SUDAN–Pemerintah transisi Sudan dilaporkan telah mereformasi serangkaian Undang-undang (UU) yang dinilai represif. Setelah puluhan tahun di bawah kekuasaan rezim militer yang otoriter dan silih berganti melakukan kudeta, kini Sudan menuju negara sekuler dengan mereformasi UU yang berkaitan dengan syariat.
Menurut laporan DW, Senin (13/7/2020) Menteri Kehakiman Sudan Nasredeen Abdulbari mengatakan, pemerintahan transisi telah mencabut UU yang mengancam hukuman mati kepada mereka yang memutuskan murtad.
BACA JUGA: Berbulan-bulan Tak Digaji, Para Diplomat Sudan Memilih Pulang
“Tidak ada lagi yang berhak menuduh orang atau kelompok sebagai kafir…Ini mengancam keselamatan dan keamanan masyarakat dan mengarah pada pembunuhan balas dendam,” kata Nasredeen Abdulbari.
Aksi protes minggu lalu kembali meluas di Khartoum menuntut janji-janji reformasi pemerintahan transisi.
Perubahan di Sudan terjadi setelah pimpinan Sudan Omar al-Bashir digulingkan April 2019 menyusul protes massa terhadap pemerintahan otoriter yang didukung militer. Setelah itu pemerintahan transisi dibentuk sebagai kesepakatan kubu pemrotes dan para jenderal militer.
Pemerintahan transisi sejauh ini sudah melakukan serangkaian reformasi dan sedang menyiapkan rancangan konstitusi yang baru.
Konstitusi yang baru akan menghapus sebutan “Negara Islam“ bagi Sudan. Sudan juga mengizinkan penduduk non-Muslim untuk mengonsumsi alkohol.
BACA JUGA: Indonesia Jadi Teladan Sudan Dalam Selesaikan Konflik
“Kini Sudan mengizinkan non-Muslim untuk mengonsumsi alkohol dengan syarat tidak mengganggu perdamaian dan mereka tidak melakukannya di depan umum,” kata Nasredeen Abdulbari dalam sebuah wawancara yang disiarkan di televisi pemerintah pada akhir minggu.
Minuman beralkohol dilarang di Sudan sejak mantan Presiden Jaafar Nimeiri memperkenalkan hukum Islam pada tahun 1983, dengan tindakan simbolis melemparkan botol wiski ke sungai Nil di ibukota Khartoum.
Mayoritas penduduk Sudan memeluk agama Islam, tetapi ada juga kelompok minoritas yang beragama Kristen. []
SUMBER: DW