TANYA: Bagaimana hukumnya menukar uang seratusan ribu menjadi uang pecahan 5 ribuan atau 10 ribuan. Biasanya uang seratus ribu ditukar dengan uang pecahan lima ribuan, tapi nilainya jadi berkurang, misalnya cuma jadi 95 ribu. Fenomena ini biasanya kita saksikan menjelang datangnya lebaran, dimana banyak orang yang ingin memberi semacam angpau atau hadiah buat anak-anak dalam bentuk uang.
JAWAB: Kami kutip dari jawaban Ustadz Subki Al-Bughury:
Dalam hal ini memang ada sedikit perbedaan pendapat. Apakah boleh uang 100 ribu berwujud 1 lembar uang 100-an ribu, ditukar dengan uang pecahan lebih kecil lima ribuan, tetapi nilainya hanya 95 ribu?
Umumnya para ulama kontemporer mengharamkan praktIk ini, karena dianggap sama saja dengan riba. Namun kalau kita telusuri lebih jauh, ternyata ada juga yang membolehkan. Tentu masing-masing punya hujjah dan argumen yang melatarbelakangi pendapat masing-masing.
Seperti apa perbedaan pendapat di antara mereka selama, mari kita bahas sekilas.
1. Pendapat Yang Mengharamkan
Pendapat yang mengharamkan akad seperti ini didasarkan pada hadits nabi SAW yang melarang tukar menukar barang yang sama tetapi dengan nilai yang berbeda.
Di dalam ilmu fiqih, akad seperti ini disebut dengan akad riba, khususnya disebut dengan istilah riba fadhl (فضل). Haditsnya sebagai berikut :
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأْصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ
Dari Ubadah bin Shamait berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, barley dengan barley, kurma dengan kurma, garam dengan garam. Semua harus sama beratnya dan tunai. Jika jenisnya berbeda maka juallah sekehendakmu tetapi harus tunai (HR Muslim).
Para ulama mendefinisikan riba fadhl ini sebagai:
التَّفَاضُل فِي الْجِنْسِ الْوَاحِدِ مِنْ أَمْوَال الرِّبَا إِذَا بِيعَ بَعْضُهُ بِبَعْضٍ
Kelebihan pada jenis yang sama dari harta ribawi, apabila keduanya dipertukarkan.
Jadi pada dasarnya riba fadhl adalah riba yang terjadi dalam barter atau tukar menukar benda riba yang satu jenis, dengan perbedaan ukurannya akibat perbedaan kualitas.
Riba fadhl terjadi hanyalah bila dua jenis barang yang sama dipertukarkan dengan ukuran yang berbeda, akibat adanya perbedaan kualitas di antara kedua. Kalau kedua barang itu punya ukuran sama dan kualitas yang sama, tentu bukan termasuk riba fadhl.
Contoh dari pertukaran dua benda yang wujudnya sama tapi beda ukuran adalah emas seberat 150 gram ditukar dengan emas seberat 100 gram secara langsung. Emas yang 150 gram kualitasnya cuma 22 karat, sedangkan emas yang 100 gram kualitasnya 24 karat. Kalau pertukaran langsung benda sejenis beda ukuran ini dilakukan, maka inilah yang disebut dengan riba fadhl dan hukumnya haram.
Dalam pandangan mereka, kenapa tukar menukar uang seperti disebutkan itu diharamkan, karena pada hakikatnya ada kesamaan praktek dengan haramnya tukar menukar emas dengan emas di atas.
Walaupun dalam kenyataannya wujud benda yang dipertukarkan memang bukan emas tetapi uang kertas, tetapi pada hakikatnya dalam pandangan mereka uang kertas itu punya fungsi sebagaimana emas di masa lalu, yaitu sebagai alat tukar.
Intinya, kalau tukar menukar emas yang berbeda berat dan nilainya diharamkan, maka tukar menukar uang yang berbeda nilai pun juga diharamkan. Dan mereka memasukkan keharaman akad ini karena termasuk riba, yaitu riba fadhl.
Pendapat Yang Membolehkan
Namun di sisi lain, kadang kita juga menemukan adanya pendapat kalangan tertentu yang membolehkan tukar menukar uang berbeda nilai ini.
Dan kalau kita telusuri apa latar belakang pendapat mereka, setidaknya kita menemukan ada dua alasan yang sering mereka kemukakan.
Alasan Pertama: Uang Kertas Tidak Termasuk 6 Jenis Harta
Menurut mereka, keharaman riba fadhl itu hanya terbatas pada enam jenis benda yang disebutkan dalam hadits. Keenam benda itu adalah emas, perak, gandum, barley, kurma dan garam. Sedangkan bila yang dipertukarkan selain keenam benda itu, maka hukumnya tidak mengapa walaupun berbeda ukuran karena beda kualitas.
Uang yang kita gunakan hari ini tebuat dari kertas. Dan kertas tidak disebut-sebut sebagai benda ribawi yang diharamkan untuk ditukarkan dengan berbeda nilai. Maka mereka menganggap tidak ada yang dilanggar dalam praktek tukar uang seperti ini.
Alasan Kedua
Kalaupun uang kertas yang kita pakai hari ini mau dianggap sebagai representasi dari emas, maka secara fisik yang dipertukarkan juga berbeda. Uang kertas 100-ribuan secara fisik berbeda dengan tukarannya yang berupa logam atau uang receh yang terbuat dari logam. Maka bila kertas ditukar dengan logam, tentu tidak termasuk tukar menukar benda sejenis. Dan oleh karena itu tidak terkena larangan seperti yang dimaksud di atas.
Oleh karena itulah beberapa waktu yang lalu kita masih menyaksikan di telepon umum di kota Mekkah atau Madinah, ada orang yang ‘berjualan’ uang receh di dekat telepon umum. Uang kertas 10 riyal Saudi ditukar dengan 9 keping uang logam pecahan satu riyal.
Bantahan Pihak Pertama
Tentu saja kalangan yang mengharamkan punya hujjah yang melemahkan pendukung pendapat yang menghalalkan.
Alasan bahwa riba fadhl yang diharamkan hanya terbatas pada enam jenis benda saja, dianggap sebagai pendapat yang kurang tepat. Sebab ketika Rasulullah SAW menyebutkan keenam jenis benda itu, tujuannya bukan untuk membatasi, tetapi untuk membuatkan contoh saja.
Buktinya, umumnya para ulama juga memasukkan haramnya tukar menukar dua jenis beras yang berbeda kualitas dengan ukuran timbangan yang berbeda. Padahal beras tidak termasuk yang disebut-sebut dalam hadits itu.
Alasan yang kedua juga dibantah. Sebab dalam kenyataannya yang banyak terjadi, khususnya di negeri kita ini, benda yang dipertukarkan adalah benda sejenis, yaitu uang kertas ditukar dengan uang kertas juga. Keduanya satu jenis benda, yaitu kertas, tetapi nilainya berbeda. Yang satu pecahan 100 ribuan, yang satu pecahan 5 ribuan. Lalu dipertukarkan begitu saja dengan nilai nominal yang berbeda. 100 ribu ditukar dengan 95 ribu. Di situlah titik haramnya, menurut pendukung pendapat yang mengharamkan. []