Oleh: Irvan Riviandana Nst
Teknik Kimia Universitas Islam Indonesia
NABI Yahya dan Nabi Isa ‘alaihumassalam diutus pada zaman yang sama, mereka berdua pun pernah bertemu, saling mengingatkan dan mendo’akan. Salah satu momennya ditulis dalam Kitab Qashahsul Anbiya’ karya Abul Fida’ Ismail bin Katsir (Ibnu Katsir) sebagai berikut:
Imam Ahmad menuturkan, “Affan bercerita kepada kami, Abu Khalaf Musa bin Khalaf bercerita kepada kami: Yahya bin Abu Katsir bercerita kepada kami, dari Zaid bin Salam, dari kakeknya Mamthur, dari Harits Al-Asy’ari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
BACA JUGA: Gambaran Cara Hidup Sehat Nabi menurut Medis
‘Allah mewahyukan lima kalimat kepada Yahya bin Zakariya agar ia laksanakan dan ia perintahkan Bani Israil untuk melaksanakannya. Kemudian seakan-akan Yahya lamban melaksanakannya. Allah ‘Azza wa Jalla lalu mewahyukan kepada Isa: “Dia yang menyampaikan (kalimat-kalimat) itu, atau kau yang menyampaikannya.”
Isa kemudian datang menemui Yahya dan berkata, “Sungguh, Allah telah memerintahkan lima kalimat kepadamu untuk kau kerjakan dan kau perintahkan Bani Israil untuk menunaikannya. Sampaikan (kalimat-kalimat) itu kepada mereka, atau aku yang menyampaikannya.”
Yahya berkata, “Wahai ruh (ciptaan) Allah, sungguh aku khawatir jika kau mendahuluiku (dalam menjalankan dan menyampaikan kalimat-kalimat itu), aku akan ditenggelamkan (ke bumi) atau disiksa (karena lalai dalam menjalankan perintah Allah).”
Yahya kemudian mengumpulkan Bani Israil di Baitul Maqdis hingga Masjid terisi penuh dan mereka duduk di tempat-tempat tinggi, kemudian Yahya menyampaikan khutbah kepada mereka.’.”
Adapun lima hal yang disampaikan oleh Yahya adalah:
- Perintah untuk bertauhid kepada Allah dan larangan untuk menyekutukan-Nya
- Larangan untuk menolah-nolehkan wajah ketika shalat
- Perintah untuk berpuasa
- Perintah untuk bersedekah
- Perintah untuk banyak berdzikir mengingat Allah
Dalam riwayat lain dari Harits Al-Asy’ari, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa lima hal yang disampaikan Yahya adalah:
- Perintah untuk meneguhkan diri agar tetap bersama jama’ah dan ancaman barangsiapa yang meninggalkan jama’ah walau sejengkal bermakna ia telah menanggalkan tali Islam dan iman dari lehernya kecuali ia bertaubat dan kembali bergabung dengan jama’ah
- Perintah untuk mendengar seruan Allah
- Perintah untuk taat kepada Allah
- Perintah untuk berhijrah di jalan Allah
- Perintah untuk berjihad di jalan Allah
Hadits di atas tertera dalam Musnad Imam Ahmad (IV/202)
Sungguh luar biasa pelajaran yang bisa kita petik dari pertemuan dua Nabiyullah nan mulia tersebut. Bahwa dari pertemuan itu, tampaklah pengajaran Allah melalui kedua hamba mulia-Nya untuk saling bahu membahu dalam mensyi’arkan agama Allah. Bahwa meski keduanya adalah Nabi bahkan Rasul Allah, yang mana bila lah mereka harus berseorang diri pun pastilah Allah kan kuatkan melalui wahyu dan mukzizat serta penjagaan, namun Allah perintahkan mereka untuk saling ingat mengingatkan dalam kebaikan serta saling meneguhkan pijakan iman.
BACA JUGA: Perintah Nabi ketika Mendengar Azan Berkumandang
Allah memahamkan bahwa dalam dakwah kita diperintah untuk berjama’ah. Yang satu menjadi pengokoh yang lain. Saling dukung dan saling membantu. Saling mengingatkan dengan penuh kelembutan. Menerima penuh kelapangan apabila diberi nasihat oleh saudara seiman.
Allah hikmahkan pula tauladan, berupa sikap kesiapan dan keikhlasan yang agung dalam menyampaikan dakwah yang Allah amanahkan, bersedia menggantikan apabila saudara yang lain mengalami kesulitan entah karena lalai atau hal-hal lain yang jadi alasan, sebab yang jadi pokok ialah dakwah harus tersampaikan.
Ada pula sikap menyingkirkan kelambanan, apakah itu tersebab malas atau memang kurang kesigapan. Bersegera melaksanakan perintah Allah menjadi solusi kebaikan, inilah sikap yang paling benar dalam peningkatan kualitas seorang insan.
Kisah ini bukanlah menunjukkan bahwa Isa lebih unggul dibandingkan Yahya, atau Yahya berleha-leha dalam mengemban kenabian. Bukankah terkait keutamaan Yahya Allah telah berfirman dalam Al-Qur’an:
“Di sanalah Zakaria berdo’a kepada Tuhannya seraya berkata: ‘Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar do’a.’ Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakaria, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab, (katanya): ‘Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang putramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi panutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang shalih.’.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 38-39)
Ayat ini tentu menunjukkan ketinggian derajat Yahya serta betapa baik kualitas imannya. Namun, dengan pertemuan diatas, Allah hendak ilhamkan bahwa Nabi sebaik Yahya pun Allah suruhkan untuk bergegas memenuhi perintah-Nya, dan Nabi semantap Isa pun Allah suruhkan untuk siap mengemban amanah dakwah kapanpun dimanapun adanya, serta Allah siratkan bahwa semua hamba yang menyeru kalimat-Nya hendaklah saling berpadu, tak ragu menasihati penuh santun dalam rangka menolong agama Allah, sekaligus berbesar hati kala dinasihati karena ketakutan pada Allah.
Tinggalah kita, adakah bersedia memampukan diri untuk mencontoh sikap dan kekompakan kedua hamba agung di atas, yang mana rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun sebenarnya telah pula ajarkan dengan pelajaran yang jelas?
Semoga langkah kita Allah mudahkan, pula hati kita Allah persatukan.
Allahu a’lam bisshawab.