Oleh: Maryati
sahidmar@gmail.com
KRISIS moral berawal dari harta. Pernyataan ini fakta atau mitos? Tingginya gaya hidup membuat seseorang lupa diri. Banyak orang terjerumus atau terjebak dalam lembah kegelapan. Hampir kebanyakan permasalahan berasal dari harta, sering kita dengar bahkan terlihat dalam kehidupan nyata.
Ada suami istri berpisah karena kekurangan harta ataubahkan suami istri bercerai disebab kelebihan harta. Harta tidak menjamin langgengnya ikatan pernikahan. Makanya, jiwa-jiwa yang bersatu itu karena kekuatan iman yang didasari oleh ilmu. Dengan ilmunya, dia akan mencari harta secara baik dan akan membelanjakan dengan tepat.
Mereka tidak akan terpengaruh dengan gaya hidup hedonis yaitu gaya hidup asal senang. Gaya hidupnya terikat dengan aturan imannya.
Demikian juga, ada anak-anak yang terjerumus karena kekurangan harta. Banyak juga anak-anak yang tersungkur karena kelebihan harta. Sebagai orang tua wajib membekali anak-anaknya dengan ilmu dan iman, bukan dengan harta dan kemewahan.
BACA JUGA:Â Mewaspadai Fitnah Harta
Dengan ilmu, anak-anak akan terbimbing dan terarah. Jadi, didiklah anak-anak dengan tanamkan kesederhanaan dan takut pada-Nya. Jagalah Alloh, alloh akan menjagamu. Jagalah Alloh, alloh ada di depanmu.
Banyak saudara terputus tali silaturahminya disebabkan harta waris orang tuanya. Bahkan, ada yang saling bunuh gara-gara harta waris. Mari belajar dari Abu Zar Al Gifari yang berdoa,” Ya Alloh jadikan harta ditangan saja jangan di hati. Jika harta ditangan kami, sehingga memudahkan menunaikan hak-hak harta untuk orang lain.”
Andai harta di hati kami, maksudnya harta akan menguasai hati seseorang. Hati itu terpenuhi dengan duniawi. Setiap langkah hidupnya barometernya harta, sehingga seseorang sulit beramal dan berbagi hak dengan saudaranya.
Miris juga, ada gadis yang menjual diri karena ingin punya gaya hidup mewah. Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanya kesenangan sesaat dan melenakan. Kenikmatan dunia diibaratkan seperti celupan jari-jari di lautan, maka nikmatnya dunia seperti air yang menetes di jari-jarimu. Sadarilah, bahwa gaya hidup harus kita tundukkan dengan aturan-aturan sang kholik. Gaya hidup tidak boleh berlebihan, jika berlebihan atau mubazir maka temannya syaiton. Tentu saja, tempat syaiton di neraka.
Coba perhatikan, banyak pesta pernikahan yang bermegah-megahan atau bertanding kemewahan. Dengan bermegah-megahan kadang ada unsur riya’. Hal ini, mengakibatkan ruh nikah takutnya bergeser bukan untuk menyempurnakan dien. Takutnya, pernikahan menjadi tidak berkah karena menggunakan harta secara berlebihan. Pernikahan akan sangat berkah, jika saat penjamuan makan menghadirkan anak yatim dan fakir miskin.
Banyak ayat bicara tentang harta yang dihubungkan dengan azab. Hal ini, menjadi pengingat bagi kita agar berhati-hati dalam masalah harta. Coba hayati dan renungkan ayat-ayat yang berkaitan tentang harta. Seperti dalam Al Qur’an surat Al Fil, Al Lahab, Al A’dziyat, At Takasyur, dll. Ayat-ayat tersebut mengingatkan kepada kita, akan bahaya harta pembawa malapetaka jika didapat dan dibelanjakan tidak sesuai sesuai dengan petunjuk illahi robbi.
Qs Al Fiil terdapat peringatan keras bagi pengumpat dan pengumpul harta. Alloh berfirman, “Celakalah setiap pengumpat dan pencela yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya. Dia mengira bahwa hartanya dapat mengekalkannya.”
