MENGINGAT mati dan menghargai hidup,, sangat penting dalam kehidupan kita sebagai seorang Muslim.
Pada suatu hari, nabi SAW bersabda kepada para sahabat nya, “Malulah kepada Allah SWT dengan malu yang sesungguhnya.” Para sahabat menjawab, “Alhamdulillah, kami telah bersikap malu kepada Allah SWT demi ayah dan bunda.”
Beliau bersabda, “Makhluk yang sesungguhnya tidak seperti itu. Orang yang benar-benar malu kepada Allah SWT harus mampu menjaga kepala dan yang ada di sekitarnya. Menjaga perut dan apa yang ada di bawahnya. Di samping itu, hendaknya ia selalu mengingat kematian dan bencana.
Siapa yang menginginkan akhirat, maka ia akan rela meninggalkan gambar lainnya kehidupan dunia. Siapa yang telah mampu melakukan hal itu, berarti iya telah merasa malu kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya.” Hadis Riwayat Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah dari Ibnu Mas’ud RA.
Mengingat Mati dan Menghargai Hidup, Kisah: Nabi Isa AS
Diriwayatkan bahwa nabi Isa AS dapat menghidupkan orang yang telah mati dengan izin Allah SWT. Maka, sebagian orang kafir menentangnya. Mereka mengatakan, “Kamu hanya mampu menghidupkan orang yang baru meninggal. Mungkin saja orang itu sebenarnya belum meninggal. Jika kamu benar-benar mampu menghidupkan orang mati, maka hidupkanlah orang mati yang sudah lama meninggal.”
Nabi Isa AS menjawab, “Pilihlah siapa yang kamu kehendaki.” Mereka menjawab, “hidupkanlah Syam Ibnu Nuh.” Lalu beliau mendatangi kuburan Syam Ibnu Nuh. Beliau salat dua rakaat dan berdoa kepada Allah SWT. Maka Allah pun menghidupkan sama Ibnu Nuh.
Namun rambut dan janggutnya telah memutih. Beliau bertanya, “Kenapa rambutmu beruban? Bukankah kamu meninggal pada saat masih muda?” Syam Ibnu Nuh menjawab, “Saya mendengar seruan dan saya kira itu adalah panggilan hari kiamat. Maka tiba-tiba rambut dan jenggotku memutih, karena dahsyatnya seruan itu.”
BACA JUGA:Â Orang yang Meninggal karena Tabrakan, Mati Syahid?
Kemudian nabi Isa bertanya, “Sudah berapa lama kamu meninggal?” Syam Ibnu Nuh menjawab, “semenjak 4000 tahun yang lalu. Tetapi, sampai sekarang sakitnya sakaratul maut masih saya rasakan.”
Dalam syair disebutkan:
Mereka yang mati secara bersamaan, maka tidak ada orang yang dapat mengabarkannya
Mereka mati secara bersamaan dan mati pula beritanya
Ilalang tumbuh pagi dan petang
Menghapus kebaikan-kebaikan gambar itu
Hai orang yang bertanya kepadaku tentang kisah orang yang lalu
Apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran dari apa yang kamu lihat?
Mengingat Mati dan Menghargai Hidup, Kisah: Hamid Al Laffaf
Hamid Al Laffaf berkata, “Orang yang sering mengingat mati, akan dimuliakan dengan tiga hal: mempercepat obat, menerima Rizki seadanya, dan rajin beribadah.
Sementara, orang yang lalai mengingat kematian maka akan disiksa dengan tiga hal yaitu lupa tobat, tidak menerima rezeki yang ada, dan malas beribadah.”
Ketahuilah, Kamu tidak akan sampai pada tingkatan orang-orang sholeh, sampai kamu merasakan enam keadaan.
- Pertama, ditutup pintu nikmat dan dibukakan pintu musibah.
- Kedua, tutup pintu kemuliaan dan dibukakan pintu kehinaan.
- Ketiga, tutup pintu istirahat dan dibukakan pintu cobaan.
- Keempat, ditutup pintu tidur dan dibukakan pintu begadang.
- Kelima, ditutup pintu kekayaan dan dibukakan pintu kemiskinan.
- Keenam, ditutup pintu angin angin dan dibukakan pintu mempersiapkan kematian.
