PARA ulama, yaitu orang-orang yang mempelajari dan mendalami ilmu agama, mereka adalah orang-orang yang paling takut kepada Allah Ta’ala di antara manusia yang lainnya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء
“Sesungguhnya (hanyalah) yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, adalah para ulama.” (QS. Faathir [35]: 28)
BACA JUGA: Hidup di Dunia tidaklah Sepi dari Ujian dan Cobaan
Inilah buah dari niat mereka yang ikhlas ketika mempelajari ilmu agama, yaitu menumbuhkan rasa takut kepada Allah Ta’ala. Ilmu agama yang dipelajari menumbuhkan ketakwaan kepada Allah Ta’ala. Berdasarkan ayat ini, dapat disimpulkan bahwa ciri khas ulama adalah takut kepada Allah Ta’ala.
Ancaman bagi orang-orang yang menuntut ilmu agama demi mendapatkan dunia
Terdapat hadis-hadis yang menunjukkan ancaman bagi orang-orang yang belajar ilmu agama hanya demi dunia. Di antaranya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ، لَا يَتَعَلَّمُهُ إِلَّا لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا، لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barang siapa menuntut ilmu (agama) yang seharusnya untuk Allah, namun dia tidak menuntutnya kecuali untuk mencari dunia, maka pada hari kiamat dia tidak akan mendapatkan bau surga” (HR. Ibnu Majah no. 252, dinilai sahih oleh Al-Albani).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ لِيُبَاهِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ، وَيُجَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ، وَيَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ، أَدْخَلَهُ اللَّهُ جَهَنَّمَ
“Barang siapa mempelajari ilmu untuk mendebat ulama, merendahkan orang-orang bodoh, serta memalingkan perhatian manusia kepadanya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka jahanam” (HR. Ibnu Majah no. 260, dinilai hasan oleh Al-Albani).
Menuntut ilmu agama demi mendapatkan ijazah?
Berhubungan dengan pembahasan di atas adalah pertanyaan (masalah), apabila seseorang menuntut ilmu agama di lembaga pendidikan formal, yang dengannya dia mendapatkan ijazah, apakah hal itu termasuk dalam larangan sebagaimana yang tercantum dalam hadis-hadis tersebut di atas?
Perlu diketahui bahwa ilmu yang dicari untuk mengharap wajah Allah Ta’ala adalah ilmu syariat, yaitu ilmu yang mempelajari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Jika niat seseorang ketika mempelajari ilmu tentang Al-Quran dan As-Sunnah adalah semata-mata untuk tujuan mendapatkan dunia (tidak ada niat untuk akhirat sedikit pun), dia tidak akan mencium bau surga. Padahal, bau surga itu bisa tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian. Makna dari “tidak dapat mencium bau surga” adalah haram (tidak boleh) masuk surga.
Adapun mempelajari ilmu duniawi, yang bukan mempelajari Al-Quran dan As-Sunnah, dengan tujuan mendapat harta, maka hukumnya diperbolehkan. Karena memang ilmu tersebut adalah ilmu duniawi, sehingga wajar jika tujuannya untuk meraih duniawi. Meskipun demikian, hendaknya seorang muslim meniatkan ketika mempelajari ilmu duniawi tersebut agar dia dapat memberikan manfaat kepada kaum muslimin, atau sebagai sarana menegakkan dan mempermudah pelaksanaan ibadah-ibadah, sehingga dengannya dia mendulang pahala akhirat sesuai dengan niatnya tersebut.
Terdapat rincian hukum tentang seseorang yang mempelajari Al-Quran dan As-Sunnah dengan tujuan mendapatkan ijazah. Hadis yang menjadi pokok pembahasan hal ini adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya seluruh amal perbuatan manusia tergantung dari niatnya” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907).
Pertama, jika gelar atau ijazah yang dimaksudkan adalah semata-mata hanya untuk tujuan mendapat pekerjaan, tidak ada niat untuk mendapatkan pahala akhirat, maka orang tersebut dinilai belajar agama hanya untuk tujuan dunia.
BACA JUGA: Jika Hati Dipenuhi Dunia
Kedua, jika gelar atau ijazah yang didapat dia maksudkan untuk bisa menempati suatu kedudukan sehingga dengan kedudukan (posisi) tersebut dia bisa memberikan banyak manfaat kepada manusia secara luas dan didengarkan oleh mereka, misalnya menjadi pengajar di masjid yang bisa memberikan pengarahan kepada para jamaah ataupun menjadi pengelola lembaga pendidikan Islam, maka hukumnya tidak mengapa.
Hal ini karena pada zaman sekarang ini manusia bisa jadi tidak dinilai berdasarkan ilmunya, tetapi berdasarkan ijazah yang dimilikinya. Oleh karena itu, dia belajar dan mengambil ijazah agar bisa mengajar dan memberi manfaat kepada kaum muslimin secara umum. Untuk rincian kedua ini berarti niatnya baik dan hukumnya tidak mengapa (boleh). []
SUMBER: MUSLIM