MENUDING orang lain dengan tuduhan kafir -meskipun belum sampai meyakini bahwa dia benar-benar kafir- termasuk dosa besar.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا قَالَ الرَّجُلُ لأَخِيهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهِ أَحَدُهُمَا
Ketika ada orang mengatakan kepada saudaranya, ‘Ya Kafir’ maka akan kembali kepada salah satunya. (HR. Bukhari 6103 & Muslim 225).
Makna hadis tersebut, bahwa yang menunduh maupun yang dituduh, tidak menjadi kafir, gara-gara adanya tuduhan ‘Kamu kafir’. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut mereka bersaudara, artinya saudara sesama muslim.
Jika salah satu kafir gara-gara tuduhan ini, maka ikatan persaudaraan itu akan hilang.
Syaikhul Islam mengatakan,
فقد سماه أخا حين القول، وقد قال: فقد باء بها. فلو خرج أحدهما عن الإسلام بالكلية لم يكن أخاه
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutnya sebagai saudara ketika orang pertama melontarkan tuduhan itu. Sementara beliau menyatakan, ‘tuduhan itu akan kembali’. Jika salah satu keluar dari islam, berarti bukan lagi saudaranya. (Majmu’ al-Fatawa, 7/355).
Makna hadis ini adalah ancaman keras bagi orang yang melakukan tuduhan kepada sesama muslim, dengan tuduhan kekufuran. Bahwa tuduhan itu pasti salah, sehingga dosanya kembali kepadanya.
Dalam hadis lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan, dosa menuduh orang lain dengan tuduhan kafir, seperti dosa membunuhnya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنْ قَذَفَ مُؤْمِنًا بِكُفْرٍ فَهْوَ كَقَتْلِهِ
“Siapa yang menuduh seorang mukmin dengan tuduhan kafir, itu seperti membunuhnya.” (HR. Ahmad 16385 & Bukhari 6047)
Hukum mengkafirkan itu hak Allah, bukan hak pribadi.
Seperti orang yang membohongi anda atau berzina dengan istri anda, bukan berarti anda boleh membohongi dia atau berzina dengan istrinya. Sebab dusta dan zina hukum haram karena hak Allah. Demikian pula takfir (vonis kafir), adalah hak Allah, sehingga tidak boleh ada orang yang dikafirkan, selain yang dikafirkan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. (ar-Rad ala al-Bakri, 2/492). Wallahu a’lam. []
SUMBER: KONSULTASI SYARIAH