintahkannya agar mengumpulkan para insinyur dan pekerja dari seluruh negeri.
BACA JUGA: Apa Arti Khalifah di Muka Bumi?
Ia menuturkan kepadanya, “Tolong dikejarkan, sekalipun satu pukulan kampak dihargai satu dinar!” Lalu digalilah sumur sehingga penduduk Mekkah dan jemaah haji dapat meminum darinya. Setelah itu, sumur itu dikenal dengan sumur Zabidah.
Zabidah tak cukup hanya berbuat seperti itu. Ia malah banyak membangun sejumlah masjid dan bangunan yang berguna bagi umat Islam. Ia membangun banyak sumur dan rumah di sepanjang jalan menuju Baghdad. Hal itu agar dapat membuat para musafir nyaman beristirahat.
Zabidah wafat di Baghdad tahun 216 H setelah kehidupan yang penuh dengan kebaikan dan kebajikan. []
Sumber: ArtikelMuslimah