Oleh M. Anwar Djaelani
Aktivis MIUMI Jawa Timur
Apa makna berinfaq fii sabilillah? Antara lain, siapa sajakah para ‘juara’ berinfaq yang bisa kita teladani?
Performa Memesona
Berinfaq fii sabilillah adalah membelanjakan atau menafkahkan harta di Jalan Allah. Amaliyah itu meliputi belanja untuk kepentingan jihad, untuk keperluan ibadah (seperti pendirian masjid), untuk kebutuhan dakwah (seperti pembangunan fasilitas pendidikan berupa sekolah, perpustakaan, dan laboratorium), untuk kebutuhan sosial (seperti pendirian Rumah Sakit dan Panti Asuhan) dan lain-lain contoh yang serupa dengan itu.
Adapun dasar hukum mengapa kita harus rajin berinfaq –antara lain- adalah firman Allah di QS Al-Baqarah [2]: 254. “Hai orang-orang yang beriman, berinfaqlah/belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rizki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual-beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa`at”.
Di keseharian, berinfaq bisa kapan saja; pagi, siang, atau malam. Semakin pagi, semakin baik. Perhatikan sabda Nabi Muhammad SAW berikut ini. “Tidak akan terlewat seharipun pada tiap-tiap pagi, kecuali pasti akan ada dua malaikat yang turun (ke bumi ini) mendoakan hamba-hamba Allah. Satu di antaranya berdoa: ‘Yaa Allah, berilah orang-orang yang berinfaq itu imbalan’. Malaikat kedua berdoa: ‘Yaa Allah! Berilah orang yang kikir itu kebinasaan – hartanya-‘ (HR Bukhari).
Jangan pernah khawatir ekonomi kita akan menjadi sulit karena rajin berinfaq. Sebaliknya, yang harus kita yakini adalah bahwa janji-janji Allah akan ditepati-Nya. Dalam hal penggantian infaq yang kita keluarkan –misalnya-, ada janji Allah yang sangat menggiurkan. Pertama, jaminan akan mendapatkan pahala dari Allah dan kebahagiaan, seperti termaktub di QS Al-Baqarah [2]: 274 yang telah dikutip di atas.
Kedua, secara materi, kita akan mendapat penggantian dari Allah hingga 700 kali lipat. “Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat-gandakan bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui” (QS Al-Baqarah [2]: 261).
Adakah contoh yang bisa kita teladani dalam hal kegemaran berinfaq? Banyak!
Tentu saja yang kali pertama harus disebut adalah Uswatun Hasanah kita, Rasulullah Muhammad SAW. Berdasar sejarah hidupnya, Nabi Muhammad SAW-lah orang yang paling dermawan.
Nabi SAW sering berinfaq dan tampak sempurna, karena berinfaq seperti tiada henti-hentinya laksana angin yang terus berhembus. Infaq Nabi SAW akan jauh lebih sering dan dalam jumlah yang lebih banyak jika di bulan Ramadhan. Intinya, kesan paling menonjol dari Nabi SAW saat berinfaq adalah bahwa beliau sama sekali tidak pernah terlihat takut miskin karena sering berinfaq.
Ada pengalaman menarik yang dialami oleh seseorang yang sebelumnya pernah memusuhi Nabi SAW. Pada sebuah kesempatan, orang itu meminta sesuatu kepada Nabi SAW. Lalu, oleh Nabi SAW orang itu diberinya sekawanan kambing yang banyak sampai memenuhi lembah di antara dua bukit.
Orang itu teramat senang dengan pemberian Nabi SAW dan bergegas pulang ke desanya sambil berseru: “Wahai kaumku, masuk Islam-lah kalian, karena Muhammad memberikan sesuatu bagaikan pemberi yang tidak takut jatuh miskin”
Pada kesempatan lain, pernah Nabi SAW mendapat rizki sebanyak empat ratus ribu dirham. Lalu, diletakkannya uang itu di atas tikar dan dibagi-bagikan kepada siapa saja yang datang memintanya sehingga uang itu habis semuanya.
Adakah contoh yang lain? Perhatikanlah Siti Khadijah Ra, isteri Rasulullah SAW. Sebelum menikah dengan Nabi SAW, dia sudah dikenal sebagai seorang pengusaha sukses yang kaya. Masyaa-Allah, untuk menunjang kepentingan dakwah Islam, Siti Khadijah Ra tak ragu-ragu untuk menginfaqkan seluruh hartanya.
Atas jasa Khadijah Ra yang sangat berarti bagi penegakan dakwah Islam itu, Nabi SAW tak pernah bisa melupakannya. Nabi SAW berkesaksian, bahwa “Dialah yang memberikan hartanya ketika banyak orang mengharamkan hartanya untukku”.
Lihatlah keteguhan Abu Bakar Ra dalam berinfaq, terutama saat kaum Muslimin akan berjuang di Perang Tabuk. Tanpa ragu-ragu sedikitpun, Abu Bakar Ra menginfaqkan seluruh hartanya. Atas fenomena itu, Rasulullah SAW bertanya, “Adakah sisanya untuk engkau dan keluarga?” Dengan tenang Abu Bakar Ra menjawab, “Sisanya masih banyak, yaitu Allah dan Rasul-Nya”.
Abu Bakar Ra memang sangat dikenal sebagai ‘jago’ berinfaq. Bahkan, orang sekelas Umar bin Khaththab Ra-pun sempat ‘iri’ dalam hal prestasi berinfaq. Berikut ini penuturan Umar bin Khaththab Ra:
“Rasulullah SAW meminta kami untuk berinfaq. Ketika itu saya mempunyai sejumlah harta. ‘Hari ini saya akan mendahului Abu Bakar’, batin saya dalam hati. Maka, saya datang membawa separuh harta saya. Rasulullah SAW bertanya: ‘Apa yang engkau sisakan untuk keluargamu?’ Saya menjawab, ‘Saya sisakan kepada mereka sejumlah itu pula’. Lalu, datanglah Abu Bakar Ra dengan membawa seluruh hartanya. Rasulullah SAW bertanya kepadanya, ‘Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu’. Abu Bakar Ra menjawab, ‘Saya tinggalkan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya’. Saya (Umar bin Khaththab) berkata: ‘Saya tak akan mampu selamanya mendahului Abu Bakar’.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).
Alhasil, semoga kita dapat mencontoh Rasulullah SAW, Khadijah Ra, Abu Bakar Ra, Umar bin Khaththab Ra atau siapapun kaum Muslimim yang gemar berinfaq. Sungguh, untuk berinfaq tak perlu menunggu kita kaya terlebih dulu. Sebab, pada prinsipnya, apapun yang kita punya bisa kita infaqkan. Punya harta, silakan infaqkan harta. Punya tenaga dan pikiran, silakan infaqkan tenaga dan pikiran. Tentang banyak atau sedikitnya yang kita infaqkan janganlah sampai merisaukan kita. Bahkan, andai hanya sekadar mempunyai sebutir kurma saja, janganlah ragu, infaqkanlah!
Menuju ‘Sang Pemenang’
Jadi, ayo, budayakan gemar berinfaq! Lalu, berlomba-lombalah menjadi “Sang Juara”. []