Oleh: Nailah
Mahasiswa STEI SEBI
BAGI para orang tua mendidik anak sesuai fitrah lahiriyahnya sudah menjadi tugas dan tanggung jawabnya dalam menjalankan kehidupan rumah tangga. Peran orang tua adalah sebagai guru bagi anak-anaknya yang memiliki interaksi lebih intens daripada gurunya di sekolah.
Dalam menjalankan proses pendidikan (Tarbiyah) ini, rumah menjadi tempat pertama sebelum memasuki dunia sekolah secara formal bagi sang anak. Dalam menjalankan sebuah proses pendidikan di rumah, beragam asumsi bahwa tanggung jawab pendidikan anak hanya ada pada pundak ibu. Padahal sebagai bentuk tanggung jawab bersama, seorang ayah memeliki peran penting dalam proses pendidikan anak tersebut.
BACA JUGA:Â Bunda, Ini Kiat Ampuh Cegah Anak Kecanduan Gawai
Orang tua yang memiliki aktifitas pendakwah utamanya jika itu seorang ayah maka, mau tak mau, waktu dan perhatiannya banyak tercurah untuk kepentingan umat yang lebih luas. Lalu, bagaimana bentuk perhatian dan pendidikan nya terhadap istri dan anak-anaknya? Jika membahas apa yang diperlukan untuk merumuskan sentuhan tarbiyah yang dilakukan seorang ayah maka, perlu banyak literatur untuk lebih mendalami kisi-kisi pendidikan seorang ayah terhadap anak-anaknya.
Berkaitan tentang peran pendidikan seorang ayah, penulis akan mencoba mengupas bagaimana pola pendidikan anak dari salah satu tokoh Muslim dunia. Tokoh tersebut adalah Syekh Hasan Al-Banna, yang dikenal sebagi orang yang menganalisis sejarah dan perkembangan dakwah Islam dunia.
Beliau merupakan pendiri gerakan Islam bernama Ikhwanul Muslimin (IM) di Mesir pada tahun 1928. Sebagai seorang pendakwah yang memiliki agenda dakwah yang begitu padat, Hasan Al-Banna masih mampu menempatkan posisi dan fungsinya sebagai suami bagi istrinya sekaligus ayah bagi anak-anaknya.
Beliau adalah contoh praktis yang patut dipilih dan diteladani karena meski kesibukan dan perhatiannya tercurah untuk merancang sebuah kekuatan umat Islam, Hasan Al-Banna merupakan sosok ayah yang sangat peduli terhadap anak-anaknya.
Ada beberapa pola tarbiyah yang diterapkan oleh Hasan Al-Banna kepada anak-anaknya.
Pertama, membiasakan anak untuk gemar beribadah dan melaksanakan ketaatan
Anak-anak harus dibiasakan untuk gemar beribadah dan melaksanakan ketaatan, secara terus menurus. Kebiasaan ini harus ditanamkan dalam diri anak karena inilah jalan kesuksesan di dunia dan di akhirat.
Dalam hal ini, Hasan Al-Banna membiasakan anak-anaknya untuk membaca dan mempelajari Al-Qur’an kepada anak-anaknya. Sebelum waktu maghrib, beliau selalu memanggil anak-anaknya untuk mendengarkan bacaan Al-Qur’an yang dibacakannya.
BACA JUGA:Â Wahai Khalifah Umar, Aku Rindu Anakku
Mereka diminta untuk memegang mushaf dan menyimak bacaan sang ayah. Hal ini disadari ketika mereka sudah beranjak dewasa, bahwa Hasan Al-Banna ingin menjadikan anak-anaknya mencintai Al-Qur’an dan membacanya dengan baik dan benar. Ini merupakan metode tidak langsung, yaitu menyampaikan tanpa diminta.
Kedua, meluruskan kesalahan anak
Kesalahan mutlak akan selalu dihadapi oleh setiap anak, entah sedikit atau banyak, sebab mereka merupakan lembaran yang masih putih. Menyikapi kesalahan yang dilakukan seorang adalah sebuah seni yang harus dimiliki oleh orang tua. Bagaimana orang tua mampu menjadikan kesalahan anak menjadi suatu kondisi yang positif yang memberi manfaat untuk keluarga, bukan menjadikan pengaruh negatif yang merusak.
Dialog dengan suasana tenang dan ungkapan yang bermakna dalam adalah salah satu seni dalam berinteraksi dengan kesalahan anak. Dengan ini akan mampu mengembangkan akal sang anak dan memperluas pengetahuannya.
