DIBOLEHKAN bagi seorang yang muqim, untuk menjamak (menggabungkan) dua shalat yaitu antara Dzuhur dan Ashar dan antara Maghrib dan Isya’ dikarenakan hujan dengan bentuk jamak taqdim (jamak di awal waktu shalat yang pertama). Tidak diperbolehkan untuk dilakukan dengan cara jamak ta’khir (di waktu shalat yang kedua), karena dikhawatirkan hujan berhenti setelah masuk waktu shalat yang kedua, sehingga shalat pertama telah keluar dari waktunya tanpa ada sebab yang dibolehkan. Hal ini juga dibolehkan antara shalat Jumat dan Ashar.
Telah diriwayatkan sebuah hadits dari sahabat Ibnu Abbas –radhiallahu ‘anhu- beliau berkata:
«جَمَعَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ، وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ، فِي غَيْرِ خَوْفٍ، وَلَا مَطَرٍ» فِي حَدِيثِ وَكِيعٍ: قَالَ: قُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ: لِمَ فَعَلَ ذَلِكَ؟ قَالَ: «كَيْ لَا يُحْرِجَ أُمَّتَهُ»، وَفِي حَدِيثِ أَبِي مُعَاوِيَةَ: قِيلَ لِابْنِ عَبَّاسٍ: مَا أَرَادَ إِلَى ذَلِكَ؟ قَالَ: «أَرَادَ أَنْ لَا يُحْرِجَ أُمَّتَهُ»
“Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- menjamak antara shalat Dzuhur dan Asar serta antara shalat Maghrib dan Isya’ di Madinah dalam kondisi tidak takut dan tidak hujan”. Di dalam hadits Waki’ : Beliau berkata : Aku bertanya kepada Ibnu Abbas : “Kenapa beliau melakukan hal itu ?” Beliau (Ibnu Abbas) mejawab : “Agar tidak memberatkan umatnya.” Di dalam hadits Mu’awiyyah, ditanyakan kepada Ibnu Abbas : “Apa yang beliau inginkan kepada hal itu ?” beliau menjawab : “Beliau menginginkan untuk tidak memberatkan umatnya.” [HR. Muslim : 54]
BACA JUGA: Bolehkah Shalat Jamak Ketika Kemping Di Daerah Sendiri?
Dalam riwayat Imam Al-Bukhari dari Ibnu Abbas:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى بِالْمَدِينَةِ سَبْعًا وَثَمَانِيًا: الظُّهْرَ وَالعَصْرَ وَالمَغْرِبَ وَالعِشَاءَ “، فَقَالَ أَيُّوبُ: لَعَلَّهُ فِي لَيْلَةٍ مَطِيرَةٍ، قَالَ: عَسَى
“Sesungguhnya Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- shalat di Madinah tujuh dan delapan rekaat yaitu Dzuhur dan Asar serta Maghrib dan Isya’.” Ayyub berkata : Sepertinya di suatu malam dalam kondisi hujan. Beliau menjawab : sangat mungkin.”[HR. Al-Bukhari : 543].
Imam An-Nawawi –rahimahullah- berkata :
وَيَجُوزُ الْجَمْعُ بِالْمَطَرِ تَقْدِيمًا
“Boleh untuk menjamak taqdim (shalat) karena hujan.”[Minhaj Ath-Thalibin bersama Mughni Muhtaj : 1/533].
Al-Imam Ibnu Atsir –rahimahullah- ( wafat tahun : 606 H ) berkata : “Dan yang merupakan pendapat Imam Asy-Syafi’i, sesungguhnya menjamak antara dua, yaitu sholat Dhuhur dan Ashar serta antara Maghrib dan Isya’ diperbolehkan dalam kondisi hujan bagi seorang yang muqim sebagaimana diperbolehkan bagi musafir. Pendapat ini diriwayatkan dari Abdullah bin Umar dan merupakan pendapat tujuh ahli fiqh yaitu Sa’id bin Al-Musayyib, ‘Urwah bin Az-Zubair, Al-Qosim bin Muhammad, Abu Bakr bin Abdurrohman bin Al-Harits, Khorijah bin Zaid, ‘Ubaidillah bin Abdullah bin ‘Utbah dan Sulaiman bin Yasar. Pendapat ini juga merupakan pendapat dari Malik, Al-Laits, Al-Auza’i, Ishaq dan Abu Tsaur.” [ Asy-Syaafi fi Syarhi Musnad Asy-Syafi’i : 2/136 ].
Syarat dibolehkannya menjamak dua shalat karena hujan ada dua :
(1). Hujan turun sebelum seorang masuk shalat yang pertama dari dua shalat yang akan dijamak, dan hujan tersebut terus ada/berlangsung sampai seorang selesai dari salam untuk masuk ke shalat yang kedua. Jika hujan baru turun setelah seorang masuk ke dalam shalat yang pertama, atau awalnya hujan turun, akan tetapi berhenti sebelum salam, maka tidak boleh menjamak.
BACA JUGA: Shalat Jamak Taqdim dan Takhir, Ini Nih Syaratnya
Hujan yang dimaksud di sini adalah hujan yang membasahi baju, dalam arti basah kuyub. Jika hanya gerimis ringan atau kecil, maka hal ini tidak berlaku. Karena tidak ada bentuk gangguan terhadap seorang yang akan pergi ke masjid untuk menunaikan shalat.
(2). Shalat dilakukan secara berjama’ah di mushalla atau masjid yang jaraknya jauh dari rumah menurut ‘urf (adat ) setempat, dimana seorang yang berjalan dari rumahnya menuju masjid akan terganggu dengan hujan tersebut. Maka tidak boleh bagi seorang untuk melakukan jamak di rumah –baik sendiri atau berjama’ah-,atau di masjid yang sangat dekat dengan rumah. Karena tidak ada bentuk gangguan yang signifikan. [ Al-Mu’tamad : 1/485 ]
Demikian risalah singkat kali ini. Semoga bermanfaat bagi kita sekalian. Wallahu a’lamu bish shawab. Al-Hamdulillah Rabbil ‘alamin.
Facebook: Abdullah Al Jirani