MENGINGAT mati, setiap manusia telah ditulis ajalnya oleh Allah SWT pada saat dia masih berupa janin di dalam rahim ibunya.
Pada saat umur seratus dua puluh hari, kematian itu ditulis bersamaan dengan rizki, amal, kebahagiaan, dan kesengsaraannya. Apabila ajal tersebut tiba, maka ia tiba tepat waktu, tidak mungkin ditunda atau disegerakan sesaat pun. Apabila ajal tiba, maka ia tiba di bumi mana pun orang tersebut berada, tanpa dia ketahui.
BACA JUGA : Mengingat Mati dan Menghargai Hidup, 7 Kisah Ini Membuat Kita Bersyukur
Alah SWT berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ عِنْدَهٗ عِلْمُ السَّا عَةِ ۚ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ ۚ وَيَعْلَمُ مَا فِى الْاَ رْحَا مِ ۗ وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌ مَّا ذَا تَكْسِبُ غَدًا ۗ وَّمَا تَدْرِيْ نَـفْسٌ بِۢاَيِّ اَرْضٍ تَمُوْتُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
“Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari Kiamat; dan Dia yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal.” (QS. Luqman [31]: 34)
Bahkan mungkin yang bersangkutan tidak di bumi tetapi di udara atau di laut. Apabila ajal tiba, maka ia tiba apapun penyebabnya; sakit, kecelakaan lalu lintas, dibunuh orang, tenggelam, bencana alam, dan lain-lain.
Semua itu hanya penyebab kematian, bahkan ada orang yang mati tanpa didahului oleh sebab, kata orang, mati mendadak. Dia tidur, ternyata itu menjadi tidur panjangnya. Dia duduk di meja kantor, ternyata dia tidak lagi berdiri tetapi diangkat ke ranjang pemandian. Semua itu penyebabnya hanya satu, kematian.
Rasulullah ﷺ mengajak kita untuk memperbanyak mengingat kematian.
Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda:
‘’Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yakni kematian.’’ (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Memperbanyak mengingat kematian berarti memperbanyak amal kebaikan. Orang yang tidak beramal baik atau dia berbuat buruk berarti tidak ingat akan mati.
Imam Ad-Daqqaq berkata, ‘’Barangsiapa memperbanyak mengingat mati, dia dikaruniai tiga perkara: Menyegerakkan taubat, hati yang qana’ah, dan semangat beribadah.’’ (At-Tadzkirah, Al-Qurthubi).
faktor-faktor apa saja yang membuat kita mengingat mati?
BACA JUGA: Kalu Hati Keras Mungkin Lupa Mengingat Mati
Di bawah ini ada 4 faktor yang dapat mengingat mati:
1 Mengingat Mati: Ziarah Kubur
Ziarah kubur merupakan faktor penting yang mengingatkan seseorang akan mati, penziarah akan menyadarai bahwa dirinya akan menyusul dalam waktu yang tidak jauh, nasibnya akan sama dengan orang yang diziarahinya.
Keadaan ini membuatnya bersiap diri sebaik mungkin untuk menghadapinya.
Imam Al-Qurthubi berkata: Para ulama berkata, ‘’Tidak ada yang lebih bermanfaat bagi hati dari pada ziarah kubur, lebih-lebih jika hati tersebut membatu.’’
2 Mengingat Mati: Melihat Sakaratul Maut dan Merenungkannya
Sakaratul maut adalah saat-saat yang berat bagi seorang mukmin, karena inilah momen yang menentukan baginya, apakah dia meraih husnul khatimah atau sebaliknya su’ul khatimah.
Allah SWT berfirman, yang artinya:
‘’Sekali-kali jangan. Apabila nafas (Seseorang) telah (mendesak) sampai ke kerongkongan, dan dikatakan (kepadanya), ‘Siapakah yang dapat menyembuhkan?’ Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan (dengan dunia), dan bertautnya betis (kiri) dan betis (kanan), kepada Rabbmulah pada hari itu kamu dihalau.’’ (Al-Qiyamah: 26-30).
Dan dalam QS Al-An’am ayat 93 Allah SWT berfirman:
وَّمَنْ قَا لَ سَاُ نْزِلُ مِثْلَ مَاۤ اَنْزَلَ اللّٰهُ ۗ وَلَوْ تَرٰۤى اِذِ الظّٰلِمُوْنَ فِيْ غَمَرٰتِ الْمَوْتِ وَا لْمَلٰٓئِكَةُ بَا سِطُوْۤا اَيْدِيْهِمْ ۚ اَخْرِجُوْۤا اَنْفُسَكُمُ ۗ اَلْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَا بَ الْهُوْنِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُوْلُوْنَ عَلَى اللّٰهِ غَيْرَ الْحَـقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ اٰيٰتِهٖ تَسْتَكْبِرُوْنَ
Dan orang yang berkata, “Aku akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.” (Alangkah ngerinya) sekiranya engkau melihat pada waktu orang-orang zalim (berada) dalam kesakitan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), “Keluarkanlah nyawamu.” Pada hari ini kamu akan dibalas dengan azab yang sangat menghinakan, karena kamu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.” (QS. Al-An’am [6:] 93)
Jika manusia mengetahui dahsyatnya sakaratul maut, dia pasti akan berlari menghindar darinya, akan tetapi ke manakah tempat berlari?
وَ جَآءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِا لْحَـقِّ ۗ ذٰلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيْدُ
“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang dahulu hendak kamu hindari.” (QS. Qaf [50]: 19)
Gambaran sakaratul maut seperti ini, nelum cukuplah untuk dapat membangunkan kita dari kelalaian panjang, agar kita mengadakan persiapan untuk menghdapinya. Semoga gambaran di atas sudah cukup untuk membangunkan kita.
3 Mengingat Mati: Melihat Orang-Orang Mati
Melihat orang-orang mati menyadarkan kita akan mengingat mati. Sekarang si A dan si B, lalu siapa tahu besok adalah giliran kita?
Sudah terlalu sering kita mendengar berita, bahkan hampir setiap hari, tentang kematian yang tiba-tiba, pesawat terbang jatuh, kapal laut terhempas ombak, gempa tiba-tiba mengguncang bumi dan meruntuhkan bangunan, lau longsor dan sebagainya. Semua dengan begitu mudah mengambil hidup orang-orang yang mungkin tak pernah mengiranya akan terjadi.
4 Mengingat Mati: Memahami hakikat kehidupan dunia dan hakikat kehidupan
Dengan pemahaman yang benar terhadap dunia, seseorang bisa mengambil sikap yang benar pula terhadapnya, dia tidak akan tertipu dan terlena olehnya, sebaliknya dia juga tida mencampakkannya mentah-mentah seolah-olah ia adaah musuh besar yang tidak ada kebaikannya sama sekali.
Untuk memahami hakikat dunia kita perlu melihatnya melalui firman Allah dan sabda Rasulullah yang shahih; padanya terdapat keterangan yang lebih dari cukup.
Dari ayat-ayat dan hadits-hadits tentang dunia, ibarat bayangan sebuah pohon, kebahagiaan dan kesengsaraannya tidak abadi, remeh tidak berarti apapun di hadapan Allah, ia indah dan menarik, oleh karena itu banyak orang tertarik olehnya, akan tetapi apapun keadaannya yang penting bagi seorang muslim kehidupan dunia adalah kehidupan beramal, maka dia pun mengambil darinya sekedar untuk bisa menopangnya beramal demi alam akhirat dan tidak terbesit di dalam benaknya untuk hidup lama. []
Referensi: Kumpulan Khutbah/Drs. Hartono A. Jaiz/Darul Haq 2008