HARUSKAH kita kaya? Sesuai dengan posisi Nabi, yang memiliki kekayaan yang istimewa dihadapan Allah. Namun Nabi tidak ada seikitpun rasa sombong dalam dirinya, karena kesombongan bukanlah sifat Nabi. Dengan kekayaan yang dimilikinya Nabi selalu memberikan sebagian hartanya untuk umat bahkan dikisahkan pula mengenai 8 dirham yang menjadi kisah keteladanan seorang Nabi.
Menjadi kaya adalah hak masing-masing. Namun jikalau disindir mengenai kekayaan Nabi, seorang Muslim seharusnya tidak membiarkan dirinya miskin, menjalani keteladannya adalah keharusan bagi setiap Muslim termasuk menjadikan dirinya kaya.
Kekayaan Nabi tidak hanya sebuah harta materi saja namun beliau pun diiringi kekayaan hati, sehingga kekayaan yang sangat banyak akan ia keluarkan untuk orang-orang yang berhak, karena kekayaan baginya adalah suatu titipan semata.
Berikut kekayaan yang dituliskan dalam sebuah buku karya Ippho Santosa:
Ia mejadi pedagang sejak usia 12 tahun dan menjadi pengusaha selama 25 tahun
Ia berdagang ke luar negeri setidaknya 18 kali, menjangkau yaman, Syiri’a, Busra, Iraq, Yordania, Bahrain
Ia menyerahkan puluhan unta muda untuk mas kawin dan itu setara dengan ratusan juta rupiah
Ia memiliki banyak unta perah dan 20 untanya pernah dirampas oleh Uyainah bin Hisn
Ia memiliki unta pilihan (al-qashwa) dan keledai pilihan untuk memudahkan perjalanan dan perjuangan
Sebagaimana para sahabat Nabi pun memiliki kekayaan yang sama bahkan diantara sepuluh sahabat Nabi yang dijamin masuk syurga hampir semuanya orang kaya.
Muslim yang sejati semestinya mengikuti keteladan Nabi, Nabi pun mendapatkan kekayaan tidak dengan praktis bahkan harus melewati masa yang panjang dengan berdagang (ikhtiar). Berdaganglah dengan cara baik maka engkau akan kaya[]
Sumber: Percepat Rezeki dalam 40 hari dengan otak kanan/ Ippho Santosa/ Cetakan Tahun 2011