Gambaran nyata bahwa sifat manusia mencintai dan suka mengumpulkan harta. Kadang kita sering tersibukkan dengan menghitung-hitung hasil usaha sampai tidak terdengar suara adzan berkumandang. Lantunan adzan berupa ajakan menuju suatu kemenangan tidak masuk dalam sanubari. Mereka tidak beranjak dari aktivitas kesibukan dunia hanya terpikirkan bagaimana mengumpulkan harta. Berhati-hatilah, jangan sampai kesibukan mengumpulkan harta melalaikan kehidupan akhirat.
Qs Al Lahab, tidak berguna baginya segala apa yang ia usahakan dan semua hartanya jika ia menolak kebenaran. Hal ini, menjadi pengingat bahwa peristiwa turunya surat Al Lahab, dikarenakan Abu Lahab paman Rasululloh SAW yang pertama menolak dakwahnya.
Dakwah pertama Rosul mengumpulkan seluruh keluarganya untuk mengajak pada jalan yang lurus. Rosululloh memulai menyampaikan pembuka dakwahnya dengan pertanyaan, “Apakah kamu percaya wahai saudaraku jika di balik bukit ini ada pasukan yang menyerang kita?”
“Kami percaya,” jawaban seluruh saudara Nabi Muhammad. “Karena, Engkau Muhammad Al Amin yang dapat dipercaya.”
Selanjunya Rosululloh menyampaikan, “Maukah akan aku tunjukan satu kalimat yang membawamu selamat.”
“Katakan, wahai Muhammad,” jawab para saudaranya dengan rasa ingin tahu.
“Ucapkanlah, ‘Kalimat la illa ha illalloh adalah kalimat yang menghantarkan keselamatan.”
Akhirnya, Abu Lahab angkat bicara, “Hhanya beginilah kita di kumpulkan. Celakalah engkau Muhammad.”
Sehingga turunanlah surat Al Lahab, wahai Abu Lahab engkaulah yang akan celaka. Disebabkan, Abu Lahab menolak kebenaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SWA. Renungkan, harta yang begitu banyak tidak akan berfaedah untuk kehidupan diakibatkan menolak kebenaran dari Sang Ilallahirobi.
BACA JUGA:Â Ketika Sa’ad bin Rabi` Menawarkan Separuh Hartanya untuk Abdurahman bin Auf
Dalam Qs Al Adziyat, manusia mengakui keingkaran bahwa cintanya pada harta berlebih-lebihan. Sampai nanti dialam kubur isi hatinya dikeluarkan. Bahkan, gambaran permasalahan harta sering diangkat menjadi suatu kisah nyata dalam sinetron. Kisah orang jahat yang begitu mencintai hartanya, sampai matipun hartanya tidak dibawa di alam kubur.
Peristiwa nyata ini, nanti akan diungkap dialam kubur dengan cara mempertanggungjawabkan tentang hartanya. Mereka akan bercerita hartanya dari mana dan digunakan untuk apa. Menjadikan perenungan diri dan perbaikan diri, bahwa dalam bekerja bukan semata-mata harta yang kita cari. Dalam bekerja itu, mengharap ridlo-Nya sehingga keihlasan hati untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang terbaik. Akhirnya, hasil kerja kita dapat dipertanggungjawabkan disisi-Nya.
Qs At Takasur berbunyi,” Bermegah-megahan telah melalikan kamu sampai kamu masuk kubur. Maka, sekali-kali jangan begitu kamu akan merasakan akibatnya. Nanti akan ditanya pada hari akhir itu, tentang kenikmatan yang dimegah-megahkan di dunia”.
Mari kita perbaiki diri, mulai dari diri kita dalam menyikapi kehidupan dengan penuh kesederhanaan. Belajarlah hidup secara tamadlu atau rendah hati untuk mentauladi para salafusholeh. Bukankah hidup didunia ini hanya singgah sementara, sehingga perlu disiapkan bekal yang terbaik yaitu amal sholeh.
Kita paham benar, bahwa penyesalan tiada berguna. Sekarang saatnya, mempersiapkan amal yang terbaik dengan menundukkan harta ditangan kita. Jangan sampai kedudukan harta ada di hati kita. Sehingga, bisa menyebabkan terlena dalam kehidupan duniawi. Jadikan, akherat sebagai tujuan akhir kehidupan []
.