“TAKUT itu hanya kepada Allah, bukan kepada virus corona.” Pernyataan ini sekilas nampak benar dan menenteramkan menghadapi kondisi mencekam saat ini, tapi sesungguhnya mengandung syubhat yang dapat membahayakan kehidupan.
Virus corona ciptaan Allah, harimau juga ciptaan Allah. Orang yang mengatakan “Takutlah pada Allah, bukan takut virus corona,” kira-kira bersedia tidak dimasukan ke dalam kandang harimau? Besar dugaan saya ia akan menolaknya.
Takut kepada Allah itu wajib, bagus, baik dan benar. Tapi menghindari keburukan makhluk yang membahayakan kehidupan, mengancam kesehatan dan dapat menghilangkan nyawa, merupakan keharusan.
BACA JUGA: Apapun yang Kita Pilih Merupakan Takdir Allah
“Aku beralih dari satu takdir Allah,” tutur Sayidina Umar bin Khathab, “Menuju takdir Allah yang lain.” Artinya selain keyakinan yang kokoh pada Allah SWT, berdoa mohon perlindungan, juga ada ikhtiar yang harus dilakukan dengan seksama.
Ada pula yang mengatakan, “Kalau sudah waktunya mati ya mati aja, baik oleh corona maupun bukan.” Aih, sedap betul paparan ini, sebuah pandangan bijak nan mulia seolah pakar yang menyimpulkannya.
Betul, mati itu sudah ditentukan waktunya, tapi yang kita lakukan bukan pasrahnya, bukan pula terlalu percaya diri. Yakin kepada Allah itu harus, bahkan wajib hukumnya. Tapi menafikan ikhtiar dalam menghindari bahaya, wabah, penyakit menular, dan mematikan merupakan ibadah kepada Allah SWT.
Jangan kira bahwa wabah tidak akan menulari orang beriman dan hanya akan menjangkit orang berdosa. Sunnatullah berlaku di sini. Beriman atau berdosa, pejabat atau rakyat, kaya atau miskin, semua bisa terular, sakit dan meninggal.
Bila keimanan menjadi ukuran kekebalan tubuh, sahabat agung Abu Ubaidah bin Al Jarrah yang paling layak menjadi yang utama dalam perkara ini.
Beliau sahabat yang sangat dicintai Rasulullah SAW, termasuk ashabiqunal awalun atau orang yang pertama-tama masuk islam, sosok kepercayaan Rasulullah SAW, menjadi tameng saat anak panah dan tombak menghujani Rasulullah SAW di medan Perang Uhud, calon khalifah pasca wafatnya Rasulullah SAW yang mulia.
Tapi apa yang terjadi?
Pada saat pembebasan Syam dan terjadi wabah di sana, Abu Ubaidah termasuk salah satu sahabat yang terjangkit. Atas kehendak Allah SWT, beliau wafat di sana, semoga Allah menyayanginya, semoga Allah meridhainya.
BACA JUGA: Ini Kata Ustaz Adi Hidayat tentang Penyakit dan Obatnya yang Disebutkan dalam Alquran
Bayangkan, sahabat agung yang dicintai Rasulullah SAW, termasuk salah satu dari sepuluh orang yang dijamin masuk surga, juga bisa kena wabah penyakit dan meninggal karenanya. Apalagi kita, yang jauh kualitas keimanan, ilmu dan akhlak dari beliau.
Sebakda mohon ampun kepada Allah atas segala dosa-dosa, memantapkan keyakinan atas kuasa-Nya, berdoa mohon perlindungan, kesehatan dan keselamatan, kita berusaha menyempurkan ikhtiar menghindari wabah ini. Ikuti nasihat para ulama, petunjuk pemerintah, anjuran dokter dan para ahli. Semoga wabah ini segera berlalu. Semoga Allah sehatkan kita semua, selamat dunia akhirat.
Salam orang awam tak berilmu. []