Oleh: Inku Hikari
BERAPA banyak janji yang telah kita buat, lalu melalaikannya?
“Nanti ya … ummi bawain oleh-oleh kalo pulang. Kamu di rumah sama Abi.”
Tak lama setiba di rumah, ananda menagih hutang. Dia menyambut kita dengan wajah ceria di depan pagar sambil berteriak kegirangan, “Ummi, oleh-olehnya mana?”
“Oh iya … lupa.”
Dia menangis. Kecewa.
***
“Mau kemana? di sini aja! Awas tuh di luar ada tikus! Tikus … sini tikus!”
BACA JUGA: Pendusta dan Pembunuh dari Tsaqif yang Haus Darah
Padahal kita sadar betul tidak ada tikus di luar. Kita membohonginya karena sedang malas mengejar-ngejar anak saat sedang bermain di luar, atau ada kegiatan lain yang menurut kita lebih penting.
Sedih, jika mengingat semua kesalahan itu. Kita menjadi pendusta tanpa disadari. Mengingkari janji dan berbohong. Padahal ketika anak sering dibohongi kelak dia tidak akan mempercayai semua ucapan kita. Sekalipun yang terucap kalimat kebenaran penuh hikmah. Jangan salahkan anak jika dia lebih memilih mendengar teman-temannya. Kitalah yang sudah merusak kepercayaannya.
Teringatlah aku pada sebuah hadist yang sangat keras mengingatkan tentang sifat-sifat ini.
BACA JUGA: Amal Baik Orang-orang yang Berdusta
“Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga, yaitu apabila berbicara dia berdusta, apabila berjanji dia ingkar dan apabila dipercaya dia berkhianat,” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Turmudzi dan al-Nasa’i), []