DULU ketika masih bujangan, saya mendapatkan rapel BKG (Bantuan Kesejahteraan Guru). Jumlahnya cukup untuk saya belikan domba. Mengapa saya berpikir demikian? Sebab, saya berharap dari domba itu, jika telah diternakkan akan menghasilkan uang yang lebih dari pemberian tersebut. Maka, tanpa berpikir panjang uang pemberian itu saya belikan domba.
Tak ada keahlian khusus dalam menternakkan domba, akhirnya saya titipkan domba tersebut kepada salah seorang orang tua murid. Kebetulan salah satu anak didik saya itu, orang tuanya adalah seorang peternak domba. Saya percayakan sepenuhnya pemeliharaan domba itu. Hingga akhirnya, domba itu tumbuh dengan baik. Dan kini, Allhamdulillah saya bisa menjualnya dan uang itu saya belikan sepeda motor BMW (Bebek Merah Warnanya) bekas.
Sekarang saya sudah menikah dan punya anak usia sekolah. Saya titipkan anak saya ke sekolah (guru) untuk dididik dan diajar. Saya percayakan sepenuhnya pendidikan anak saya di sekolah kepada bu guru.
Tapi ada satu hal yang tidak bisa dilepaskan dari penitipan itu, yakni pemantauan. Tentu tidak begitu saja saya titipkan seperti dulu saya menitipkan domba ke tukang ternak. Saya komunikasi proaktif kepada bu guru. Begitupun bu guru proaktif menyampaikan perkembangan anak saya dan apa yang harus saya lakukan di rumah.
Untuk mencapai tujuan pendidikan anak yang diharapkan oleh orang tua maupun sekolah harus ada kerja sama yang baik antara sekolah (guru) dan orang tua di rumah. Orang tua tidak bisa menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab pendidikan anak ke sekolah. Dan sekolah hanya membantu sebagian kewajiban orang tua dalam pendidikan. Karena dalam Islam kewajiban pendidikan adalah pada orang tua.
Jadi kita harus tahu bahwasanya, “Menitipkan anak tidak seperti menitipkan ternak.” Haduh kasar banget, tapi begitulah realitasnya. []