BACA JUGA:Â Erdogan Sebut Mursi Mati Syahid
Mengingat Mati dan Menghargai Hidup, Kisah: Abu Hazim
Abu Hazim menuturkan bahwa dirinya menemui Sulaiman Ibnu Abdul Malik ketika ia menjabat sebagai khalifah. Sulaiman Ibnu Abdul Malik berkata, “Hai Abu hazim, kenapa kami sering merasa takut mati? Abu hazim menjawab, “Karena kamu sibuk memimpin dunia dan menghancurkan akhirat. Karena itu, kamu takut untuk pindah dari satu sebagai pemimpin menjadi rakyat biasa.”
Dalam syair disebutkan:
Beramallah selagi masih hidup di dunia
Dan yakinlah bahwa setelah mati,
Kamu akan dibangkitkan
Ketahuilah, setiap amal yang kamu lakukan dapat bermanfaat bagimu
Dan setiap amal yang kamu tinggalkan akan menjadi tanggunganmu sendiri
Mengingat Mati dan Menghargai Hidup, Kisah: Umar RA
Umar RA bertanya kepada ka’b Al Ahbar, “Ceritakan kepada kami tentang kematian.” Ka’b menjawab, “Perumpamaan kematian itu seperti pohon berduri yang ditancapkan di sekujur tubuh manusia. Setiap duri dari pohon itu mengakar di seluruh urat manusia. Lalu pohon itu dicabut oleh seorang laki-laki yang sangat kuat dengan ditarik sekencang-kencangnya. Maka, pohon itupun tercabut. Ada akarnya yang terbawa dan ada pula yang tertinggal.”
BACA JUGA:Â Tawadhu mengantarkan pada Kemuliaan
Mengingat Mati dan Menghargai Hidup, Kisah: Al Robbi Ibnu khaytsam
Al Robbi Ibnu khaytsam menggali sebuah kuburan di dalam rumahnya. Setiap kali hatinya mengeras, iya akan masuk ke dalam kuburan tersebut, berbaring dan merenung sesaat. Lalu ia berkata, “Ya Tuhanku kembalikanlah aku ke dunia, agar aku dapat melakukan amal sholeh yang telah saya tinggalkan.” Ia pun menjawab sendiri, “Hai Robi,” aku telah mengembalikanmu kedunia, karena itu beramallah sebelum kamu benar-benar tidak bisa dikembalikan lagi.”
Mengingat mati dan menghargai Hidup. Alkisah, ketika Sofyan Al tsauri diceritakan tentang kematian, maka ia tidak bisa berbuat apa-apa selama beberapa hari. Jika ditanya tentang sesuatu, maka jawabannya, “Tidak tahu.”
Mengingat Mati dan Menghargai Hidup, Kisah: Al faqih
Al faqih berkata, “Siapa yang meyakini kematian dan mengetahui bahwa kematian itu akan dialaminya secara pasti, maka ia harus mempersiapkan diri menjemput kematian dengan bekal amal soleh dan menjauhkan diri dari amal-amal yang buruk, karena ia tidak tahu pasti kapan kematian akan merenggutnya.”
Mengingat Mati dan Menghargai Hidup, Kisah: Syaqiq Ibnu Ibrahim
Syaqiq Ibnu Ibrahim berkata, “Ada empat perkataan manusia yang tidak sesuai dengan perbuatannya.
Pertama, mereka mengatakan bahwa kami adalah hamba-hamba Allah SWT, tetapi mereka beramal seperti orang merdeka yang tanpa beban.
Kedua, mereka mengatakan bahwa Allah SWT yang menanggung rezeki kami, tetapi hati mereka hanya bisa tenang jika mendapatkan sedikit dari harta dunia.
Ketiga, mereka mengatakan bahwa akhirat lebih baik dari dunia, tapi mereka sibuk mengumpulkan harta dunia.
Keempat, mereka mengatakan bahwa kami pasti akan mengalami kematian, tetapi mereka beramal seperti orang yang tidak akan pernah mati.”
Manusia yang paling utama adalah orang yang memiliki lima sifat berikut ini.
Pertama, selalu berusaha beribadah kepada Tuhannya.
Kedua, senantiasa berupaya memberikan manfaat kepada orang lain.
Ketiga, selalu berusaha menjadi agar tidak mengganggu orang lain.
Keempat, tidak pernah mengharapkan apa yang ada di tangan manusia. Kelima, selalu mempersiapkan diri untuk menyambut kematian.” []
Sumber : Buku: Nasihat Langit untuk Maslahat di Bumi, Oleh: Syekh Abdul Hamid Al-Anquri (Ulama Abad ke-8)