Salah satu kebiasaan Hasan Al-Banna adalah melakukan dialog tenang untuk meluruskan kesalahan anak-anaknya. Sebagai contoh, salah satu anaknya membeli sejumlah buku yang beberapa isinya tentang percintaan.
Saat Hasan Al-Banna pulang larut malam, ia melihat anaknya masih terjaga dari tidur nya dengan membaca buku-buku tersebut. Keesokan harinya ia mengajak sang anak berbicara dan berkata, ‘Aku akan memberimu sesuatu yang lebih bagus daripada itu’. Setelah itu ia memberikan anaknya buku Sirah Umar bin Abdul Aziz, dan beberapa buku bermanfaat lainnya. Hal tersebut membuat sang anak merasa diperhatikan atas perilaku dan apa yang dibacanya. Tentu Hasan Al-Banna menginginkan perbaikan yang intens ditengah kesibukannya berdakwah diluar sana.
Ketiga, memberikan teladan secara langsung pada anak
Memberikan arahan dan nasihat, memberikan perintah ataupun larangan tidak menjadikan jaminan sukses dalam mendidik anak kecil. Bahkan pada umumnya cara-cara ini akan menjadikan anak terpancing untuk menolak dan menjadikan jiwa mereka menjadi sempit untuk melakukan sesuatu yang diinginkan.
Cara yang baik dan benar adalah dengan menanamkan langsung nilai-nilai kebaikan dalam jiwa anak melalui cara yang praktis. Mengajak anak melakukan sesuatu sekaligus menjelaskan caranya dengan kehati-hatian, serta melakukan latihan untuk menerapkannya.
Hasan Al-Banna merupakan sosok yang begitu ketat kepada anak-anaknya. Suatu hari ia melihat anak perempuannya yang bernama Sana menggunakan spidol berwarna untuk mewarnai kuku-kukunya. Ketika ditanya oleh sang ayah apa yang ia gunakan, ia menjawab, bahwa ia melakukan hal tersebut karena melihat tetangganya menggunakan kuteks yang berwarna merah. Lalu sang ayah berkata, ‘Apakah engkau tau bahwa ada seorang sholeh mengatakan, ‘Janganlah makan dengan orang yang memanjangkan kuku karena orang yang memanjangkan kuku menyimpan kotoran.’ Ayo, sekarang potong kukumu dan bersihkan. Ayah tunggu sekarang dan kita tidak akan makan dulu.’
Ketika ia sudah selesai membersihkan dan memotong kukunya, sang ayah memanggilnya dan mengajaknya makan kembali dan berkata untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut. Hasan Al-Banna mengajarkan anak tersebut secara langsung bukan hanya dengan perkataan saja.
Terakhir, ini yang jarang sekali kita terapkan dalam mendidik anak-anak di rumah, menganggap mencari ilmu hanya anak-anak lakukan saat berada di sekolah. Hasan Al-Banna menghidupakan suasana Ilmiah di dalam rumah. Ia berhasil menularkan kecintaan nya terhadap ilmu yang telah ditanam sang ayah sejak kecil kepada ank-anaknya.
Bukan hanya kecintaan terhadap jalan dakwah yang ia tanamkan pada mereka, tetapi kecintaan terhadap ilmu pun ia tanamkan. Sedari kecil, Hasan Al-Banna tumbuh dalam keluarga yang menghargai ilmu dan buku-buku. Keberlimpahan ilmu, beragamnya informasi dan pemahaman yang luas merupakan kesuksesan seorang individu.
BACA JUGA:Â Ini Batasan Aurat untuk Anak dan Suami
Ini menjadikan Hasan Al-Banna begitu memperhatikan pendidikan dan wawasan (pengetahuan) anak-anaknya, Ia memberikan ruang perpustakaan khusus yang berisi buku-buku yang diinginkan oleh mereka. Selain itu, ia pun memberikan anak-anaknya uang setiap bulannya untuk membeli buku-buku yang mereka inginkan.
Beberapa point diatas merupakan sebagian teladan yang bisa dipelajari dalam pola pendidikan (tarbiyah) Hasan Al-Banna kepada anak-anaknya. Hal tersebut bukan hanya dapat dipelajari oleh seorang ayah, namun, seorang ibu pun berhak belajar dari teladan diatas sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai orang tua. Anak yang baik berasal dari perangai orang tuanya, begitu sebaliknya.
Anak akan seperti apa nantinya tergantung bagaimana orang tua mendidiknya. Sekecil apapun kebaikan yang dilakukan seorang anak, maka kedua orang tuanya mendapatkan pahala yang sempurna. Anak adalah tabungan amal untuk orang tuanya, maka persiapkanlah mereka untuk menjaga diri, sebab perangai orang tua adalah perangai anaknya. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.