2. JIKA kandungan telah berusia 120 hari, tidak halal untuk digugurkan, meskipun menurut prediksi dokter disimpulkan bentuknya cacat. Karena pada usia ini telah ditiupkan ruh kedalam janin, dan telah menjadi manusia. Sehingga menggugurkan janin pada usia ini hakekatnya adalah membunuh manusia. Hanya saja, jika membiarkan janin ini akan membahayakan, yang mengancam kehidupan ibunya, apakah dalam keadaan ini boleh digugurkan? Ulama kontemporer berbeda pendapat dalam masalah ini.
Pendapat pertama, tidak boleh digugurkan, meskipun dipastikan membahayakan, bahkan meskipun ibunya meninggal jika janin tetap tidak digugurkan. Mereka menegaskan, selama ruh sudah ditiupkan, tidak boleh digugurkan, apapun keadaannya. Bahkan meskipun dokter memutuskan, jika janin tidak digugurkan, ibunya akan mati, tetap tidak boleh digugurkan. Alasan yang mereka sampaikan:Bahwa kita dilarang untuk membunuh satu nyawa, dalam rangka mempertahankan nyawa lainnya. Sementara menggugurkan janin setelah berusia 120 hari, termasuk membunuh jiwa.
Pendapat kedua, apabila dokter terpercaya telah menetapkan bahwa jika janin dibiarkan akan mengancam keselamatan ibunya, bahkan akan menyebabkan kematian ibunya jika janin dibiarkan setelah dilakukan semua bentuk sarana untuk menyelamatkan hidup janin, maka dalam kondisi ini boleh digugurkan.Diantara yang menguatkan pendapat ini adalah Komite Ulama Besar KSA dan Majma’ Fiqh islami di bawah Rabithah. Mereka beralasan:
Menggugurkan janin dalam kondisi ini, termasuk mengambil sikap menghindari bahaya yang lebih besar, dan mengambil yang lebih maslahat. Karena dalam kasus ini kita dihadapkan dua hal yang mengancam: kematian ibu dan kematian janin. Sementara kematian ibu lebih besar bahayanya dibandingkan kematian janin. Karena kemungkinan untuk bisa hidup bagi ibu, lebih meyakinkan. Sementara peluang untuk hidup bagi sang janin setelah dia lahir, masih diragukan. Sehingga kematian ibunya lebih besar kerugiannya.
Karena itu, boleh menggugurkan janin, dalam rangka menghindari kerugian yang lebih besar. Pendapat kedua inilah yang lebih mendekatikebenaran. Allahu a’lam.
3. Sebelum menginjak usia 120 hari di kandungan, janin berada pada fase segumpal darah dan daging. Apabila dokter menetapkan bahwa pada fase itu janin mengalami cacat yang membahayakan, tidak mungkin bisa disembuhkan, dan jika dibiarkan hidup maka kondisi hidupnnya buruk, menjadi masalah baginya dan bagi keluarganya, maka dalam kondisi ini boleh digugurkan, sesuai dengan permintaan orang tua. Karena janin pada fase ini belum ditiupkan ruh, dan belum disebut manusia. Baru berbentuk mudhghah (segumpal daging) atau ‘alaqah (segumpal darah), sehingga boleh digugurkan.
4. Pada fase 40 hari pertama, boleh digugurkan jika terdapat maslahat yang mendesak secara syariat, atau untuk menghindari bahaya yang pasti terjadi. Diantaranya adalah jika janin ini dibiarkan hidup, akan cacat secara fisik. Sehingga kondisi janin semacam ini, tidak masalah digugurkan pada fase 40 yang pertama, dengan catatan di atas. Meskipun ada sebagian ulama yang membolehkan untuk menggugurkannya tanpa syarat apapun. Dan itulah zhahir madzhab hambali.
Dari penjelasan di atas, para ulama sangat keras menentang tindakan menggugurkan janin setelah berusia 120 hari, kemudian pada fase kedua, fase mudhghah dan ‘alaqah, mereka mengambil sikap keras menentang, namun tidak sebagaimana yang pertama. Adapun pada fase 40 hari pertama, mereka tidak banyak mengambil sikap keras dalam masalah ini.
Allahu a’lam. []
Sumber: artikelmuslimah