WANITA berperan bukan hanya sebagai istri tapi juga sebagai ibu. Dari rahim seorang ibu lah seorang anak terlahir ke dunia. Ibu yang notabene adalah seorang wanita, memiliki tugas yang berat ketika mengemban amanah berupa kehamilan dan persalinan.
Tak sedikit wanita yang mempertaruhkan nyawanya ketika melahirkan sang buah hati. Segala jalan baik kelahiran spontan maupun caesar akan ditempuhnya demi keselamatan sang buah hati, meski nyawanya sendiri yang jadi taruhan.
Hal ini tak luput dari perhatian Islam. Wanita begitu dimuliakan dlama ajaran Islam, hingga wanita diberi ganjaran syahid jika ia meninggal saat melahirkan.
Berikut beberapa dalilnya:
1. Dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjenguknya ketika Ubadah sedang sakit. Di sela-sela itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Tahukah kalian, siapa orang yang mati syahid di kalangan umatku?”
Ubadah menjawab: ‘Ya Rasulullah, merekalah orang yang sabar yang selalu mengharap pahala dari musibahnya.’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengarahkan, “Berarti orang yang mati syahid di kalangan umatku cuma sedikit. Orang yang mati berjihad di jalan Allah, syahid, orang yang mati karena Tha’un, syahid. Orang yang mati tenggelam, syahid. Orang yang mati karena sakit perut, syahid. Dan wanita yang mati karena nifas, dia akan ditarik oleh anaknya menuju surga dengan tali pusarnya. “ (HR. Ahmad dalam musnadnya 15998. Syaikh Syuaib Al-Arnauth menilai hadis ini: Shahih li Ghairih).
2. Hadis dari Jabir bin Atik, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjenguk Abdullah bin Tsabit, ketika itu beliau sedang pingsan karena sakit. Di tengah-tengah itu, ada orang yang menyinggung masalah mati syahid. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apa yang kalian anggap sebagai mati syahid?”
Merekapun menjawab, ‘Orang yang mati di jalan Allah.’ Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan pengarahan, “Mati syahid ada 7 selain yang terbunuh di jalan Allah: Orang yang mati karena thaun, syahid. Orang yang mati tenggelam, syahid. Orang yang mati karena ada luka parah di dalam perutnya, syahid. Orang yang mati sakit perut, syahid. Orang yang mati terbakar, syahid. Orang yang mati karena tertimpa benda keras, syahid. Dan wanita yang mati, sementara ada janin dalam kandungannya.” (HR. Abu Daud 3111 dan dishahihkan al-Albani).
Namun, berbeda dengan jenazah para syuhada perang yang tidak perlu dimandikan dan disholatkan, meski terbilang syahid, wanita yang meninggal saat melahirkan masih tetap wajib dimandikan dan disholatkan sebagaiamana umumnya jenazah. Sebagaiamana diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menshalati jenazah wanita yang mati ketika nifas. (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu Qudamah mengatakan, “Orang yang mati syahid, selain yang terbunuh di medan perang, seperti orang yang sakit perut, orang yang mati karena thaun, karena tenggelam, tertimpa, atau yang mati karena nifas, mereka semua dimandikan dan dishalati. Saya tidak menjumpai pendapat yang bertentangan dengan hal ini, selain pendapat yang diriwakatkan dari Hasan Al-Bashri… kaum muslimin juga menshalati jenazah Amirul mukminin, Umar bin Kahatab dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhuma, padahal keduanya mati syahid (tipi tidak di medan perang) (al-Mughni, 2:399). []
SUMBER: KONSULTASI SYARIAH