MELALUI teknologi yang sudah modern, kita bisa mengetahui keadaan janin di dalam perut. Termasuk gangguna-gangguan yang terjadi pada janin. Mengetahui keadaan janin yang cacat melalui USG. Sementara itu, ketika ada janin yang lahir cacat, keberadaannya akan menjadi aib bagi orang tua dan keluarganya. Apakah dengan alasan ini kita dibolehkan menggugurkan janin tersebut?
Sebelum berbicara masalah ini, akan kami sebutkan beberapa hal yang perlu diketahui sebelum memahami masalah ini. Bahwa peniupan ruh, itu terjadi setelah janin berusia 120 hari dalam kandungan. Sebagaimana dinyatakan dalam hadits Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
إن أحدكم يجمع خلقه في بطن أمه أربعين يوما نطفة، ثم علقة مثل ذلك، ثم مضغة مثل ذلك- فأربعون وأربعون، وأربعون أصبحت مائة وعشرين، أي أربعة أشهر- ثم يرسل إليه الملك فينفخ فيه الروح، ويؤمر بأربع كلمات: بكتب رزقه، وأجله، وعمله، وشقي أو سعيد
”Sesungguhnya penciptaan kalian terjadi di perut ibunya, selama 40 hari dalam bentuk air mani, kemudian menjadi segumpal darah selama 40 hari juga, kemudian menjadi segumpal daging selama itu (40 hari) juga – total 120 hari atau 4 bulan – kemudian diutuslan malaikat kepadanya, dia meniupkan ruh ke janin itu, dan diperintahkan untuk mencatat 4 hal: rizqinya, ajalnya, amalnya, dan apakah dia kelak bahagia atau celaka….” (HR. Bukhari & Muslim).
Hadits ini merupakan dalil yang dzahir bahwa peniupan ruh terjadi setelah janin berusia 120 hari. Batasan ini menjadi penting dalam membahas masalah ini.
Hanya saja, terdapat hadits dari Hudzaifah bin Usaid radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يدخل الملك على النطفة بعدما تستقر في الرحم بأربعين، أو خمس وأربعين ليلة، فيقول: يا رب، أشقي أو سعيد؟ فيكتبان، فيقول: أي رب أذكر أم أنثى فيكتبان، ويكتب عمله، وأثره، وأجله ورزقه، ثم تطوى الصحيفة فلا يزاد فيها ولا ينقص
”Seorang malaikat mendatangi nutfah (air mani) setelah air mani ini tinggal di rahim selama 40 hari atau 45 hari. Malaikat ini bertanya: “Ya Rab, apakah dia menjadi orang celaka ataukah bahagia?” Lalu jawabannya ditulis. “Ya Rab, dia laki-laki ataukah perempuan?” lalu jawabannya ditulis. Ditulis pula amalnya, pengaruh amalnya, ajalnya, dan rizkinya. Kemudia catatan itu ditutup, sehingga tidak dia tambahkan dan tidak mengurangi.” (HR. Muslim)
Hadits Hudzaifah ini menunjukkan bahwa pencatatan takdir dilakukan setelah janin berusia 40 atau 45 hari. Sementara hadits Ibn Mas’ud menyatakan bahwa pencatatan itu dilakukan setelah 120 hari. Dan kedua hadits ditinjau dari sisi sanad, statusnya shahih.
Sebenarnya, masalah ini – menggugurkan janin yang cacat – telah dibahas di majlis Komite Ulama Besar KSA, dan Majma’ Fiqh Islami di bawah Rabithah Alam Islami. Dihasilkanlah keputusan dari Majlis Komite Ulama dan keputusan dari Majma’ Fiqh. Kedua keputusan, tidak jauh berbeda dalam menetapkan hukumnya secara syariat.
Berikut penjelasan rincinya,
Tidak boleh menggugurkan kandungan untuk semua fase kehamilan, kecuali karena ada alasan yang dibenarkan secara syariat. Itupun dengan batasan yang sangat sempit. Sampaipun di fase 40 hari pertama. Hanya boleh dilakukan karena ada alasan yang dibolehkan secara syariat. Sementara menggugurkan kandungan, karena khawatir terlalu berat dalam mengasuh anak, atau tidak mampu menanggung kehidupan mereka, atau merasa cukup dengan anak yang sudah dimiliki dan tidak mau memiliki anak lagi, maka ini semua tidak dinilai sebagai pembenar yang diizinkan syariat. Sehingga menggugurkan kandungan karena alasan semacam ini, tidak dibolehkan. Komite Ulama telah menegaskan hal ini, meskipun tindakan menggugurkan itu dilakukan di fase 40 yang pertama. []