Oleh: Astia Putriana, SE
Anggota Komunitas Penulis “Pena Langit”
TANTANGAN (challenge) selalu seiring berjalan dengan rasa pengakuan. Rasa ingin eksis dan diakui memang salah satu naluri yang tak bisa dilepaskan dari manusia.
Allah SWT telah menganugerahkan gharizah baqo’ yakni naluri yang kenampakannya terwujud dalam upaya manusia untuk mencapai kepuasan diri dan memelihara eksistensi diri dengan sifat individualistisnya.
Pun halnya gharizah baqo’ inilah yang akhirnya mendorong remaja zaman now terlibat dalam challenge-challenge yang belakangan meresahkan. Tantangan ini kerap dianggap aneh, tidak pantas secara moralitas, bahkan terkategori membahayakan nyawa.
Kita mengenal mannequin challenge, kiki challenge, momo challenge dan yang terbaru delealli challenge. Namun, tak pula kesemuanya meresahkan, karena belakangan ditemukan challenge-challenge yang dipandang lebih bermanfaat.
Bahkan mampu membawa kebaikan bagi individu yang menjalankannya seperti ustadz challenge yang mencerminkan indahnya ukhuwah Islamiyah dan kecintaan pada para ulama.
BACA JUGA: Pujian Sangat Berpotensi Mengundang Penyakit Hati
“Tantangan” merupakan kata benda. Banyak yang memberi label bahwa tantangan terkategori positif ketika diaruskan pada sebuah tindakan yang normal saja selama tidak membahayakan diri, dan sebaliknya akan menjadi buruk apabila diaruskan dengan tindakan sebaliknya.
Maka mengambil tantangan meski hanya iseng atau menghilangkan kebosanan adalah tindakan yang acapkali masih terkategorikan positif. Menghibur diri sejenak dalihnya. Namun sayangnya, manusia kerapkali terjebak hanya pada satu titik kepuasan semu. Menyenangkan sekejap.
Akhirnya melupakan sebuah tujuan akhir yang seharusnya mampu dicapai dengan wasilah tantangan tersebut.
Tidak ada larangan untuk menerima tantangan, hanya saja sudah sampaikah manusia pada pemahaman yang cemerlang memaknai sebuah aktivitas?
Allah SWT menyederhanakan pengaturan kehidupan manusia dengan berstandar pada syariat yang dibatasi dalam lima aspek, yakni wajib, sunah, mubah, makruh dan haram.
Jika manusia mau memikirkan, justru ini adalah tantangan sejati yang diberikan Allah SWT.
Allah menantang kita untuk melaksanakan yang wajib
Allah menantang kita untuk menambahkan amal dengan yang sunah
Allah menantang kita untuk memprioritaskan aktivitas mubah yang baik
Allah menantang kita untuk sebisa mungkin menghindari yang makruh
Allah menantang kita untuk meninggalkan yang haram
Kepuasan yang akan diraih dengan menjawab tantangan ALLAH SWT tak terbatas pada kepuasan semu berupa pengakuan manusia semata, akan tetapi pengakuan manusia terbaik, Rasulullah SWT. Bahkan malaikat, hewan dan bidadari surga akan iri dengannya. Inilah kepuasan abadi.
Eksistensinya tak berhenti sesaat sebagaimana booming di dunia yang bisa dihitung dengan hitungan minggu atau bulan. Eksistensinya kekal dalam surga yang mengalir sungai-sungai didalamnya.
BACA JUGA: Ujian, Obat bagi yang Dicintai-Nya
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.” (QS. Al-Fajr: 27-30)
Sebagai sebuah perenungan, hendaknya kita menyadari bahwa kebutuhan menjawab tantangan wajib dan sunah sungguh tak mudah ditengah keterbatasan manusia sebagai makhluk yang terbatas fisik (usia) dan banyaknya godaan dalam kemakruhan dan keharaman.
Sudah selayaknya manusia mampu memilih untuk tak menghabiskan waktu yang terbatas dengan tantangan yang meski mubah namun hanya mendatangkan kesia-siaan. Akan jauh lebih baik untuk menjawab tantangan Allah SWT.
“…….. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S Al- Baqarah: 148). []
24 Agustus 2018