Oleh: Bagas Triyatmojo
PERNAH di suatu malam, sepulang dari saya pergi, saya lihat ada penjual martabak telor di pinggir jalan. “Ah beli ah, buat orang rumah”, pikir saya begitu.
Saya mendekati penjualnya, lalu memesan. Selama si abang membuatkan pesanan saya, saya perhatikan setiap yang beliau lakukan. Wuuiihhh keren abis! Dari mulai membentuk dan melebarkan adonan kulit, hingga memasaknya.
Dan saya takjub sekaligus heran, ketika si abang dengan santai meletakkan adonan kulit di penggorengan. Penggorengan itu panas, ada minyak panasnya pula, terlihat pula asapnya.
Pasti panas. Tapi sepertinya si abang santai santai saja meletakkan adonan kulit dan melebarkannya di penggorengan. Dengan tangan loh, dengan tangan!
Sembari menggoreng, saya mengobrol dengan si abang,
Saya : “Sudah lama pak jualan ini?”
Abang : “Udah Mas, udah 10 tahun lebih”
Oh terjawab sudah keheranan saya, kenapa si abang bisa tahan dengan panasnya minyak dan penggorengan. Saya yakin si bapak tidak belajar debus, he. Saya yakin itu karena pengalaman dan kekuatannya setelah berjualan selama lebih dari 10 tahun.
Bisa jadi, di awal awal beliau berjualan, si abang tidak kuat dengan panasnya minyak dan penggorengan. Tapi, dengan sedikit bertahan lebih lama, beliau mulai terbiasa dengan panas tersebut. Hingga tanpa terasa, panas minyak dan penggorengan yang bagi orang biasa terasa menyakitnya, rasanya tidak ada artinya di tangan si abang.
Rasa panas minyak dan penggorengan itu, bagaimana kalau kita ganti dengan rasa sakit ketika menghadapi cobaan? Mungkin setara juga dengan rasa sedih ketika kehilangan. Atau perasaan perih ketika hati terlukai.
Adalah wajar, merasakan sakit, sedih dan perih. Namun belajar dari abang penjual martabak telor, 10 tahun lebih bertahan dari panas, akhirnya bisa bersahabat dengan panas.
Tidak inginkah kita mampu bersahabat dengan sakit, sedih dan perih, menjadikannya langkah langkah kita menuju bahagia. Maka sabar adalah kuncinya.
Jangan mundur, hadapi. Memang klasik sekali pesannya. Tapi begitu kita mundur karena sakit akibat berbagai kesulitan yang ada, kita tidak akan pernah mampu mengatasinya.
Sakit? Rasakanlah, nikmatilah saja. Hingga tanpa terasa, kita telah menjadi lebih kuat dan lebih baik dibuatnya. Janji Allah itu selalu mampu menghibur kita,
“… Allah tidak akan membebani seorang hamba, melainkan sesuai dengan kesanggupannya…”
Maka bersabarlah. []