NIAT, termasuk salah satu syarat sah-nya suatu ibadah. Ibadah yang tidak ada niat di dalamnya, maka ibadah tersebut batil, alias tidak sah. Sebagaimana nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda : “Sesungguhnya amalan itu tergantung kepada niatnya.” (Al-Hadits).
Niat, menurut pengertian ulama’ Syafi’iyyah adalah:
قَصْدُ الشَّيْءِ مُقْتَرِنًا بِفِعْلِهِ
“Menyengaja kepada sesuatu yang mengiringi perbuatannya.”[Hasyiyah Jamal bersama Syarhul Minhaj : 1/107].
Jika seorang masuk ke dalam suatu shalat dengan niat shalat tertentu, lalu dia mengubah niat shalatnya tersebut kepada shalat yang lain, maka dalam kondisi seperti ini niatnya RUSAK dan dia wajib MENGULANGI shalatnya dari awal. Hal ini berlaku untuk segala jenis shalat secara mutlak, baik shalat fardhu ke shalat fardhu, atau shalat fardhu ke shalat sunnah dan sebaliknya, atau shalat sunnah mu’ayyanah (tertentu secara spesifik) ke shalat sunnah (mu’ayyanah). Contohnya sebagai berikut:
BACA JUGA: Ini Lafal Niat Zakat Fitrah Lengkap
1). Shalat fardhu ke shalat fardhu. Seorang masuk shalat dengan niat shalat Ashar. Setelah berjalan beberapa menit, dia ingat belum shalat Dhuhur, lalu dia mengubah niatnya ke shalat Dhuhur.
2). Shalat fardhu ke shalat sunnah. Seorang masuk shalat dengan niat shalat Subuh, lalu teringat bahwa dia belum shalat sunnah rawatib qabliyah Subuh. Maka dia mengubah niatnya dari shalat Subuh ke shalat sunnah qabliyyah subuh.
3). Shalat sunnah ke shalat sunnah. Seorang masuk shalat dengan niat shalat sunnah qabliyyah Subuh. Setelah berjalan beberapa menit, dia ingat belum shalat witir. Lalu dia mengubah niatnya menjadi shalat witir.
Niat shalat pada tiga contoh kasus di atas RUSAK dan WAJIB mengulang shalatnya dari awal. Untuk kasus-kasus dalam bentuk lain bisa diqiyaskan kepadanya. Kenapa ? Karena niat wajib terwujud mengiringi takbiratul ihram atau sebelumnya dengan waktu yang pendek.
Demikian pula ketika seorang telah masuk ke dalam shalat dengan niat shalat tertentu, kemudian kerena sesuatu dan lain hal, dia memalingkan niatnya untuk keluar shalat –walaupun saat itu dia belum keluar -, kemudian dia mengembalikan niatnya, maka niatnya telah RUSAK dan dia WAJIB mengulang shalatnya dari awal.
Penjelasan di atas berdasarkan apa yang telah disampaikan oleh Imam Syafi’i –rahimahullah- dimana beliau berkata :
وَلَوْ أَنَّ رَجُلًا دَخَلَ فِي صَلَاةٍ بِنِيَّةٍ، ثُمَّ صَرَفَ النِّيَّةَ إلَى صَلَاةٍ غَيْرِهَا، أَوْ صَرَفَ النِّيَّةَ إلَى الْخُرُوجِ مِنْهَا وَإِنْ لَمْ يَخْرُجْ مِنْهَا، ثُمَّ أَعَادَ النِّيَّةَ إلَيْهَا فَقَدْ فَسَدَتْ عَلَيْهِ وَسَاعَةَ يَصْرِفُ النِّيَّةَ عَنْهَا تَفْسُدُ عَلَيْهِ وَيَكُونُ عَلَيْهِ إعَادَتُهَا
“Seandainya seorang masuk ke dalam shalat dengan niat, lalu dia memalingkan niatnya tersebut kepada shalat lain, atau memalingkan niat tersebut untuk keluar darinya – walaupun dia belum keluar darinya-, kemudian dia mengembalikan niatnya, sungguh niat tersebut telah rusak baginya, dan saat dia memalingkan niat tersebut dari shalat, niat tersebut telah rusak. Maka wajib baginya untuk mengulang shalatnya.” [Al-Umm : 1/121].
Penjelasan imam Syafi’i di atas, dipertegas lagi oleh Imam Nawawi –rahimahullah- dimana beliau berkata :
مَتَى دَخَلَ فِي فَرِيضَةٍ ثُمَّ صَرَفَ نِيَّتَهُ إلَى فَرِيضَةٍ أُخْرَى أَوْ نَافِلَةٍ بَطَلَتْ الَّتِي كَانَ فِيهَا وَلَمْ يَحْصُلْ الَّتِي نَوَاهَا بِلَا خِلَافٍ
“Jika seorang masuk ke dalam suatu shalaf fardhu, lalu dia palingkan niatnya ke shalat fardhu yang lain, atau kepada shalat nafilah (sunnah), maka shalat yang dia lakukan sebelumnya BATAL dan shalat yang dia niatkan berikutnya TIDAK TERWUJUD tanpa ada khilaf (perbedaan pendapat) di kalangan ulama’.”[ Majmu’ Syarhul Muhadzdzab : 3/286].
BACA JUGA: Sebagai Pengingat; Ini Lafadz Niat Shalat Sunnat Tarawih dan Witir
Imam Nawawi –rahimahullah- berkata:
فِي مَذَاهِبِ الْعُلَمَاءِ فِيمَنْ نَوَى الْخُرُوجَ مِنْ الصَّلَاةِ: مَذْهَبُنَا أَنَّهَا تَبْطُلُ وَبِهِ قَالَ مَالِكٌ واحمد
“Berbagai pendapat ulama’ dalam masalah seorang yang berniat keluar dari shalat (namun belum keluar secara perbuatan) : Madzhab (pendapat) kami (maksudnya madzhab Syafi’i) sesungguhnya hal itu membatalkan (shalat). Ini juga merupakan pendapat imam Malik dan imam Ahmad – pendapat Jumhur ulama’-.”[ Majmu’ Syarhul Muhadzdzab : 3/285-286].
Demikian artikel kali ini. Semoga bermanfaat bagi kita sekalian. Barakallahu fiikum. []
Facebook: Abdullah Al Jirani