KEBUTUHAN suami mengauli istrinya adalah fitrah dan keinginan tersebut tidak mengenal waktu. Kapan saja keinginan tersebut bisa datang. Tapi masalahnya istri tidak bisa memenuhi kebutuhan tersebut setiap waktu. Ada masa istri datang bulan. Lalu apakah boleh menggauli istri di saat haid tersebut?
Allah berfirman: “Mereka bertanya tentangmu masalah haid. Katakanlah ,’ Haid itu adalah kotoran .’ Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.” (QS Al Baqarah: 222).
BACA JUGA: Mengapa Hubungan Suami Istri Mendatangkan Pahala?
Karena itu seorang suami tidak halal menggauli istrinya sehingga ia mandi setelah darah haidnya berhenti. Allah Berfirman: “Apabila mereka telah suci, maka gaulilah mereka di tempat yang diperintahkan oleh Allah kepadamu.” (QS Al Baqarah: 222
Haramnya Menggauli Istri
Mengenai kotornya perbuatan menggauli istri saat haid itu disebutkan dalam hadist Rasulullah Shallahu alaihi wa Sallam, “Barangsiapa yang menggauli istri (yang sedang haid atau menggaulinya di dubur atau mendatangi dukun, maka ia telah kufur (ingkar) terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR. At-Tirmidzi dari Abu Hurairah, 1/243; dalam Shahih al jami’ Hadits no 1918.
Tetapi orang yang melakukannya dengan tanpa sengaja dan tidak mengetahui kondisi sang istri, maka ia tidak berdosa .
Berbeda jika ia melakukannya dengan sengaja serta mengetahui kondisi sang istri, maka baginya wajib membayar kaffarat, menurut sebagian ulama yang menganggap shahih hadits tentang kaffarat, yakni dengan membayar satu dinar atau setengahnya.
Kaffarat Menggauli Istri
Dalam penerapan kaffarat ini, para ulama juga berbeda pendapat. Sebagian berkata, ia boleh memilih diantara keduanya (satu atau setengah dinar).
BACA JUGA: Ini Dia Batasan Bermesraan Jika Istri Sedang Haid
Sebagian lain berpendapat, jika ia menggauli diawali haid (ketika darah masih keluar banyak), maka ia membayar satu dinar dan jika ia menggaulinya diakhir haid, saat darah tinggal sedikit atau sebelum mandi dari haid, maka ia membayar setengah dinar.
Menurut ukuran umum, satu dinar adalah 4,25 gram. Orang-orang yang bersangkutan boleh bersedekah dengannya atau uang yang senilai dengannya. (yang benar adalah dia boleh memilih antara membayar kaffarat satu dinat atau setengahnya baik di awal haid atau di akhirnya.
Adapun dinar adalah senilai 4/6 Junaih Saudi, sebab satu Junaih Saudi sama dengan 1 3’4 Dinar, Ibnu Baz) []
Referensi Buku Dosa-Dosa yang Dianggap Biasa Karya Syaikh Muhammad Shalilh Al-Munajjid Penerbit Darul Haq November 2009 | Sumber: ChanelMuslim.com