“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat, ingatlah Allah waktu berdiri, waktu duduk, dan waktu berbaring. Kemudian, apabila kamu telah merasa aman, dirikanlah shalat itu. Sesungguhnya, shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS An-Nisa [4]: 103)
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan subuh. Sesungguhnya, shalat subuh itu disaksikan.” (QS Al-Israa [17]:78)
ALLAH SWT telah menganugerahkan kepada manusia berbagai fungsi yang sempurna. Termasuk di dalamnya fungsi yang berperan dalam mengatur proses adaptasi atau penyesuaian diri seorang manusia terhadap waktu dan perubahan lingkungan yang dihadapinya.
Secara fisiologis, irama biologis yang terdapat di dalam tubuh manusia terbagi atas irama biologis yang bersifat sirkadian, utradian dan infradian. Dengan adanya kemampuan faali tubuh untuk melakukan proses penyesuaian terhadap kondisi lingkungan, tubuh manusia seanantiasa akan berada dalam keadaan yang optimal setiap saat.
Irama sirkadian mengatur banyak aktivitas hormonal seperti proses sekresi hormone yang berasal dari hipotalamus, antara lain Corticotropine Relaesing Hormone (CRH), Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH) dan beberapa hormone yang diproduksi di adenohipofisis seperti Growth Hormone (GH), Prolactin, Thyroid Stimulating Hormone (TSH), Gonadotropin (Luitenizing Hormone/LH), dan Folicle Stimulating Hormone (FSH).
Di manakah proses pengendalian irama sirkadian berpusat? Ternyata, Allah SWT telah menciptakan sebuah struktur padat berukuran 0,1 sampai dengan 0,3 mm yang terdiri atas puluhan ribu neuron, neurofil, dan neuroglia yang didominasi oleh astrosit (sel neuroglia dalam sistem saraf pusat yang berbentuk binatang).
BACA JUGA: Adakah Batas Akhir Waktu Shalat Isya?
Struktur tersebut terdapat dibagian anterior hipotalamus, tepat disisi superior dari kiasma optikum, dan dinamai Suprachiasmatic Nukleus (SCN).
SCN bersifat fotosensitif dan terstimulasi oleh keadaan terang-gelap. Untuk itu, SCN memiliki hubungan neuronal secara langsung dengan retina melalui traktus retinohipotalamikus dan secara tidak langsung melalui nucleus genikulatum leteral ditalamus dengan bantuan neuropeptide Y.
Selain itu, SCN juga diinervasi oleh neuron-neuron aferen serotoninergic dari nucleus Raphe dan hormone melatonin dari hormone natural yang diproduksi tubuh, yang berimplikasi pada regulasi tidur, afek, pubertas, dan siklus ovarium. Sedangkan,
Kelenjar pineal adalah kelenjar yang berfungsi untuk mengatur siklus biologis tubuh siang dan malam dengan dikeluarkannya hormone serotonin dan melatonin. SCN memiliki serabut eferen fungsional yang berhubungan dengan pusat sekresi CRH di nucleus preoptikus yang menjelaskan peran SCN dalam proses produksi kortisol dari korteks adrenal dan gonadotropin dari adenhipofisis.
Neurotransmitter utama dari SCN adalah Gamma Amino Butyric Acid (GABA) yang bersifat menghambat (inhibitorik). SCN juga menyekresikan beberapa neuropeptide seperti Vasoactive Intestinal Peptide (VIP) di daerah ventrolateral,
Arginin Vasopresin (AVP) di daerah dorsomedial, dan Somastostatin di daerah dorso medial serta intermedial. Immediate Early Gene (IEG)/c-fos di neuron VIP peka terhadap sinar.
Sementara itu, AVP dan Somatostatin lebih mengacu kepada pengaturan endogen. Melatonin melalui resptor Mel-la menginhibisi SCN, sedangkan melalui reseptor Mel-1b mendorong terjadinya pergeseran waktu aktif SCN.
Adalah hal yang patut dicermati secara saksama. Siklus sirkadian pada janin yang berada dalam rahim seorang ibu bukan dipengaruhi oleh keberadaan sinar secara langsung, melainkan dipengaruhi oleh faktor hormonal ibu.
Apabila kita mengimani bahwa Allah SWT telah menciptakan kita ( manusia dan juga elemen lain di alam semesta) dalam keteraturan, keterukuran, dan ketepatan fungsional, kita tidak akan heran apabila Allah SWT. juga telah mengaruniakan jam biologis yang sangat presisi di dalam tubuh kita.
Kortisol sebagai hormon yang terkolerasi dengan kondisi kecemasan dan kegelisahan akan mencapai puncaknya antara pukul 2 sampai dengan pukul 4 pagi atau sepertiga malam terakhir.
Perhatikan pula efek-efek irama ultradian dari insulin yang berwaktu paruh cepat, sekitar 5-6 menit, atau Insulin Like Growth Factor (IGF) yang kadar hariannya relatof stabil sepanjang hari. Demikian pula LH dan testosterone yang bersifat pulsatif dalam hitungan jam.
Mari kita cermati pula kadar proklatin yang meningkat pesat saat seseorang mulai tidur. Semua ini menunjukan adanya sebuah proses perencanaan fisiologis yang sangat cermat. Kondisi faali seperti ini mengantarkan kita pada peran shalat dan hubungannya dengan waktu-waktu yang telah ditetapkan.
BACA JUGA: Rahasia di Balik Hubungan Waktu Shalat dengan Waktu Makan
Mengapa pada sepertiga malam yang paling ekstrem saat kadar oksigen berada pada konsentrasi terendah (asimilasi atau respirasi berjalan terus sementara fotosintesis terhenti), posisi benda langit menimbulkan vector gaya yang cenderung menimbulkan regurgitasi pada sistem hemoreologi (Hagen-Poisseule), dan siklus sirkadian sedang berpihak pada meningkatnya kadar kortisol, kemudian kita diminta melaksanakan qiyamulail.
Alasannya adalah qiyamulail merupakan riyadah atau proses habituasi yang jika dijalankan secara istiqamah akan mengantarkan kita pada pencapaian homeostasis baru.
Keseimbangan yang terbentuk akan mengarah pada tercapaianya keseimbangan neuroendokrin sehingga kita akan menjadi pribadi yang lebih mampu untuk mengendalikan hawa nafsu, ketakutan, dan kecemasan yang tak beralasan.
Shalat fardhu memiliki waktu-waktu khusus yang dapat dikorelasikan dengan status faali tubuh. Demikian pula dengan setiap gerakan dan bacaan yang terdapat di dalamnya. []
GELEGAR OTAK
Ayo cari tahu apa yang tersembunyi dalam otak anda!
By: Tuhid Nur Azhar