BANDUNG—Proses pemilihan rektor Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung hingga kini masih belum berujung. Padahal jika merujuk aturan yang sebelumnya sudah disepakati, pada akhir Oktober 2018 lalu rektor Unpad periode 2019-2024 seharusnya sudah terpilih.
Molornya proses seleksi karena Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) sedang mengevaluasi riwayat hidup 3 kandidat rektor yang ditetapkan Majelis Wali Amanat (MWA) Unpad. Ketiga calon tersebut yaitu Aldrin Herwany (Fakultas Ekonomi dan Bisnis), Atip Latipulhayat (Fakultas Hukum), dan Obsatar Sinaga (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik)
Belakangan, Menristekdikti Mohamad Nasir kembali mengeluarkan surat pada 18 Desember 2018 yang isinya meminta agar proses atau tahapan pemilihan rektor Unpad diulang. Menristekdikti juga meminta agar dilakukan pemilihan anggota MWA dari wakil Senat Akademik serta memerintahkan penyusunan perubahan Peraturan MWA tentang tata cara pemilihan rektor.
BACA JUGA: Empat Kemungkinan Penyebab Tsunami Lampung Banten Menurut Vulkanolog ITB
“Kami sebagai warga Jawa Barat yang peduli terhadap Unpad, merasa jika Menristekdikti sudah terlalu jauh melangkah. Dengan adanya surat itu, seolah-olah menteri sudah melakukan intervensi terhadap proses pemilihan rektor Unpad,” kata pemerhati pendidikan dari Lembaga Bantuan Pemantau Pendidikan (LBP2) Jabar, Asep Maung, kepada wartawan, Jumat (4/1/2019).
Padahal, kata Asep, sejatinya Menristekdikti tidak memiliki kewenangan lebih mendalam terkait mekanisme pemilihan rektor. Dalam statusnya, menteri hanya memiliki hak suara saja. Proses pemilihan sepenuhnya menjadi kewenangan dari MWA yang diketuai oleh Rudiantara, yang tak lain adalah Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo).
“Menristekdikti itu hanya punya hak suara saja. Tapi dengan keluarnya surat, seolah-olah dia sudah menghambat proses pemilihan. Hemat kami, proses itu kan sudah berjalan, tinggal diperbaiki saja jika memang ada yang kurang. Jangan sampai dinolkan lagi, karena surat itu seolah memerintahkan agar proses pemilihan rektor Unpad diulang dari awal,” papar Asep.
Kembali Asep menekankan, surat yang dikeluarkan oleh Menristekdikti seolah menyebabkan hilangnya marwah MWA sebagai pihak yang memiliki kewenangan dalam menentukan dan melantik rektor Unpad. Bahkan Asep menduga, sikap Menristekdikti itu sebagai salah satu cara untuk menyingkirkan tiga nama calon rektor dan diganti dengan nama baru.
“Dugaan sih bisa saja, karena bukan tidak mungkin ini hanya akal-akalan agar incumbent kembali menjabat. Saya kira MWA juga harus bergerak, karena ini menyangkut harga diri mereka,” terangnya.
Dengan kondisi itu, Asep mengklaim bersama dengan sejumlah elemen masyarakat, pemerhatu pendidikan dan tokoh-tokoh di Jabar akan mendatangi Kemenristekdikti pada Senin (7/1/2019) mendatang. Mereka akan menyampaikan aspirasinya kepada menteri. Dihari yang sama, Menristekdikti rencananya akan melakukan pertemuan dengan MWA.
“Kami tidak akan tinggal diam dan mempertanyakan sikap menteri. Bahkan kami akan menyampaikan aspirasi ke presiden sekaligus mempertanyakan kewenangan menteri. Kami mendesak presiden mengkaji kebijakan menteri yang seolah membuat Unpad menjadi kusut,” tegas Asep.
Sebagai informasi, proses pemilhan rektor Unpad periode 2019-2024 berbeda dengan sebelumnya karena Unpad ditetapkan sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH). Menukil laporan di situs resmi Unpad, www.unpad.ac.id, pemilihan rektor dilakukan oleh MWA.
Dari 17 anggota MWA, hanya 15 anggota yang memiliki hak pilih. Dua anggota yang tidak memiliki hak pilih yaitu ketua senat akademik dan rektor. Anggota MWA yang memiliki hak pilih meliputi Menristekdikti, Gubernur Jawa Barat, serta perwakilan dosen, masyarakat, alumni, mahasiswa, dan tenaga kependidikan.
Untuk memilih rektor, MWA membentuk Panitia Pemilihan Rektor (PPR) yang melaksanakan teknis pemilihan, mulai dari memfasilitasi sosialisasi hingga pelaksanaan sidang pleno. []
REPORTER: SAIFAL