Oleh: Asma’ Zoeraida
Pengajar bahasa Arab di sebuah Madrasah di Lamongan, Jatim
“Allah memegang jiwa orang ketika matinya dan memegang jiwa orang yang belum mati pada waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa orang yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan.” (TQS. Az Zumar [39] : 42)
BICARA soal kematian memang tidak akan ada habisnya. Semua orang pun tahu bahwa tidak ada makhluk yang bernyawa yang tak menjumpai batas akhirnya. Kematian tak menunggu menjadi tua renta, bahkan yang masih duduk di bangku sekolah dan dalam kandungan pun tak jarang yang harus terpaksa menghadap Sang Pencipta.
Sayangnya, walau kematian tak sedikit yang mengintai di sekitar kita, manusia seringkalinya nglali atau mudah melupakan hal tersebut dan kembali pada rutinitas semula. Yang awalnya sempat berhenti maksiat karena takut mati dalam kondisi yang buruk, tak sedikit yang kembali berlumuran lumpur dosa. Seolah tak ada hikmah dan pelajaran hidup yang dapat ia petik dan amalkan.
Oleh karena itu, wajarlah bila Rasulullaah Saw. sering menyebut bahwa orang yang cerdas adalah yang sering mengingat kematian dan beramal untuk kehidupan setelah kematian. Begitu pula dengan nasihat para Shahabat Beliau dan para ulama’ terdahulu.
Dengan kata lain, orang yang bodoh adalah orang yang tidak mau mengambil pelajaran dari kematian di sekitarnya dan tidak pula beramal lebih sebagai persiapan untuk kehidupan Akhirat. Karena bagi seorang Muslim sejati, kematian adalah gerbang menuju kehidupan yang kekal abadi yang tidak akan ada kesempatan untuk hidup kembali di dunia. Semua amal perbuatannya akan dihisab, dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Rabbul ‘Izzati. Sehingga tentulah semasa hidup di dunia akan ia pergunakan setiap detik waktunya dengan bijak dan penuh pesona keimanan.
Saya sendiri misalnya, ketika hendak memejamkan mata sering membayangkan jika saja saat itu adalah saat terakhir menutup mata di dunia sekaligus awal membuka mata untuk kehidupan setelahnya. Karena dalam kondisi tidur, manusia tak mampu lagi beraktifitas layaknya di waktu pagi dan siang hari. Alangkah mudahnya bagi Sang Pencipta jika ingin mencabut nyawa hamba-Nya bukan?
Maka di saat seperti itulah, kita semestinya senantiasa mengintrospeksi diri (muhasabah) dan memutar memori aktifitas selama seharian atau sebelumnya. Sudahkah kita menunaikan segala kewajiban yang Allah SWT bebankan di atas pundak kita? Ataukah justru maksiat dan kemungkaran lebih banyak menghiasi hari kita? Mata kita lebih banyak melihat kebaikan ataukah justru keburukan dan keharaman? Lisan kita sudah benar dalam berucap, atau justru lebih banyak menyakiti orang lain dan berlisan tak pantas? Kaki kita sudah berjalan di atas jalan yang benar atau justru sebaliknya? Sudahkah kita berdakwah dan berkarya untuk umat atau sebaliknya? Kita lebih banyak beraktifitas untuk urusan dunia ataukah juga untuk persiapan bekal menuju Kampung Halaman kita di Surga nanti?
Maka muhasabah-muhasabah semacam inilah yang jangan sampai pernah terlepas dalam keseharian kita. Karena dengan introspeksi yang rutin akan semakin melembutkan hati dan menjadi cermin untuk meneliti amal kita sebelum akhirnya nanti kita akan dihisab. Sebagaimana yang disampaikan oleh Sayyidina ‘Umar bin Al Khaththab radhiyallaahu ‘anhu, “Hisablah diri kalian sebelum nanti kalian akan dihisab.”
Ketika kita benar-benar yakin akan adanya kehidupan Akhirat, maka tentulah kita akan semakin menyibukkan diri dengan perkara Akhirat, bukan serta merta mengumpulkan pundi-pundi materi duniawi, tak akan berani lalai dalam mempersiapkan semua itu. Ia akan berusaha taat, tunduk dan patuh pada semua aturan Islam yang merupakan wahyu dari Allah SWT. Akhirnya, kita perlu merenungkan kembali firman Allah SWT berikut :
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka)?” (QS. Al Hadiid [57] : 16).
“Dan beribadahlah kepada Rabb-mu sampai datang kepadamu (ajal) yang diyakini.” (QS. Al Hijr [15] : 99).
Maka, saudaraku. Kematian itu jelas akan tiba. Entah puluhan tahun, belasan tahun, bulan, minggu atau hari kapan pun itu. Izrail pada saatnya akan tiba menjemput kita tanpa menunggu apakah kita siap ataukah tidak. Hal terpenting yang harus selalu kita siapkan adalah bagaimana saat kita nanti dipanggil oleh Allah SWT benar-benar berada dalam ketaatan sepenuhnya kepada Dzat yang telah menciptakan kita dan seluruh alam semesta inim
Sudahkah kita bersiap menyambut kematian dengan senyuman? []
07-03-2018 Pkl. 23.55 WIB
Di Bumi Allah Lamongan