BERBAGAI musibah akan bermunculan menjelang hari kiamat. Bencana tidak hanya datang gempa bumi, banjir, gunung meletus dan sebagainya, namun bencana ekonomi akibat keserakahan manusia, gaya hidup hedonis yang tamak dan rakus juga menjadi pemicu ketidakseimbangan. Hingga pada akhirnya kesemrawutan ini akan mengantarkan manusia pada kehancuran.
“Benar-benar akan datang kepada manusia hidup, pada saat itu orang tidak lagi memerdulikan dari mana ia mendapatkan harta kekayaan, apakah dari jalan yang halal ataukah jalan yang haram.” (HR. Bukhari)
BACA JUGA: Menjelang Kiamat, akan Muncul Para Pendusta
Dari sudut pandang sunnatullah, semua itu merupakan bentuk ujian yang Allah berikan kepada setiap manusia. Namun, dari sudut perilaku manusia, maka semua musibah itu adalah akibat tingkah laku mereka.
Semua bencana itu akan berimbas pada masalah kemanusiaan. Ekonomi merosot, persiapan makanan terancam, lahan pekerjaan menjadi sempit, sementara kebutuhan manusia terus berjalan dan melayani melonjak, baik karena faktor pertambahan penduduk dan perubahan gaya hidup manusia yang ditujukan materialistik.
Dalam kondisi seperti itu, sering kali seseorang menjadi gelap mata saat dibutuhkan mereka tidak terpenuhi. Perut yang lapar dan tuntuan hidup orang-orang yang ditanggungnya (anak dan istri), sering kali melatih mereka untuk menempuh jalan sesat yang mungkin saja berujung pada sikap menghalalkan berbagai cara.
BACA JUGA: 3 Orang yang Tidak Diajak Bicara oleh Allah SWT di Hari Kiamat
Realita yang terjadi saat ini adalah orang-orang kaya hobi dan juga mengutamakan orang-orang miskin. Hal ini telah menambah mendorong mereka untuk melakukan apa pun yang mereka dapat nikmati seperti yang selama ini mereka tonton. Maka, kondisi saat ini dengan apa yang dinubuwatkan oleh Rasulullah SAW dalam riwayat di atas.
Pameo klasik yang mengatakan bahwa ‘mencari yang haram saja sulit, makan yang halal’ jelas merupakan sebuah alasan yang tidak dapat diterima, meskipun realitanya demikian. Mata pencaharian itu sangat banyak ragamnya.
Selama ia menjadi sesuatu yang halal, baik, dan tidak berlaku syariat, maka ia adalah proses yang diberkahi dan seorang muslim boleh melakukannya. Namun jika pekerjaan tersebut berupa sebuah kemaksiatan, kemungkaran, kezaliman, kecurangan, penipuan, atau ketentuan-ketentuan umum syariat, maka ia adalah pekerjaan yang haram. Meskipun menghasilkan jumlah yang banyak, seorang muslim wajib menjauhi dan meninggalkannya.